280 likes | 528 Views
PROSPEK BADAN HUKUM PENDIDIKAN (BHP) SEBAGAI PENYELENGGARA PENDIDIKAN DALAM SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL (Kajian Politik Sistem Pendidikan Nasional, Sosial dan Budaya). Oleh Prof.Dr.Johannes Gunawan,SH.,LL.M Anggota Komisi RUU BHP Dewan Pendidikan Tinggi, Ditjen.Dikti.Depdiknas.
E N D
PROSPEK BADAN HUKUM PENDIDIKAN (BHP) SEBAGAI PENYELENGGARA PENDIDIKAN DALAM SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL (Kajian Politik Sistem Pendidikan Nasional, Sosial dan Budaya) Oleh Prof.Dr.Johannes Gunawan,SH.,LL.M Anggota Komisi RUU BHP Dewan Pendidikan Tinggi, Ditjen.Dikti.Depdiknas
Pengertian Badan Hukum Badan hukum Subyek hukum yang diciptakan oleh hukum, dapat memiliki dan menjalankan hak dan kewajiban seperti manusia Manusia Subyek Hukum Badan Hukum
Jenis Badan Hukum Badan Hukum Publik Badan hukum yang didirikan oleh negara (pemerintah) dan memiliki kewenangan menetapkan kebijakan publik yang mengikat umum Contoh: negara, propinsi, kabupaten, kota, kecamatan Badan Hukum Privat/Perdata Badan hukum yang didirikan oleh masyarakat dan diakui oleh negara (pemerintah), atau didirikan oleh pemerintah, tetapi tidak memiliki kewenangan menetapkan kebijakan publik yang mengikat umum Contoh: perseroan terbatas, koperasi, yayasan, BUMN, BHMN, badan hukum pendidikan
Dasar Hukum Pendirian BHP Pasal 53 UU.No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas • Penyelenggaradan/atau satuan pendidikan formal yang didirikan oleh Pemerintah atau masyarakat berbentuk badan hukum pendidikan • Badan hukum pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berfungsi memberikan pelayanan pendidikan kepada peserta didik • Badan hukum pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berprinsip nirlaba dan dapat mengelola dana secara mandiri untuk memajukan satuan pendidikan • Ketentuan tentang badan hukum pendidikan diatur dengan undang-undang tersendiri
Multi Tafsir Pasal 53 Ayat (1) UU Sisdiknas • Siapa atau apa yang dimaksud dengan ‘penyelenggara’ • Apa maksud penggunaan istilah ‘dan/atau’ • Apa yang dimaksud dengan ‘badan hukum pendidikan’ • Apa yang dimaksud dengan ‘nirlaba’.
Siapa atau apa yang dimaksud dengan ‘penyelenggara’ Ketika UU Sisdiknas diundangkan 8 Juli 2003, masih berlaku PP No. 60 /1999 tentang Pendidikan Tinggi, sampai sekarang Pasal 119 PP No.60/1999 menyatakan: Pendirian perguruan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat selain memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam PP ini harus pula memenuhi persyaratan bahwa penyelenggaranya berbentuk yayasan atau badan yang bersifat sosial
Pasal 122 ayat (1) PP No.60 /1999 menyatakan: Pendirian universitas, institut, dan sekolah tinggi yang diselenggarakan oleh Pemerintah ditetapkan dengan Keputusan Presiden atas usul yang diajukan oleh Menteri Dari kedua pasal tersebut dapat disimpulkan: Yayasan atau badan yang bersifat sosial Pasal 119 PP No.60/1999 Penyelenggara Pemerintah Pasal 122 ayat (1) PP No.60 /1999
Inkonsistensi tentang pengertian ’penyelenggara’ dalam UU.Sisdiknas Pasal 21 ayat (2) UU Sisdiknas menyatakan Perseorangan, organisasi, atau penyelenggara pendidikan yang bukan perguruan tinggi dilarang memberikan gelar akademik, profesi, atau vokasi Pasal 21 ayat (5) UU Sisdiknas juga menyatakan Penyelenggara pendidikan yang tidak memenuhi persyaratan pendirian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau penyelenggara pendidikan bukan perguruan tinggi yang melakukan tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenakan sanksi administratif berupa penutupan penyelenggaraan pendidikan
Dari kedua pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa penyelenggara adalah bukan yayasan, bukan badan yang bersifat sosial, atau bukan Pemerintah, melainkan perguruan tinggi Tetapi di dalam Pasal 16 UU Sisdiknas, tersirat bahwa yang dimaksud perguruan tinggi adalah satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat Kalimat ’satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/ atau masyarakat’ menunjukkan bahwa dalam konteks pendidikan tinggi, istilah penyelenggara adalah bukan satuan pendidikan berupa perguruan tinggi, melainkan justru yayasan, badan yang bersifat sosial, atau Pemerintah.
Apa maksud penggunaan istilah ‘dan/atau’ Kata ’dan’ berarti bersama-sama atau kedua-duanya. Kata ’atau’ berarti salah satu. Jadi terdapat 4 kemungkinan I Penyelenggara (Pemerintah/Yayasan) BHP DAN DAN (bersama-sama) Satuan Pendidikan (Perguruan Tinggi) Penyelenggara bersama dengan satuan pendidikannya melebur dan berubah bentuk menjadi BHP
II BHP Penyelenggara (Pemerintah/Yayasan) BHP Satuan Pendidikan (Perguruan Tinggi) Penyelenggara dan satuan pendidikan, masing-masing mengubah bentuk menjadi BHP
III BHP Penyelenggara (Pemerintah/Yayasan) Satuan Pendidikan (Perguruan Tinggi) Penyelenggara berubah bentuk menjadi BHP, satuan pendidikan berbentuk tetap dan diintegrasikan ke dalam BHP yang baru
IV Penyelenggara (Pemerintah/Yayasan) BHP Satuan Pendidikan (Perguruan Tinggi) Penyelenggara berbentuk tetap, satuan pendidikan berubah menjadi BHP
Apa yang dimaksud dengan ‘badan hukum pendidikan’ • Badan hukum privat/perdata yang didirikan oleh: • Masyarakat dan diakui oleh negara (pemerintah), yaitu • perguruan tinggi swasta (universitas, sekolah tinggi, • institut, akademi, polyteknik), atau badan penyelenggara • misalnya yayasan, wakaf, dll untuk menyelenggarakan • pendidikan • Pemerintah, yaitu misalnya BHMN, untuk menyelenggara- • kan pendidikan, tetapi tidak memiliki kewenangan • menetapkan kebijakan publik yang mengikat umum
Dasar Hukum Pendirian Badan Hukum • Pasal 1653 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata • Selain perseroan yang sejati, oleh undang-undang diakui pula perkumpulan orang-orang sebagai badan hukum, baik perkumpulan itu diadakan atau diakui sebagai demikian oleh kekuasaan umum (pemerintah), maupun perkumpulan itu diterima sebagai diperbolehkan atau telah didirikan untuk suatu maksud tertentu yang tidak bertentangan dengan undang-undang atau kesusilaan baik • Jadi, terdapat badan hukum: • yang diadakan/didirikan oleh negara (pemerintah) • yang diakui oleh negara (pemerintah) • yang diterima sebagai diperbolehkan (tidak bertentangan • dengan UU dan kesusilaan baik)
Prosedur Pendirian Badan Hukum • S 1870 : 641653, 28 Maret 1870 tentang • Perkumpulan-Perkumpulan Berbadan Hukum (Rechtspersoonlijkheid van Vereenigingen) • Dibuat anggaran dasar • Isi anggaran dasar • Status sebagai badan hukum diperoleh setelah pengesahan anggaran dasar oleh Menteri Hukum dan HAM • Penyimpangan dari anggaran dasar, berakibat pengakhiran status sebagai badan hukum
Apa yang dimaksud dengan ‘nirlaba’ Kegiatan pendidikan merupakan kegiatan yang tidak bertujuan mencari keuntungan, sehingga apabila timbul keuntungan atau sisa hasil usaha dari kegiatan pendidikan yang nirlaba, baik secara langsung atau tidak langsung, maka seluruh keuntungan atau sisa hasil usaha tersebut wajib digunakan kembali untuk menjalankan kegiatan pendidikan yang nirlaba tersebut
BHP dan Otonomi Perguruan Tinggi Pengaturan penyelenggaraan pendidikan, khususnya pendidikan tinggi, secara bertahap mengalami pergeseran, yaitu dari semula dilakukan oleh negara ke arah pengaturan secara mandiri oleh perguruan tinggi yang bersangkutan. Hal inilah yang sekarang dikenal sebagai otonomi perguruan tinggi Mengapa diperlukan otonomi perguruan tinggi ? Keunikan atau kekhasan perguruan tinggi perlu dipelihara keberadaannya. Agar perguruan tinggi mampu memelihara keunikan atau kekhasannya, maka kepada perguruan tinggi harus diberikan otonomi yang memungkinkan perguruan tinggi mengatur diri sendiri sesuai dengan kontekstualitasnya
BHP dan Tanggungjawab Pemerintah di Bidang Pendanaan Pendidikan Amandemen UUD 45 dan Pasal 49 UU Sisdiknas menegaskan bahwa dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20 % dari APBN pada sektor pendidikan dan minimal 20 % dari APBD Pola pendistribusiannya telah ditetapkan oleh Pasal 49 ayat 3 UU Sisdiknas, yaitu melalui metode hibah Pasal 49 ayat 5 UU Sisdiknas menentukan bahwa realisasi dana pendidikan dilakukan secara bertahap melalui peraturan pemerintah.
BHP dan Tenaga Kependidikan • Di dalam peraturan pemerintah sebagaimana diperintahkan • oleh Pasal 49 ayat 5 UU Sisdiknas sebaiknya diatur: • Berdasarkan Pasal 49 Ayat 2 UU Sisdiknas yang mengatur bahwa gaji dosen yang diangkat oleh Pemerintah dialokasikan dalam APBN, maka di dalam PP tersebut perlu ditetapkan bahwa dosen PNS yang sekarang telah ada, tetap digaji oleh pemerintah dengan skala gaji PNS • Dosen PNS tersebut diberi status dipekerjakan (status DPK) ke BHP/BHMN, seperti yang selama ini dilakukan oleh Kopertis dalam memberikan bantuan pada perguruan tinggi swasta • Karena BHP/BHMN memiliki wewenang sendiri dalam mengatur struktur penggajian, maka BHP/BHMN dapat menetapkan bahwa di samping (on top of) gaji sebagai PNS, BHP/BHMN menetapkan tambahan gaji sehingga sama dengan gaji karyawan BHP/BHMN non PNS
BHP dan Kepentingan Mahasiswa Setelah menjadi BHP, maka perguruan tinggi menjadi legal untuk mencari pendapatan sendiri melalui yang disebut sebagai ’commercial arms’ atau ’revenue generating unit. Hasilnya digunakan untuk pertama menyejahterakan karyawan, dan yang kedua untuk mencegah agar penyelenggaraan pendidikan tinggi tidak hanya mengandalkan pada biaya kuliah yang diperoleh dari mahasiswa saja Dengan kemandirian yang dimilikinya, BHP dapat mengatur bahwa kenaikan gaji karyawan dan kenaikan biaya kuliah mahasiswa dapat dilakukan secara bertahap seiring dengan kenaikan pendapatan melalui commercial arms atau ’revenue generating unit
BHP dan Badan Penyelenggara Pendidikan Swasta Di berbagai fora berkembang pandangan bahwa perguruan tinggi swasta merasa keberatan dengan RUU BHP, karena badan penyelenggaranya (yayasan,dll) merasa khawatir kehilangan aset dan kewenangannya Konsep mutakhir yang dikembangkan oleh Pemerintah bersama Komisi X DPR RI pada tanggal 2 dan 3 Juli 2005 yang lalu, dimungkinkan tiga opsi berdasarkan Pasal 53 UU Sisdiknas, yaitu yang dapat menjadi badan hukum pendidikan:
Satuan pendidikan (perguruan tinggi/sekolah/madrasah). Dalam hal ini satuan pendidikan sebagai BHP didirikan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, yayasan atau badan hukum yang sejenis, atau • b. Penyelenggara (yayasan atau badan hukum yang sejenis). Dalam hal ini satuan pendidikan (perguruan tinggi/ sekolah/madrasah) merupakan unit pelaksana dari BHP yang didirikan, atau • c. Penyelenggara (yayasan atau badan hukum yang sejenis)dan satuan pendidikan (perguruan tinggi/sekolah/ madrasah) bersama-sama menjadi BHP.
Struktur Organisasi BHPT (Opsi 1) Untuk PTN atau PTS Pendiri: Pemerintah/Yayasan MWA Penyelenggara: BHP Senat Akademik Dewan Audit Pimpinan Perguruan Tinggi
Struktur Organisasi BHPT (Opsi 2 dan 3) Khusus untuk PTS Pendiri: MWA MWA Penyelenggara: Yayasan BHP Senat Akademik Dewan Audit Pimpinan Perguruan Tinggi
Struktur Organisasi BHPDM (Opsi 1) Untuk Sekolah/Madrasah Swasta Pendiri: Yayasan/ Wakaf/dll MWA Penyelenggara: BHPDM Dewan Audit Pimpinan Sekolah/ Madrasah
Struktur Organisasi BHPDM (Opsi 2 dan 3) Untuk Sekolah/Madrasah Swasta Pendiri: MWA MWA Penyelenggara: Yayasan/dll BHPDM Dewan Audit Pimpinan Sekolah/ Madrasah