610 likes | 2.01k Views
Sinergisitas antar lembaga dalam meningkatkan kerukunan umat beragama. Oleh: Badan Kesbangpol dan Linmas Provinsi Jawa Tengah. BIODATA NARASUMBER. NAMA : Dra . ATIEK SURNIATI, S. Msi N I P : 196111151986032010. PANGKAT/GOLONGAN : PEMBINA / IV a.
E N D
SinergisitasantarlembagadalammeningkatkankerukunanumatberagamaSinergisitasantarlembagadalammeningkatkankerukunanumatberagama Oleh: Badan Kesbangpol dan Linmas Provinsi Jawa Tengah
BIODATA NARASUMBER NAMA : Dra. ATIEK SURNIATI, S. Msi N I P : 196111151986032010. PANGKAT/GOLONGAN : PEMBINA / IV a. TEMPAT/TGL.LAHIR : SEMARANG, 15 NOPEMBER 1961. ALAMAT : Jl. PANGGUNG MAS TIMUR NO. 74. A TANAH MAS SEMARANG NO TELP/HP : ( 024 ) 3549300/081 325 713 375 PENDIDIKAN : PASCA SARJANA – MAGISTER ADMINIS- TRASI PUBLIK UNIVERSITAS DIPONEGORO. INSTANSI : BADAN KESBANGPOL DAN LINMAS PROV. JATENG ALAMAT KANTOR : JL. A. YANI MO. 160 SEMARANG NO TELP KANTOR : ( 024 ) 8314355. NPWP : 25.285.135.7-504.000.
PENDAHULUAN • Indonesia adalah negara yang majemuk, baik dari segi etnis, bahasa, budaya maupun agama. • Potensi toleransi yang sangat tinggi, jika dilihat dari realitas sosial kehidupan masyarakat • Ancaman radikalisme dan intoleransi yang makin eskalatif pasca-reformasi
PROBLEMATIKAYANG DIHADAPI • Pluralitas masyarakat sesungguhnya bukan sumber konflik, sebab setiap agama mengajarkan kedamaian, keharmonisan dan keselarasan • Konflik yang kadang terjadi : - konflik antar umat beragama - konflik internal umat beragama - konflik diluar keagamaan
KONDISI YANG DIHARAPKAN • Meningkatnya pemahaman wawasan kebangsaan dan pemantapan Pancasila sebagai landasan hidup • Kondisi sosial politik yang mantap • Menghindari eksklusifisme agama • Mewujudkan dan menjaga toleransi beragama dengan mempertinggi rasa saling menghormati antar umat beragama sejalan dengan konsep universal kemanusiaan • Tidak mengikutkan peran agama dalam kancah politik
Universal Declaration of Human Rights Pasal 18 Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights) memberikan landasan hak bahwa setiap orang berhak atas kebebasan berpikir, berhati nurani dan beragama.
International Covenant on Civil and Political Rights Pasal 18 KonvenanInternasionalHakSipildanPolitik. Pasaltersebutterdiridari 4 pokok; pertama, setiaporangberhakataskebebasanberpikir, keyakinandanberagama yang mencakupkebebasanuntukmenetapkan agama ataukepercayaanataspilihannyasendiri, dankebebasan, baiksecarasendirimaupunbersama-samadenganorang lain, baikditempatumumatautertutup, untukmenjalankan agama dankepercayaannyadalamkegiatanibadah, pentaatan, pengamalan, danpengajaran. Kedua, tidakseorang pun dapatdipaksasehinggaterganggukebebasannyauntukmenganutataumenetapkan agama ataukepercayaannyasesuaidenganpilihannya. Ketiga, kebebasanmenjalankandanmenentukan agama ataukepercayaanseseoranghanyadapatdibatasiolehketentuanberdasarkanhukum, dan yang diperlukanuntukmelindungikeamanan, ketertiban, kesehatan, atau moral masyarakat, atauhak-hakdankebebasanmendasarorang lain. Keempat, negarapihakberjanjiuntukmenghormatikebebasanorangtuadanapabiladiakui, walihukum yang sah, untukmemastikanbahwapendidikan agama dan moral bagianak-anakmerekasesuaidengankeyakinanmerekasendiri.[3]
International Covenant on Civil and Political Rights (lanjutan) Dalam ICCPR, jugamemberikanlandasanprinsip-prinsip non diskriminasidalampelaksanaanhak-hak yang diaturdalamKovenan, yaknisetiapnegaramenghormatidanmenjaminhak-hakbagisemuaorangtanpapembedaanapapunsepertiras, warnakulit, jeniskelamin, bahasa, agama, politikataupendapat lain, asal-usulkebangsaanatausosial, kekayaan, kelahiranatau status lainnya. Semuaorangberkedudukansamadihadapanhukumdanberhakatasperlindunganhukum yang samatanpadiskriminasiapapun, hukumharusmelarangdiskriminasiapapun, danmenjaminperlindungan yang samadanefektifbagisemuaorangterhadapdiskriminasiatasdasarapapunsepertiras, warna, jeniskelamin, bahasa, agama, politikataupendapat lain, asal-usulkebangsaanatausosial, kekayaan, kelahiranatau status lain. Terhadapkelompokminoritas, dinegara-negara yang memilikikelompokminoritasberdasarkansukubangsa, agama ataubahasa, orang-orang yang tergolongdalamkelompokminoritastersebuttidakbolehdiingkarihaknyadalammasyarakat, bersama-samaanggotakelompoknya yang lain, untukmenikmatibudayamerekasendiri, untukmenjalankandanmengamalkanagamanyasendiri, ataumenggunakanbahasamerekasendiri”.
Declaration on the Elimination of All Forms of Intolerance and Discrimination Based on Religion or Belief DeklarasiPenghapusanSegalaBentukIntoleransidanDiskriminasiberdasarkan Agama atauKeyakinan Deklarasiinimenjelaskanprinsip-prinsiptentangnondiskriminasi, persamaandimukahukumdanhakataskebebasankebasanberfikir, berhatinurani, beragamadanberkeyakinan. Termasukdalamdeklarasiiniadalahsemuanegarawajibmencegahdanmenghapusdiskriminasiberdasarkanalasan-alasan agama ataukepercayaan, melakukansemuatindakanuntukmembuatataumencabutperundang-undanganuntukmelarangdiskriminasiapapundanmengambilsemuatindakan yang tepatuntukmemerangiintoleransiberdasarkanalasan-alasan agama ataukepercayaan
JAMINAN NEGARA BAGI TIAP – TIAP PENDUDUK UNTUK MEMELUK AGAMA DAN UNTUK BERIBADAT MENURUT AGAMA DAN KEPERCAYAANNYA ITU UUD 1945 pasal 29 hak beragama adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun setiap orang bebas memilih agama dan beribadat menurut agamanya Jaminan kemerdekaan tiap-tiap penduduk utk memeluk agama dan beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya ISLAM, KATHOLIK, PROTESTAN, HINDHU, BUDHA, KONG HU CHU
Pasal 4 : Hak beragama, adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun dan oleh siapapun. Setiap orang bebas memeluk agamanya masing-masing dan beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu, dan Negara menjamin kemerdekaan setiap orang memeluk agamanya masing-masing dan beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu UU 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Ratifikasi Kovenan berimplikasi bahwa negara harus melindungi kebebasan beragama atau berkeyakinan, tanpa diskriminasi, termasuk kepada hak-hak minoritas, dan mewajibkan kepada negara untuk melakukan segala upaya perlindungan baik jaminan hukum atau kebijakan yang sesuai dengan Kovenan, setiap negara pihak dalam Kovenan ini berjanji untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan, sesuai dengan proses konstitusinya dan dengan ketentuan-ketentuan dalam Kovenan ini, untuk menetapkan ketentuan perundang-undangan atau kebijakan lain yang diperlukan untuk memberlakukan hak-hak yang diakui dalam Kovenan. UU No. 12 Tahun 2005 Tentang Pengesahan Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Sipil Politik
PEMERINTAH Roger F. Soltau : PEMERINTAH NEGARA ADALAH ALAT ATAU WEWENANG YANG MENGATUR ATAU MENGENDALIKAN PERSOALAN BERSAMA ATAS NAMA MASYARAKAT peningkatan kualitas pelayanan dan pemahaman agama, kehidupan beragama, serta peningkatan kerukunan intern dan antar umat beragama melindungi setiap usaha penduduk melaksanakan ajaran agama dan ibadat pemeluk-pemeluknya, sepanjang tdk bertentangan dgn peraturan per-uu-an, tdk menyalahgunakan atau menodai agama, serta tdk mengganggu ketenteraman & ketertiban umum memberikan bimbingan dan pelayanan agar setiap penduduk dlm melaksanakan ajaran agamanya dapat berlangsung dgn rukun, lancar, dan tertib kerukunan umat beragama merupakan bagian penting dari kerukunan nasional KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH DALAM RANGKA MELAKSANAKAN TUGAS DAN WEWENANGNYA MEMPUNYAI KEWAJIBAN MEMELIHARA KETENTERAMAN DAN KETERTIBAN MASYARAKAT
KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAHMENURUT UU 32/2004 • Pasal 10 ayat (3) huruf f: salahsatuurusan yang tidakdiotonomikan/masihtetapmenjadiurusanPemerintahanadalah “Urusan Agama”. Yang dimaksuddenganurusan agama, misalnya: • Menetapkanhariliburkeagamaan yang berlakusecaranasional; • Memberikanpengakuanterhadapkeberadaansuatu agama; • Menetapkankebijakandalampenyelenggaraankehidupankeagamaandsb; dan • Bagiantertentuurusanpemerintahlainnya yang berskalanasional, tidakdiserahkankepadadaerah. KhususdibidangkeagamaansebagiankegiatannyadapatditugaskanolehPemerintahkepada Daerah sebagaiupayameningkatkankeikutsertaan Daerah dalammenumbuhkembangkankehidupanberagama”.
LANJUTAN • Pasal 26 ayat (1) dan Pasal 27 ayat (1), bahwa kewenangan pemerintah daerah dalam menjaga kerukunan di provinsi dan kabupaten/kota melekat pada kepala daerah dan wakil kepala daerah yang berkewajiban menjaga kerukunan umat beragama yang merupakan bagian dari kerukunan nasional; • Pasal 22 huruf a, bahwa “dalam menyelenggarakan otonomi, daerah mempunyai kewajiban melindungi masyarakat, menjaga persatuan, kesatuan dan kerukunan nasional, serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia”; • Pasal 13 huruf c dan Pasal 14 huruf c, bahwa urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota diantaranya meliputi: “Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat”.
PBM NO 9 DAN NO 8 TAHUN 2006 • Penyusunan PBM No. 9 dan No. 8 Tahun 2006 telah sejalan dengan amanat Pasal 29 ayat (2) UUD 1945 dan tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia sebagaimana diatur dalam UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, UU No. 11 Tahun 2005 Tentang Pengesahan International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights (ICESCR) dan UU No. 12 Tahun 2005 Tentang Pengesahan International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR);
Lanjutan…. • Keberadaan PBM No. 9 dan No. 8 Tahun 2006, sebagaimana ketentuan dalam Pasal 7 ayat (4) UU No. 10 Tahun 2004 TentangPembentukanPeraturanPerundang-Undangan, tetapdiakuikeberadaannyadanmempunyaikekuatanhukummengikat. Hal ini berkaitan dengan adanya kekosongan hukum yang mengatur tentang kehidupan beragama;
Lanjutan…. • Ketentuan yang mengatur pendirian rumah ibadat menurut PBM No. 9 dan No. 8 Tahun 2006, merupakan pelaksanaan dari salah satu fungsi Pemerintah yaitu fungsi regulasi/pengaturan. Muatan PBM tersebut tidak berisi pengaturan tentang pelaksanaan substansi ajaran agama atau pelaksanaan ibadat dari suatu agama, PBM hanya mengatur mekanisme yang harus ditempuh dalam proses pendirian rumah ibadat. Dengan demikian, pembuatan pengaturan oleh Pemerintah tersebut tidak bisa diartikan sebagai bentuk “pembatasan” atau “penghambatan” pendirian rumah ibadat;
CATATAN IMPLEMENTASI PBM • PBM NO. 9 DAN NO. 8 TAHUN 2006 HANYA DIIDENTIKKAN (DIPERSEPSIKAN) OLEH PUBLIK SEAKAN-AKAN SEBAGAI PENGATURAN TTG RUMAH IBADAT; • AMANAT PBM YANG BELUM OPTIMAL DILAKSANAKAN OLEH PEMERINTAH DAERAH TERKAIT DENGAN: • PEMBUATAN PERGUB YANG MENGATUR LEBIH LANJUT TTG FKUB DAN DEWAN PENASIHAT FKUB. • PELAKSANAAN PELAPORAN KEPADA PEMERINTAH OLEH GUBERNUR, BUPATI DAN WALIKOTA TTG PELAKSANAAN PEMELIHARAAN KERUKUNAN UMAT BERAGAMA, PEMBERDAYAAN FKUB, DAN PENGATURAN PENDIRIAN RUMAH IBADAT. • BELUM OPTIMALNYA PERAN PENGURUS DEWAN PENASEHAT FKUB DALAM PEMBERDAYAAN FKUB; • BELUM OPTIMALNYA PELAKSANAAN TUGAS-TUGAS FKUB; • PENGATURAN PENDIRIAN RUMAH IBADAT BELUM SECARA KOMPREHENSIF DAPAT MENJAWAB PERMASALAHAN DILAPANGAN.
FAKTOR-FAKTOR KEAGAMAAN YANG DAPAT MEMICU KONFLIK Pendirian Rumah Ibadat, apabila dalam pendiriannya tidak memperhatikan situasi , kondisi dan suasana kebatinan dan budaya lokal umat beragama, baik secara sosial maupun budaya masyarakat setempat Penyiaran Agama, adanya pemaksaan kehendak oleh sekelompok masyarakat. Perkawinan Beda Agama, mengakibatkan hubungan tidak harmonis, menyangkut hukum perkawinan, waris, dan akidah. Perayaan Hari Besar Agama, apabila perayaan dilaksanakan tanpa mempertimbangkan situasi, kondisi, dan lokasi masyarakat sekitar. Penodaan Agama, bersifat melecehkan dan menodai doktrin suatu agama.
PENYEBAB UMAT BERAGAMA TIDAK RUKUN Belum sepenuhnya mematuhi peraturan terkait yang ada. Ego sentris/sektoral. Ada perasaan benci, sentimen agama. Belum ikhlas dan sungguh-sungguh mematuhi terhadap ajaran agamanya . Salah faham, fanatisme sempit. Wawasan kurang luas. Doktrinasi internal agama. Kurang tersosialisasinya peraturan PBM No. 9 dan No. 8 Tahun 2006 dan lainnya. Tidak paham UU No. 32 Tahun 24 terkait kewajiban daerah dan KDH Adanya politisasi agama dan kepentingan pribadi.
UPAYA-UPAYA MENDORONG KERUKUNAN NASIONAL • Memperkuat landasan/dasar-dasar (aturan/etika bersama) tentang kerukunan internal dan antar umat beragama,serta mendorong agar pemahaman keagamaan senantiasa selaras dengan pemahaman dan wawasan kebangsaan Indonesia. Menjadikan Pancasila dan UUD 1945 sebagai elan pemersatu di antara berbagai kelompok agama, politik, adat, dan masyarakat sipil lainnya • Menciptakan suasana kehidupan beragama yang kondusif dalam rangka memantapkan pendalaman dan penghayatan agama serta pengamalan agama yang mendukung bagi pembinaan kerukunan hidup intern dan antar umat beragama. dalam bingkai NKRI. • Menumbuhkan toleransi dan multikulturalisme. Antara lain: co-existence, awarness, mutual learning, understanding, respect, dan value and celebration. • Mendorong lahirnya kebijakan publik dalam rangka membangun kerukunan dan kebebasan beragama. • Mendorong kelompok masyarakat sipil yang secara konsisten membangun harmoni dan kebersamaan
BAGAIMANA PERAN LEMBAGA KEAGAMAAN? • Rekonstruksi sejarah keagamaan yang dapat menginspirasi toleransi • Rekonstruki tafsir keagamaan yang toleran sebagai anti-tesa terhadap tafsir keagamaan keagamaan yang toleran • Rekonstruksi sikap keagamaan yang membangun harmoni dan gotong royong di tengah kebhinekaan • Rekonstruksi paham keagamaan yang mengedepankan dimensi kemanusiaan
Peningkatanperanfkub • Tertatanya sistem dan manajemen kelembagaan (organisasi FKUB) yang dapat memberikan pelayanan fungsional secara maksimal. • Terbinanya suasana yang kondusif yang didukung oleh koordinasi & kerjasama yang harmonis antar semua pihak terkait dalam pembinaan dan pemeliharaan KUB. • Tercipta suasana kehidupan keagamaan yang kondusif bagi upaya pemahaman, penghayatan dan pengamalan ajaran agama serta tumbuhnya saling pengertian, partisipasi dan kerjasama umat beragama, yang mendukung bagi pembinaan dan pemeliharaan KUB. • Terciptanya suasana yang kondusif bagi FKUB dalam memberdayakan diri dalam melaksanakan tugas, fungsi dan tanggung jawab guna memelihara KUB. • Terbinanya suasana kondusif dalam pendirian rumah ibadat sesuai semangat PBM No. 9 dan No. 8 Tahun 2006, dengan saling memahami, saling pengertian dan partisipasi semua pihak guna memelihara KUB • Memetakan akar penyebab persoalan dari pihak-pihak yang secara langsung dan tidak langsung terlibat dalam persoalan tempat ibadat. • Melakukan dialog antar para tokoh agama dan unsur yang terlibat dalam persoalan tempat ibadat. • Mengupayakan kompromi dan kesepakatan antar pihak2 yang terlibat dalam persoalan tempat tempat ibadat serta mencari solusi dalam penyelesaian permasalahan Rumah Ibadat.
LANGKAH TINDAK LANJUT MENINGKATKAN PEMAHAMAN PROSEDUR PENDIRIAN RUMAH IBADAT SESUAI PBM NO. 9 DAN NO. 8 TAHUN 2006 KEPADA APARAT PEMERINTAH DAERAH SAMPAI KE KEPALA DESA/LURAH, PIHAK KEAMANAN, PENGURUS FKUB DAN MASYARAKAT LUAS TERMASUK PANITIA PEMBANGUNAN RUMAH IBADAT. MELAKUKAN SOSIALISASI SECARA TERUS-MENERUS PBM NO. 9 DAN NO. 8 TAHUN 2006 KEPADA SELURUH APARAT TERKAIT TERMASUK KEPADA CAMAT, LURAH/KEPALA DESA DAN MASYARAKAT LUAS. MENINGKATKAN KOORDINASI DENGAN KEMENTERIAN AGAMA , POLRI DAN PEMERINTAH DAERAH. MENDORONG PERAN DEWAN PENASEHAT FKUB UNTUK PEMBERDAYAAN FKUB. MENDORONG PEMERINTAH DAERAH UNTUK AKTIF DAN CEPAT MERESPON SETIAP MUNCULNYA PERSOALAN AKIBAT PENDIRIAN RUMAH IBADAT. MENGAWAL PROSES PEMBAHASAN RUU KERUKUNAN YANG MENJADI INISIATIF DPR, AGAR SUBSTANI PENGATURANNYA SEJALAN DENGAN ISI PBM.
KESIMPULAN • Menjaga kerukunan antar umat beragama menjadi tugas masyarakat, pemerintah daerah dan pemerintah • Kerukunan antar umat beragama adalah kebutuhan dari masyarakat bukan kepentingan semata dari pemerintah, sehingga inisiatif pembangunan kerukunan harus melekat didalam masyarakat • Pemerintah menjadi fasilitator dalam rangka menyelenggarakan dan mendorong terwujudnya kerukunan antar umat beragama