180 likes | 467 Views
MANUSIA MENGAKUI DIRI DAN YANG LAIN SEBAGAI SUBSTANSI DAN SUBJEK Pertemuan 02. Matakuliah : L0082 - Filsafat Manusia Tahun : 2007. FILSAFAT MANUSIA.
E N D
MANUSIA MENGAKUI DIRI DAN YANG LAINSEBAGAI SUBSTANSI DAN SUBJEKPertemuan 02 Matakuliah : L0082 - Filsafat Manusia Tahun : 2007
FILSAFAT MANUSIA • Membantu para mahasiswa agar semakin memiliki wawasan pengetahuan/pemahaman yang lebih luas, lengkap dan mendalam tentang manusia sebagai misteri dalam ziarah intelektualnya sebagai seorang ilmuwan psikolog. 3
Ruang Lingkup Filsafat Manusia • Pengantar Filsafat Manusia • Dimensi-Dimensi Aku • Eksistensi dan Dinamika Aku 4
BAB IIMANUSIA MENGAKUI DIRI DAN YANG LAINSEBAGAI SUBSTANSI DAN SUBJEK
Pandangan tentang Titik Tolak Filsafat Manusia • Filsuf-filsuf yang tolak kemutlakan apa pun (Skeptis/Para Sensis Inggris: Hobbes, Locke, Hume/Bergson/Positivistis: A. Comte, H. Spencer). • Kant: harus ada syarat minimal yang mutlak perlu, agar pengetahuan akan manusia mungkin. Manusia punya sistem klasifikasi/kategori (oleh panca indra dan budi) yg terangkum dalam kesadaran. Cogito, Ich denke: Aku berpikir. Maka muncul Aku Transendental/Ego Transendentale: ide yang tak diketahui isinya.
Filsuf terima substansi mutlak/arti sempit (Monisme Eleatis: Parmenides/Descartes: kesadaran subjektif, cogito ergo sum/Spinoza: hanya Tuhan Substansi Ilahi, manusia tidak, hanya cara berada/Malebrance dan Leibnitz: manusia terima ide dunia luar sejak lahir/Kaum Idealis: Fichte, Scheling, Hegel: hanya ada Aku Absolut, Manusia individual hanya momen atau unsur dalam perkembangan kesadaran Aku mutlak/Fenomenologi: kesadaran bersifat intensional-reduksi fenomenologis-reduksi transendental untuk capai kesadaran transental.
Pendapat lebih seimbang: Neo Tomisme Modern (Karl Rahner, A. Marc, Lotz) mengatakan adanya Yang Lain ditemukan berdasarkan kesatuan Subjek dgn Objek/Eksistensialis (Kierkegaard, Heidegger, Jaspers, Marcel, Satre) Tidak boleh buat abstraksi atas realitas, sebab kenyataan dietmukan dalam pengalaman personal atau pribadi dalam relasi manusia dengan Yang Lain di dunia, kepastian ini membuat manusia disebut eksistensi.
Psikologi Eksperimental dan Klinis: Psikologi Positif ini punya aneka pandangan tentang diri, aku, dll. Namun sering dipengaruhi kuat oleh Filsafat Manusia tertentu dan sesuai dengan itu Psikologi pun mengakui substansialitas Manusia atau tidak, menerima pengertian substansialitas orang lain atau tidak.
Manusia Sadar Diri sebagai “AKU” Otonom • Aku: titik tolak Filsafat Manusia. Semua gejala, pengertian, perasaan, aktivitas, rencana, keputusan, pelaksanaan dihubungkan dengan Aku, lalu menjadi pikiranku-kamarku-mejaku, bajuku dll. Aku merupakan fenomena sentral. Contoh: saya sadar akan buku yang sedang saya baca, di dalamnya saya sadar bahwa saya sedang membaca, dan saya sadar akan kesadaran itu. • Aku Berada: pengakuan akan Aku Sentral tak disangkal lagi. Kalau disangkal, tetap Aku yang menyangkalnya. Kita tinggal diam/bungkam.
Karena pengakuan itu tak disangkal, Aku menjadi data induk, fakta mutlak/absolut. Aku tidak tersangkal, tidak boleh tidak ada, baik menurut adanya maupun menurut pemahamannya. Saya sadar bhw AKU BERADA, dan selama saya mau meneruskan penyelidikan filosofis tentang manusia, tidak ada 1 orang pun yang dapat meyakinkan saya bahwa keliru. Saya temukan 1 fakta induk tak tergoncangkan lagi.
Akulah Substansi • Ketertentuan: kesadaran akan AKU bukan kosong, tapi berisi/padat. Aku sadar akan Aku-ku dengan ketertentuan dan batas diri. Aku diakui sebagai yang tertentu. Cogito aliquid, Akulah sesuatu yang tertentu. • Kesatuan Utuh: Aku identik dengan diriku, bukan yang lain. Aku: kesatuan utuh/tetap. Aku tak terbagi lawan diri sendiri, tidak sebagian kontra dengan keseluruhan, tak ada keterpecahan dalam diri. Pokoknya AKU itu Satu.
Berdikari: Aku tidak tambahan/bagian bagi keseluruhan lain yang lebih luas. Aku pusat berdikari, pusat kekuasaanku. Aku khusus/sendiri secara mutlak. Aku Unik, hanya Aku seperti Aku, dan tidak pernah ada yang lain seperti aku yang sadar diri sebagai aku Otonom. Aku serba asli/orisinal. • Substansi: Ketiga ciri itu bersama merupakan inti substansi. Aku bertahan terus menerus menurut kesendirian dan keaslian. Di bawah fenomen yang lain, ada fakta induk yang tetap, satu, berdiri sendiri, otonom, mandiri.
Akulah Subjek • Pengertian: Saya tahu betul diri sendiri. Dalam tiap kegiatan yang saya sadari, saya tegaskan diri, saya pikirkan diri sendiri. Lalu saya putuskan bahwa memang akulah Aku, cogito me ipsum. • Pilihan: Saya menghendaki diri sendiri, terima diri sendiri, setujui diri sendiri. Sy memilih dan memiliki diri sendiri dalam tiap putusan khusus tanpa menolak/membuang diri. Saya meng-ia-kan dan menetapkan diri saya.
Pelaksanaan: Pengakuan akan diri itu tidak hanya bersifat statis, tidak hanya menyaksikan/menonton/mengamati adanya saja. Namun bersifat dinamis-aktif: dengan mengakui diri, saya mengadakan diri dan menjamin kesatuan utuh. Adaku tergantung pengakuan itu dan dibuat olehnya. Jadi, saya juga berpraksis. • Subjek: Substansi yang sadar diri itu disebut subjek. Tapi subjek bukan dalam arti linguistik/logis, namun metafisis: sumber otonom dan sadar bagi segala gejala dan kegiatan.
Yang Lain Yang Otonom • Pada umumnya: Yang Lain. Aku berbeda dgn yang lain. Pengakuan akan diri sendiri memuat secara implisit kepastian: bahwa aku beda dari yang lain, aku bukan yang lain. Aku hanya “Aku ini” karena ada “Yang itu”. Yang lain juga tertentu. Maka pengakuan akan AKU sendiri menuntut pengakuan akan Yang Lain sebagai syarat mutlak.
Subjek Lain dan Yang Infra Subjektivitas • Pengakuan AKU memuat pengakuan akan Yang Lain. Akhiran-ku membedakan kesadaranku dari kesadaran-kesadaran lain. Aku beda dari Aku yang lain. Fakta Induk: kesadaran aku selalu memuat kesadaran juga akan Manusia Lain yang punya kesadaran diri sendiri, yang Subjek juga. • Jika Aku dan Orang Lain sebagai pusat-pusat otonom, maka ada juga substansi lain yang tidak sampai taraf keakuanku, bukan subjek. Pemakaian kata sadar menuntut adanya yang “tidak sadar”, dunia infra manusiawi.
Keanekaan Asali Aku-Yang Lain-Substansi Bukan Subjek: sama-sama fakta mutlak. Kesadaran akan Aku hanya dapat dipertahankan dalam konfrontasi/pembedaan dengan mereka yang lain. Kesadaran bukan tertutup pada diri sendiri, bukan sendirian saja. Sejak awal manusia temukan diri bersama dengan yang lain dan hidup dalam pluralitas/keanekaan induk atau asali.