400 likes | 1.02k Views
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2002 TENTANG PENYIARAN. BAB I ketentuan umum Pasal 1.
E N D
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2002TENTANGPENYIARAN
BAB Iketentuan umumPasal 1 • Siaran adalah pesan atau rangkaian pesan dalam bentuk suara, gambar, atau suara dan gambar atau yang berbentuk grafis, karakter, baik yang bersifat interaktif maupun tidak, yang dapat diterima melalui perangkat penerima siaran. • Penyiaran adalah kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana pemancaran dan/atau sarana transmisi di darat, di laut atau di antariksa dengan menggunakan spektrum frekuensi radio melalui udara, kabel, dan/atau media lainnya untuk dapat diterima secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat penerima siaran. • Penyiaran radio adalah media komunikasi massa dengar, yang menyalurkan gagasan dan informasi dalam bentuk suara secara umum dan terbuka, berupa program yang teratur dan berkesinambungan. Penyiaran televisi adalah media komunikasi massa dengar pandang, yang menyalurkan gagasan dan informasi dalam bentuk suara dan gambar secara umum, baik terbuka maupun tertutup, berupa program yang teratur dan berkesinambungan. • Siaran iklan adalah siaran informasi yang bersifat komersial dan layanan masyarakat tentang tersedianya jasa, barang, dan gagasan yang dapat dimanfaatkan oleh khalayak dengan atau tanpa imbalan kepada lembaga penyiaran yang bersangkutan.
Siaraniklanadalahsiaraninformasi yang bersifatkomersialdanlayananmasyarakattentangtersedianyajasa, barang, dangagasan yang dapatdimanfaatkanolehkhalayakdenganatautanpaimbalankepadalembagapenyiaran yang bersangkutan. • Siaraniklanniagaadalahsiaraniklankomersial yang disiarkanmelaluipenyiaran radio atautelevisidengantujuanmemperkenalkan, memasyarakatkan, dan/ataumempromosikanbarangataujasakepadakhalayaksasaranuntukmempengaruhikonsumen agar menggunakanproduk yang ditawarkan. • Siaraniklanlayananmasyarakatadalahsiaraniklannonkomersial yang disiarkanmelaluipenyiaran radio atautelevisidengantujuanmemperkenalkan, memasyarakatkan, dan/ataumempromosikangagasan, cita-cita, anjuran, dan/ataupesan-pesanlainnyakepadamasyarakatuntukmempengaruhikhalayak agar berbuatdan/ataubertingkahlakusesuaidenganpesaniklantersebut.
Spektrumfrekuensi radio adalahgelombangelektromagnetik yang dipergunakanuntukpenyiarandanmerambatdiudarasertaruangangkasatanpasaranapenghantarbuatan, merupakanranahpublikdansumberdayaalamterbatas. • Lembagapenyiaranadalahpenyelenggarapenyiaran, baiklembagapenyiaranpublik, lembagapenyiaranswasta, lembagapenyiarankomunitasmaupunlembagapenyiaranberlangganan yang dalammelaksanakantugas, fungsi, dantanggungjawabnyaberpedomanpadaperaturanperundang-undangan yang berlaku. • Sistempenyiarannasionaladalahtatananpenyelenggaraanpenyiarannasionalberdasarkanketentuanperaturanperundang-undangan yang berlakumenujutercapainyaasas, tujuan, fungsi, danarahpenyiarannasionalsebagaiupayamewujudkancita-citanasionalsebagaimanatercantumdalamPancasiladanUndang-UndangDasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
11. Tatanan informasi nasional yang adil, merata, dan seimbang adalah kondisi informasi yang tertib, teratur, dan harmonis terutama mengenai arus informasi atau pesan dalam penyiaran antara pusat dan daerah, antarwilayah di Indonesia, serta antara Indonesia dan dunia internasional. 12. Pemerintah adalah Menteri atau pejabat lainnya yang ditunjuk oleh Presiden atau Gubernur. 13. Komisi Penyiaran Indonesia adalah lembaga negara yang bersifat independen yang ada di pusat dan di daerah yang tugas dan wewenangnya diatur dalam Undang-undang ini sebagai wujud peran serta masyarakat di bidang penyiaran. 14. Izin penyelenggaraan penyiaran adalah hak yang diberikan oleh negara kepada lembaga penyiaran untuk menyelenggarakan penyiaran.
BAB IIASAS, TUJUAN, FUNGSI, DAN ARAH Pasal 2 Penyiaran diselenggarakan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dengan asas manfaat, adil dan merata, kepastian hukum, keamanan, keberagaman, kemitraan, etika, kemandirian, kebebasan, dan tanggung jawab. Pasal 3 Penyiaran diselenggarakan dengan tujuan untuk memperkukuh integrasi nasional, terbinanya watak dan jati diri bangsa yang beriman dan bertakwa, mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum, dalam rangka membangun masyarakat yang mandiri, demokratis, adil dan sejahtera, serta menumbuhkan industri penyiaran Indonesia. Pasal 4 (1) Penyiaran sebagai kegiatan komunikasi massa mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan yang sehat, kontrol dan perekat sosial. (2) Dalam menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), penyiaran juga mempunyai fungsi ekonomi dan kebudayaan.
Pasal 5 Penyiarandiarahkanuntuk : • menjunjungtinggipelaksanaanPancasiladanUndang-UndangDasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; • menjagadanmeningkatkanmoralitasdannilai-nilai agama sertajatidiribangsa; • meningkatkankualitassumberdayamanusia; • menjagadanmempereratpersatuandankesatuanbangsa; • meningkatkankesadaranketaatanhukumdandisiplinnasional; • menyalurkanpendapatumumsertamendorongperanaktifmasyarakatdalampembangunannasionaldandaerahsertamelestarikanlingkunganhidup; • mencegahmonopolikepemilikandanmendukungpersaingan yang sehatdibidangpenyiaran; • mendorongpeningkatankemampuanperekonomianrakyat, mewujudkanpemerataan, danmemperkuatdayasaingbangsadalam era globalisasi; • memberikaninformasi yang benar, seimbang, danbertanggungjawab; • memajukankebudayaannasional.
BAB IIIPENYELENGGARAAN PENYIARANBagian PertamaUmum Pasal 6 (1) Penyiaran diselenggarakan dalam satu sistem penyiaran nasional. (2) Dalam sistem penyiaran nasional sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Negara menguasai spektrum frekuensi radio yang digunakan untuk penyelenggaraan penyiaran guna sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. (3) Dalam sistem penyiaran nasional terdapat lembaga penyiaran dan pola jaringan yang adil dan terpadu yang dikembangkan dengan membentuk stasiun jaringan dan stasiun lokal. (4) Untuk penyelenggaraan penyiaran, dibentuk sebuah komisi penyiaran.
Bagian KeduaKomisi Penyiaran Indonesia Pasal 7 (1) Komisi penyiaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) disebut Komisi Penyiaran Indonesia, disingkat KPI. (2) KPI sebagai lembaga negara yang bersifat independen mengatur hal-hal mengenai penyiaran. (3) KPI terdiri atas KPI Pusat dibentuk di tingkat pusat dan KPI Daerah dibentuk di tingkat provinsi. (4) Dalam menjalankan fungsi, tugas, wewenang dan kewajibannya, KPI Pusat diawasi oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, dan KPI Daerah diawasi oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi.
Pasal 8 (1) KPI sebagaiwujudperansertamasyarakatberfungsimewadahiaspirasisertamewakilikepentinganmasyarakatakanpenyiaran. (2) Dalammenjalankanfungsinyasebagaimanadimaksuddalamayat (1), KPI mempunyaiwewenang: • menetapkanstandar program siaran; • menyusunperaturandanmenetapkanpedomanperilakupenyiaran; • mengawasipelaksanaanperaturandanpedomanperilakupenyiaransertastandar program siaran; • memberikansanksiterhadappelanggaranperaturandanpedomanperilakupenyiaransertastandar program siaran; • melakukankoordinasidan/ataukerjasamadenganPeme-rintah, lembagapenyiaran, danmasyarakat.
(3) KPI mempunyaitugasdankewajiban : • menjaminmasyarakatuntukmemperolehinformasi yang layakdanbenarsesuaidenganhakasasimanusia; • ikutmembantupengaturaninfrastrukturbidangpenyiaran; • ikutmembanguniklimpersaingan yang sehatantarlembagapenyiarandanindustriterkait; • memeliharatatananinformasinasional yang adil, merata, danseimbang; • menampung, meneliti, danmenindaklanjutiaduan, sang-gahan, sertakritikdanapresiasimasyarakatterhadappenye-lenggaraanpenyiaran; dan • menyusunperencanaanpengembangansumberdayamanusia yang menjaminprofesionalitasdibidangpenyiaran.
Pasal 9 (1) Anggota KPI Pusatberjumlah 9 (sembilan) orangdan KPI Daerah berjumlah 7 (tujuh) orang. (2) Ketuadanwakilketua KPI dipilihdaridanolehanggota. (3) Masajabatanketua, wakilketuadananggota KPI Pusatdan KPI Daerah 3 (tiga) tahundandapatdipilihkembalihanyauntuk 1 (satu) kali masajabatanberikutnya. (4) KPI dibantuolehsebuahsekretariat yang dibiayaiolehnegara. (5) Dalammelaksanakantugasnya, KPI dapatdibantuolehtenagaahlisesuaidengankebutuhan. (6) Pendanaan KPI PusatberasaldariAnggaranPendapatandanBelanja Negara danpendanaan KPI Daerah berasaldariAnggaranPendapatandanBelanja Daerah.
Pasal 10 (1) Untukdapatdiangkatmenjadianggota KPI harusdipenuhisyaratsebagaiberikut: • warganegaraRepublik Indonesia yang bertakwakepadaTuhan Yang MahaEsa; • setiakepadaPancasiladanUndang-UndangDasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; • berpendidikansarjanaataumemilikikompetensiintelektual yang setara; • sehatjasmanidanrohani; • berwibawa, jujur, adil, danberkelakuantidaktercela; • memilikikepedulian, pengetahuandan/ataupengalamandalambidangpenyiaran; • tidakterkaitlangsungatautidaklangsungdengankepemilik-an media massa; • bukananggotalegislatifdanyudikatif; • bukanpejabatpemerintah; dan • nonpartisan.
(2) Anggota KPI PusatdipiliholehDewanPerwakilan Rakyat Republik Indonesia dan KPI Daerah dipiliholehDewanPerwakilan Rakyat Daerah Provinsiatasusulmasyarakatmelaluiujikepatutandankelayakansecaraterbuka. (3) Anggota KPI PusatsecaraadministratifditetapkanolehPresidenatasusulDewanPerwakilan Rakyat Republik Indonesia dananggota KPI Daerah secaraadministratifditetapkanolehGubernuratasusulDewanPerwakilan Rakyat Daerah Provinsi. (4) Anggota KPI berhentikarena: • masajabatanberakhir; • meninggaldunia; • mengundurkandiri; • dipidanapenjaraberdasarkanputusanpengadilan yang memperolehkekuatanhukumtetap; atau • tidaklagimemenuhipersyaratansebagaimanadimaksuddalamayat (1).
Pasal 11 (1) Apabila anggota KPI berhenti dalam masa jabatannya karena alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (4) huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e, yang bersangkutan digantikan oleh anggota pengganti sampai habis masa jabatannya. (2) Penggantian anggota KPI Pusat secara administratif ditetapkan oleh Presiden atas usul Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan anggota KPI Daerah secara administratif ditetapkan oleh Gubernur atas usul Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi. (3) Ketentuan mengenai tata cara penggantian anggota KPI sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut oleh KPI.
Pasal 12 Ketentuan lebih lanjut mengenai pembagian kewenangan dan tugas KPI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, pengaturan tata hubungan antara KPI Pusat dan KPI Daerah, serta tata cara penggantian anggota KPI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ditetapkan dengan Keputusan KPI Pusat.
Bagian KetigaJasa PenyiaranPasal 13 (1) Jasapenyiaranterdiriatas: a. jasapenyiaran radio; dan b. jasapenyiarantelevisi. (2) Jasapenyiaransebagaimanadimaksuddalamayat (1) diselengga-rakanoleh: • LembagaPenyiaranPublik; • LembagaPenyiaranSwasta; • LembagaPenyiaranKomunitas; dan • LembagaPenyiaranBerlangganan.
Bagian KeempatLembaga Penyiaran PublikPasal 14 (1) Lembaga Penyiaran Publik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) huruf a adalah lembaga penyiaran yang berbentuk badan hukum yang didirikan oleh negara, bersifat independen, netral, tidak komersial, dan berfungsi memberikan layanan untuk kepentingan masyarakat. (2) Lembaga Penyiaran Publik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terdiri atas Radio Republik Indonesia dan Televisi Republik Indonesia yang stasiun pusat penyiarannya berada di ibukota Negara Republik Indonesia. (3) Di daerah provinsi, kabupaten, atau kota dapat didirikan Lembaga Penyiaran Publik lokal. (4) Dewan pengawas dan dewan direksi Lembaga Penyiaran Publik dibentuk sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(5) Dewan pengawas ditetapkan oleh Presiden bagi Radio Republik Indonesia dan Televisi Republik Indonesia atas usul Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia; atau oleh Gubernur, Bupati, atau Walikota bagi Lembaga Penyiaran Publik lokal atas usul Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, setelah melalui uji kepatutan dan kelayakan secara terbuka atas masukan dari pemerintah dan/atau masyarakat. (6) Jumlah anggota dewan pengawas bagi Radio Republik Indonesia dan Televisi Republik Indonesia sebanyak 5 (lima) orang dan dewan pengawas bagi Lembaga Penyiaran Publik Lokal sebanyak 3 (tiga) orang. (7) Dewan direksi diangkat dan ditetapkan oleh dewan pengawas. (8) Dewan pengawas dan dewan direksi Lembaga Penyiaran Publik mempunyai masa kerja 5 (lima) tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk 1 (satu) kali masa kerja berikutnya. (9) Lembaga Penyiaran Publik di tingkat pusat diawasi oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Lembaga Penyiaran Publik di tingkat daerah diawasi oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. (10) Ketentuan lebih lanjut mengenai Lembaga Penyiaran Publik disusun oleh KPI bersama Pemerintah.
Pasal 15 (1) SumberpembiayaanLembagaPenyiaranPublikberasaldari : • iuranpenyiaran; • AnggaranPendapatandanBelanja Negara atauAnggaranPendapatandanBelanja Daerah; • sumbanganmasyarakat; • siaraniklan; dan • usaha lain yang sah yang terkaitdenganpenyelenggaraanpenyiaran. (2) Setiapakhirtahunanggaran, LembagaPenyiaranPublikwajibmembuatlaporankeuangan yang diauditolehakuntanpublikdanhasilnyadiumumkanmelalui media massa.
Bagian KelimaLembaga Penyiaran SwastaPasal 16 (1) Lembaga Penyiaran Swasta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) huruf b adalah lembaga penyiaran yang bersifat komersial berbentuk badan hukum Indonesia, yang bidang usahanya hanya menyelenggarakan jasa penyiaran radio atau televisi. (2) Warga negara asing dilarang menjadi pengurus Lembaga Penyiaran Swasta, kecuali untuk bidang keuangan dan bidang teknik.
KASUS… EKONOMI & KEUANGAN - selasa 29 Maret 2011 | 01:25 KAIP Pertanyakan Soal Monopoli Media Penyiaran Jakarta, Pelita Tim Komite Advokasi untuk Independen Penyiaran (KAIP) mendatangi Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Mereka mempertanyakan rencana merger SCTV dan Indosiar serta kepemilikan media penyiaran yang cenderung berpusat di satu pemilik atau korporasi. Kami mengadukan (merger ini) ke KPI agar memberikan solusi kepada pihak-pihak yang terkait akan dilaksanakan (merger ini) untuk diberikan solusi, kata anggota KAIP Wirawan Adnan yang dihubungi di Jakarta, Senin (28/3). KAIP mempertanyakan rencana merger dua stasiun televisi nasional antara SCTV dan Indosiar dan kepemilikan Media Nusantara Citra (MNC) yang mengendalikan 99 persen saham RCTI, 99 persen saham Global TV dan 75 persen saham MNC.
Demikian juga dengan Viva Media yang memegang kendali ANTV dan TVOne serta Trans Corporation yang memiliki TransTV dan Trans7. KAIP menilai, kepemilikan lembaga penyiaran swasta seperti televisi dikhawatirkan memunculkan pemusatan usaha. Selain itu, penyebaran informasi yang akan dilakukan dua stasiun televisi yang dipegang satu orang saja ditakutkan terjadi semena-mena. Selama ini, telah terjadi pelangaran UU Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran namun didiamkan oleh pemerintah, kata Adnan. Anggota KPI Bidang Infrastruktur Penyiaran Iswandi Syahputra membenarkan sejumlah pengacara telah mendatangi kantornya mempertanyakan merger yang terjadi di lembaga penyiaran di Indonesia. Hal ini yang terjadi pada rencana merger SCTV dengan Indosiar yang masih dalam proses pembicaraan antara Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam), dan KPI. Sampai saat ini belum ada keputusan apakah (merger) dibenarkan atau tidak, ungkap Iswandi.Kekhawatiran ketidakadilan akan muncul, ujar Iswandi, tatkala merger SCTV dan Indosiar tidak disetujui pemerintah. Karena, tiga kelompok media sebelumnya tidak dipermasalahkan kepemilikannya oleh pemerintah.
Untuk itu, KPI mendorong kasus ini diselesaikan melalui pengadilan agar transparan. Kelak, keputusan pengadilan bisa dijadikan dasar hukum yurisprudensi untuk kasus-kasus sebelumnya, jelasnya. Adnan menambahkan, rencananya KAIP akan menemui Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). Menurutnya, gugatan yang dilakukan KAIP mewakili kepentingan rakyat dan hal ini dibolehkan dalam konstitusi. KAIP terdiri dari Wirawan Adnan, Soleh Amin, Lutfi Hakim, dan Munarman sebagai koordinator.(dew) Terkait dengan undang-undang Penyiaran No 32 tahun 2002 pasal 5 (g) yang berbunyi mencegah monopoli kepemilikan dan mendukung persaingan yang sehat dalam bidang penyiaran. Namun pada kenyataanya, kondisi persaingan lembaga penyiaran di Indonesia saat ini mulai menunjukkan pada arah yang kurang sehat. Seperti yang terjadi pada lembaga penyiaran Media Nusantara Citra (MNC) dengan mendominasi kepemilikan saham PT Rajawali Citra Televisi Indonesia (RCTI), Global Informasi Bermutu (GIB), Citra Televisi Pendidikan Indonesia (Citra TPI), PT MNC Network (MNCN).
ANALISA KASUS… • Perusahaan (Media Nusantara Citra) memiliki, baik langsung maupun tidak langsung, lebih dari 50% saham anak perusahaan berikut: (sumber; catatan atas laporan keuangan konsolidasi PT. Media Nusantara Citra Tbk tahun 2009 dan 2010) • Terkait pada keterangan yang diperoleh pada lampiran laporan keuangan konsolidasi tersebut terbukti bahwa PT Media Nusantara Citra menguasai lebih dari 50 % dari saham perusahaan anak perusahaannya. • Berdasarkan prospektusnya, perseroan merupakan integrated media company. Anak usahanya meliputi tiga stasiun televisi, yaitu RCTI, Global TV, dan TPI. Selain itu ada jaringan radio yang terdiri dari Trijaya Network, Radio ARH, dan Radio Dangdut TPI. Sementara media cetak yang dimiliki MNC antara lain Harian Sindo, Tabloid Genie, dan Tabloid Realita. Tidak hanya itu, perusahaan ini juga menguasai 100% saham situs okezone.com.
Hal ini mengindikasikan adanya pemusatan atau sentralisasi kepemilikan beberapa bentuk lembaga penyiaran pada satu naungan perusahaan yang dalam hal ini adaalah PT Media Nusantara Citra Tbk. Ketika terjadi kecenderungan sentralisasi maka kekuasaan berada pada tangan satu pihak (monopoli) dan nyatalah bahwa permasalahan ini berbenturan dengan Undang-undang Penyiaran NO 32 tahun 2002 pasal 5 (g). • Pengertian monopoli menurut Undang-Undang Nomor 5 Tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat BAB 1 Ketentuan Umum Pasal 1 poin 1 berbunyi “monopoli adalah penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha.” • Lebih lanjut tentang praktek monopoli dijelaskan dalam Pasal 1 poin 1 berbunyi “Praktek monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum.”
Padahal, praktikmonopolitidakdibenarkandalamUndang-UndangPenyiaranNomor 32 Tahun 2002 dandidukungolehmenurutUndang-UndangNomor 5 TentangLaranganPraktekMonopoli Dan Persaingan Usaha TidakSehat BAB IV Kegiatan Yang DilarangBagianPertamaMonopoliPasal 17 yang berbunyi: (1) Pelakuusahadilarangmelakukanpenguasaanatasproduksidanataupemasaranbarangdanataujasa yang dapatmengakibatkanterjadinyapraktekmonopolidanataupersainganusahatidaksehat. (2) Pelakuusahapatutdidugaataudianggapmelakukanpenguasaanatasproduksidanataupemasaranbarangdanataujasasebagaimanadimaksuddalamayat (1) apabila: a. barangdanataujasa yang bersangkutanbelumadasubstitusinya; atau b. mengakibatkanpelakuusaha lain tidakdapatmasukkedalampersainganusahabarangdanataujasa yang sama; atau c. satupelakuusahaatausatukelompokpelakuusahamenguasailebihdari 50% (lima puluhpersen) pangsapasarsatujenisbarangataujasatertentu.
Tindakan PT MNC terkait dengan kepemilikan saham yang mendominasi tersebut sangat tidak sejalan dengan Undang-Undang Nomor 5 Tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat BAB V POSISI DOMINAN Bagian Ketiga Pemilikan Saham Pasal 27yang berbunyi: Pelaku usaha dilarang memiliki saham mayoritas pada beberapa perusahaan sejenis yang melakukan kegiatan usaha dalam bidang yang sama pada pasar bersangkutan yang sama, atau mendirikan beberapa perusahaam yang memiliki kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan yang sama, apabila kepemilikan tersebut mengakibatkan: a. satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% (lima puluh persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu; b. dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 75% (tujuh puluh lima persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
Bergabungnya TPI ke PT MNC bisa mengakibatkan adanya tindakan monopoli jika dikaitkan dengan Undang-Undang Nomor 5 Tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Bagian Keempat Penggabungan, Peleburan, dan Peingambilalihan Pasal 28yang berbunyi (1) Pelaku usaha dilarang melakukan penggabungan atau peleburan badan usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. (2) Pelaku usaha dilaragg melakukan pengambilalihan saham perusahaan lain apabila tindakan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penggabungan atau peleburan badan usaha yang dilarang sebagaimana dimaksud ayat (1), dan ketentuan mengenai pengambilalihan saham perusahaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Dominasi kepemilikan saham yang mengarah pada tindakan monopoli yang dilakukan oleh PT MNC dapat dikaitkan dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2005 Tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Swasta Bab V Pembatasan Kepemilikan Dan Penguasaan Serta Kepemilikan Silang Bagian Pertama Pembatasan Kepemilikan dan Penguasaan Paragraf 2 Jasa Penyiaran Televisi Pasal 32 yang berbunyi: (1) Pemusatan kepemilikan dan penguasaan Lembaga Penyiaran Swasta jasa penyiaran televisi oleh 1 (satu) orang atau 1 (satu) badan hukum, baik di satu wilayah siaran maupun di beberapa wilayah siaran, di seluruh wilayah Indonesia dibatasi sebagai berikut: a. 1 (satu) badan hukum paling banyak memiliki 2 (dua) izin penyelenggaraan penyiaran jasa penyiaran televisi, yang berlokasi di 2 (dua) provinsi yang berbeda; b. paling banyak memiliki saham sebesar 100% (seratus perseratus) pada badan hukum ke-1 (kesatu); c. paling banyak memiliki saham sebesar 49% (empat puluh sembilan perseratus) pada badan hukum ke-2 (kedua);
d. paling banyak memiliki saham sebesar 20% (dua puluh perseratus) pada badan hukum ke-3 (ketiga); e. paling banyak memiliki saham sebesar 5% (lima perseratus) pada badan hokum ke-4 (keempat) dan seterusnya; f. badan hukum sebagaimana dimaksud pada huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e. berlokasi di beberapa wilayah provinsi yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. (2) Pengecualian terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, huruf d, dan huruf e, memungkinkan kepemilikan saham sebesar 100% (seratus perseratus) untuk Lembaga Penyiaran Swasta jasa penyiaran televisi yang berada di daerah perbatasan wilayah nasional dan/atau daerah terpencil.
(3) Pengecualian terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, huruf d, dan huruf e, memungkinkan kepemilikan saham lebih dari 49% (empat puluh sembilan perseratus) dan paling banyak 90% (sembilan puluh perseratus) pada badan hukum ke-2 (kedua) dan seterusnya hanya untuk Lembaga Penyiaran Swasta yang telah mengoperasikan sampai dengan jumlah stasiun relai yang dimilikinya sebelum ditetapkannya Peraturan Pemerintah ini. (4) Kepemilikan Lembaga Penyiaran Swasta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa saham yang dimiliki oleh paling sedikit 2 (dua) orang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat ditinjau kembali untuk disesuaikan dengan perkembangan teknologi dan kebutuhan informasi masyarakat.
Merujuk pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. PT Media Nusantara Citra terbukti melanggar aturan, berdasarkan lampiran laporan keuangan konsolidasi yang menyatakan bahwa PT Media Nusantara Citra menguasai lebih dari 50 % dari saham perusahaan anak perusahaannya. • Dominasi kepemilikan saham yang mengarah pada tindakan monopoli yang dilakukan oleh PT MNC dapat dikaitkan dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2005 Tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Swasta Bab V Pembatasan Kepemilikan Dan Penguasaan Serta Kepemilikan Silang Bagian Pertama Pembatasan Kepemilikan dan Penguasaan Paragraf 2 Jasa Penyiaran Televisi Pasal 32. • Menyangkut dengan pasal 5 ayat 7 yang berbunyi penyiaran diarahkan untuk “mencegah monopoli kepemilikan dan mendukung persaingan yang sehat dalam bidang penyiaran” . dan pasal 8 ayat 3 poin C, mengenai tugas dan kewajiban KPI ” ikut membangun iklim persaingan yang sehat antar lembaga penyiaran dan industri terkait”. Pada kasus ini KPI belum menjalankan tugas dan kewajibannya membangun persaingan yang sehat dalam lembaga penyiaran, terbukti dengan adanya praktek monopoli dalam lembaga penyiaran, dengan adanya dominasi kepemilikan saham.
Seharusnya KPI mengambil sikap, secara tegas mempertanyakan kekeliruan yang terjadi pada PT. MNC sebagahai bentuk dari tugas dan kewajiban KPI membangun iklim persaingan yang sehat antar lembaga penyiaran dan industri terkait. Adanya Peraturan Pemerintah No. 50 tahun 2005 tentang Lembaga Penyiaran Swasta diberlakukan, maka KPI akan menjadikannya dasar hukum untuk menindak stasiun televisi yang melakukan praktek monopoli dalam penyiaran. Jika stasiun televisi tidak mematuhi, maka KPI akan memperkarakan pelanggaran tersebut secara hukum dengan sanksi terberat berupa pencabutan izin siaran melalui putusan pengadilan • Perusahaan tersebut hendaknya mematuhi Undang-Undang tentang penyiaran dengan kesadaran sendiri tanpa ada peringatan dari KPI. Sehingga setiap Perusahaan penyiaran tidak melakukan praktek monopoli yang menyebabkan ketidakseimbangan pasar. Pengamatan kami dalam hal ini, Perusahaan yang bergerak dalam penyiaran baru mematuhi Undang-Undang mengenai penyiaran setelah KPI melayangkan surat peringatan tegas atau mendapat kritikan dari masyarakat. Jika tidak, mereka terkesan tidak mengindahkannya.