E N D
A. Pengertian HAM • Hak asasi manusia merupakan hak dasar yang dimiliki oleh setiap manusia sebagai anugerah Tuhan yang melekat pada setiap diri manusia sejak lahir. Dalam perwujudannya, hak asasi manusia tidak dapat dilaksanakan secara mutak karena dapat melanggar hak asasi orang lain. Memperjuangkan hak sendiri dengan mengabaikan hak orang lain, merupakan tindakan yang tidak manusiawi. Kita wajib menyadari bahwa hak-hak asasi kita selalu berbatasan dengan hak-hak asasi orang lain, karena itulah ketaatan terhadap aturan menjadi penting. BAB IIIHAK ASASI MANUSIA
Beberapa pengertian dikemukakan oleh para tokoh atau yang terdapat dalam dokumen HAM dapat dikemukakan sebagai berikut: 1. John Locke (Two Treaties on Civil Government) Hak asasi manusia adalah hak yang dibawa sejak lahir yang secara kodrati melekat pada setiap manusia dan tidak dapat diganggu gugat (bersifat mutlak). 2. Koentjoro Poerbapranoto (1976) Hak asasi adalah hak yang bersifat asasi. Artinya, hak-hak yang dimiliki manusia nenurut kodratnya yang tidak dapat dipisahkan dari hakikatnya sehingga sifatnya suci.
3. UU No. 39 Tahun 1999 (Tentang Hak Asasi Manusia) • Hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
B. Macam-macam Hak Asasi Manusia Dewasa ini hak-hak asasi manusia mencakup beberapa bidang berikut: • Hak-hak Asasi Pribadi (personal rights), yaitu meliputi kebebasan menyatakan pendapat, kebebasan memeluk agama, kebebasan bergerak, dan sebagainya. • Hak-hak Asasi Ekonomi (property rights), yaitu hak untuk memiliki, membeli, dan menjual, serta memanfaatkan sesuatu. • Hak-hak Asasi Politik (politicalrights), yaitu hak ikut serta dalam pemerintahan, hak pilih (dipilih dan memilih dalam suatu pemilu), hak untuk mendirikan parpol, dan sebagainya.
Hak-hak Asasi untuk mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan (rights of legal equality). • Hak-hak Asasi Sosial dan Kebudayaan (social and cultural rights), yaitu meliputi hak untuk memilih pendidikan, hak untuk mengembangkan kebudayaan dan sebagainya. • Hak-hak Asasi manusia untuk mendapatkan perlakuan tata cara peradilan dan perlindungan (procedural rights). Misalnya, peraturan dalam hal penahanan, penangkapan, penggeledahahan, peradilan dan sebagainya.
C.Upaya Pemajuan, Penghormatan, dan Penegakan HAM Salah satu tonggak dalam upaya pemajuan, penghormatan dan penegakan hak asasi manusia yang telah mendapat perhatian dunia internasional, adalah ketika organisasi Persatuan Bangsa Bangsa (PBB) membentuk Komisi PBB untuk Hak Asasi Manusia pada 1946. Langkah untuk pemajuan, penghormatan dan penegakan HAM semakin nyata ketika Majelis Umum PBB mengeluarkan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights) pada 10 Desember 1948.
D.PERAN SERTA DALAM UPAYA PEMAJUAN, PENGHORMATAN, DAN PENEGAKAN HAM DI INDONESIA. • Peran serta dan upaya pemajuan, penghormatan dan penegakan HAM di Indonesia, tidak terlepas dari kesadaran internal atas perkembangan opini dunia terhadap masalah-masalah demokratisasi dan hak asasi manusia. Hal ini dapat kita lihat pada Pembuakaan UUD 1945 dan Batang Tubuhnya yang mencumkan prinsip-prinsip pelaksanaan HAM. • Dorongan eksternal, dapat kita cermati dari sorotan-sorotan yang dilakukan oleh negara-negara barat terhadap perkembangan hak asasi manusia di Indonesia. Selain itu, terdapat pula lembaga-lembaga independen seperti Human Rights Watch atau Amnesty International yang secara berkala membuat penilaian terhadap penegakan HAM dari berbagai belahan dunia. Penilaian semacam itu sesungguhnya bermakna positif bagi perkembangan penegakan HAM di Indonesia dalam rangka lebih menyempurnakan upaya-upaya nyata penegakan HAM di Indonesia.
Dalam perkembangan lebih lanjut, peran serta dan upaya pemajuan, penghormatan dan penegakan HAM di Indonesia dilakukan melalui hal-hal berikut : • Pada tanggal 7 Juni 1993, telah diupayakan berdirinya Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) sebagai tindak lanjut Lokakarya tentang HAM yang diselenggarakan oleh Departemen Luar Negeri RI dengan dukungan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB). Salah satu tujuan pembentukan Komnas HAM adalah untuk meningkatkan perlindungan hak asasi manusia. Demi mewujudkan tujuan tersebut, maka Komnas HAM melakukan rangkaian kegiatan antara lain : • Menyebarluaskan wawasan nasional dan internasional mengenai hak asasi manusia baik kepada masyarakat Indonesia maupun kepada masyarakat internasional • Mengkaji berbagai instrumen Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang hak asasi manusia dengan tujuan memberikan saran-saran mengenai kemungkinan aksesi dan/atau ratifikasinya. • Memantau dan menyelidiki pelaksanaan hak-hak asasi manusia serta memberikan pendapat, pertimbangan, dan saran kepada badan pemerintah negara mengenai pelaksanaan hak asasi manusia. • Mengadakan kerja sama regional dan internasional dalam rangka memajukan dan melindungi hak asasi manusia.
Paska Orde Baru (era reformasi), perhatian terhadap upaya pemajuan, penghormatan dan penegakan HAM di Indonesia semakin nyata, yakni dengan disahkannya Ketetapan MPR No. XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia pada tanggal 13 November 1998. Dalam ketetapan tersebut, MPR menugaskan kepada lembaga-lembaga negara dan seluruh aparatur pemerintah untuk menghormati, menegakkan, dan menyebarluaskan pemahaman tentang HAM. Selain itu, Presiden dan DPR juga ditugaskan untuk segera meratifikasi berbagai instrumen internasional tentang HAM.
Landasan bagi penegakan HAM di Indonesia semakin kokoh setelah MPR melakukan amandemen terhadap UUD 1945. Dalam amandemen UUD 1945 tersebut persoalan HAM mendapat perhatian yang khusus dengan ditambahkannya bab XA tentang Hak Asasi Manusia yang terdiri atas pasal 28 A hingga 28 J. hal ini menunjukkan keseriusan Indonesia dalam menegakkan hak asasi manusia. • Tonggak lain dalam sejarah penegakkan hak asasi manusia di Indonesia adalah berdirinya pengadilan HAM yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang No. 26 tahun 2000. Pengadilan HAM ini merupakan suatu pengadilan yang secara khusus menangani kejahatan pelanggaran HAM berat yang meliputi kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Pembentukan lembaga-lembaga yang menangani kejahatan HAM dan penyusunan beberapa instrumen hukum pokok yang mengatur perlindungan terhadap HAM, secara nyata telah mendorong penegakan HAM di Indonesia. Beberapa kasus kejahatan HAM yang terjadi pada masa lalu kini mulai terkuak. Terhadap tuntutan yang sangat keras dari masyarakat untuk menyelidiki kembali beberapa kasus yang diduga telah menistai nilai-nilai kemanusiaan. Perhatian besar ditujukan kepada kasus-kasus seperti penanganan protes massa Tanjung Priok 1984, pelanggaran selama pemberlakuan Daerah Operasi Militer (DOM) di Aceh pada masa 1980-an hingga dicabut pada tahun 1998, kerusuhan dan penembakan mahasiswa pada Mei 1998, dan perusakan atau pembunuhan pasca referendum yang menghasilkan kemerdekaan Timor-Timur pada 1999.
Pembentukan Komisi Penyelidik Pelanggraan (KPP) HAM tahun 2003 yang mempunyai tugas pokok untuk menyelidiki kemungkinan terjadinya pelanggaran HAM. Di antara kasus-kasus tersebut bahkan kasus Tanjung Priok dan kasus Timor-Timur telah ditangani oleh Pengadilan HAM. Dalam kasus yang lain menyangkut berbagai pelanggraan semasa pemberlakuan Daerah Operasi Militer (DOM) di Aceh dan penembakan mahasiswa yang dikenal sebagai Tragedi Semanggi dan Tragedi Trisakti, juga muncul desakan dari masyarakat. Desakan tersebut muncul karena sebagian anggota masyarakat merasa bahwa hingga kini penegakkan HAM di Indonesia masih menghadapi berbagai hambatan dan tantangan.
Di sisi lain, melalui berbagai Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), banyak pihak melakukan pembelaan dan bantuan hukum (advokasi) terhadap para korban kejahatan HAM. Beberapa lembaga yang aktif pada tahun-tahun terakhir ini antara lain : • Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI). • Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KonTras). • Lembaga Studi dan Advokasi Hak Asasi Manusia (Elsham) dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH).
E. HAMBATAN DAN TANTANGAN DALAM UPAYA PEMAJUAN, PENGHORMATAN DAN PENEGAKAN HAM DI INDONESIA Pasca pemerintahan Orde Baru (era Reformasi), era ketika persoalan demokratisasi dan hak asasi manusia menjadi topik utama, telah banyak lahir produk peraturan perundangan tentang hak asasi manusia antara lain: • Keluarnya Ketetapan MPR No.XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia. • UU No. 5 Tahun 1998 tentang pengesahan Convention Against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Tratement or Punishment (Konvensi menentang penyiksaan dan perlakuan atau penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi, atau merendahkan martabat manusia). • Keppres No. 181 Tahun 1998 tentang Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap perempuan. • Keppres No. 129 Tahun 1998 tentang Rencana Aksi Nasional Hak-Hak Asasi Manusia Indonesia.
Inpres No. 26 Tahun 1998 tentang Menghentikan penggunaan istilah pribumi dan nonpribumi dalam semua perumusan dan penyelenggaraan kebijakan, perencanaan program, ataupun pelaksanaan kegiatan penyelenggaraan pemerintahan. • UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. • UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia. • Amandemen kedua UUD 1945 (2000) Bab XA Pasal 28A-28J mengatur secara eksplisit Pengakuan dan Jaminan Perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia.
Salah satu lembaga yang dibentuk oleh pemerintah untuk menangani persoalan hak asasi manusia di Indonesia adalah Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Lembaga ini didirikan pada masa pemerintahan Soeharto, yaitu pada 7 Juni 1993 melalui Keputusan Presiden No. 50 tahun 1993. pembentukan Komnas HAM sendiri merupakan tindak lanjut rekomendasi Lokakarya I Hak Asasi Manusia yang diselenggarakan oleh Departemen Luar Negeri RI dengan dukungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). • Berdasarkan keppres tersebut, tujuan pembentukan Komnas HAM adalah sebagai berikut: • Membantu pengembangan kondisi yang kondusif bagi pelaksana hak asasi manusia sesuai dengan Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa serta Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia; • meningkatkan perlindungan hak asasi manusia guna mendukung terwujudnya pembangunan nasional yaitu pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat pada umumnya.
Tentang berbagai hambatan dalam pelaksanaan dan penegakan hak asasi manusia di Indonesia, secara umum dapat kita identifikasi sebagai berikut : • Faktor Kondisi Sosial-Budaya • Stratifikasi dan status sosial; yaitu tingkat pendidikan, usia, pekerjaan, keturunan dan ekonomi masyarakat Indonesia yang multikompleks (heterogen). • Norma adat atau budaya lokal kadang bertentangan dengan HAM, terutama jika sudah bersinggung dengan kedudukan seseorang, upacara-upacara sakral, pergaulan dan sebagainya. • Masih adanya konflik horizontal di kalangan masyarakat yang hanya disebabkan oleh hal-hal sepele.
Faktor Komunikasi dan Informasi • Letak geografis Indonesia yang luas dengan laut, sungai, hutan, dan gunung yang membatasi komunikasi antardaerah. • Sarana dan prasarana komunikasi dan informasi yang belum terbangun secara baik yang mencakup seluruh wilayah Indonesia. • Sistem informasi untuk kepentingan sosialisasi yang masih sangat terbatas baik sumber daya manusianya maupun perangkat (software dan hardware) yang diperlukan.
Faktor Kebijakan Pemerintah • Tidak semua penguasa memiliki kebijakan yang sama tentang pentingnya jaminan hak asasi manusia. • Ada kalanya demi kepentingan stabilitas nasional, persoalan hak asasi manusia sering diabaikan. • Peran pengawasan legislatif dan kontrol sosial oleh masyarakat terhadap pemerintah sering diartikan oleh penguasa sebagai tindakan ‘pembangkangan’.
Faktor Perangkat Perundangan • Pemerintah tidak segera meratifikasikan hasil-hasil konvensi internasional tentang hak asasi manusia. • Kalaupun ada, peraturan perundang-undangan masih sulit untuk diimplementasikan. • Faktor Aparat dan Penindakannya (Law Enforcement). • Masih adanya oknum aparat yang secara institusi atau pribadi mengabaikan prosedur kerja yang sesuai dengan hak asasi manusia. • Tingkat pendidikan dan kesejahteraan sebagian aparat yang dinilai masih belum layak sering membuka peluang ‘jalan pintas’ untuk memperkaya diri. • Pelaksanaan tindakan pelanggaran oleh oknum aparat masih diskriminatif, tidak konsekuen, dan tindakan penyimpangan berupa KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme)
Tantangan Penegakan HAM Mengenai tantangan dalam penegakan hak asasi manusia di Indonesia untuk masa-masa yang akan datang, telah digagas oleh pemerintah Indonesia (Presiden Soeharto) pada saat akan menyampaikan pidatonya di PBB dalam Konfrensi Dunia ke-2 (Juni 1992) dengan judul “Deklarasi Indonesia tentang Hak Asasi Manusia” sebagai berikut. • Prinsip Universlitas, yaitu bahwa adanya hak-hak asasi manusia bersifat fundamental dan memiliki keberlakuan universal, karena jelas tercantum dalam Piagam dan Deklarasi PBB dan oleh karenanya merupakan bagian dari keterikatan setiap anggota PBB.
Prinsip Pembangunan Nasional, yaitu bahwa kemajuan ekonomi dan sosial melalui keberhasilan pembangunan nasional dapat membantu tercapainya tujuan meningkatkan demokrasi dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia. • Prinsip Kesatuan Hak-Hak Asasi Manusia (Prinsip Indivisibility). Yaitu berbagai jenis atau kategori hak-hak asasi manusia, yaitu meliputi hak-hak sipil dan politik di satu pihak dan hak-hak ekonomi, sosial dan kultural di lain pihak; dan hak-hak asasi manusia perseorangan dan hak-hak asasi manusia masyarakat atau bangsa secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisahkan.
Prinsip Objektifitas atau Non Selektivitas, yaitu penolakan terhadap pendekatan atau penilaian terhadap pelaksanaan hak-hak asasi pada suatu negara oleh pihak luar, yang hanya menonjolkan salah satu jenis hak asasi manusia saja dan mengabaikan hak-hak asasi manusia lainnya. • Prinsip Keseimbangan, yaitu keseimbangan dan keselarasan antara hak-hak perseorangan dan hak-hak masyarakat dan bangsa, sesuai dengan kodrat manusia sebagai makhluk individual dab makhluk sosial sekaligus.
Prinsip Kompetensi Nasional, yaitu bahwa penerapan dan perlindungan hak-hak asasi manusia merupakan kompetensi dan tanggung jawab nasional. • Prinsip Negara Hukum, yaitu bahwa jaminan terhadap hak asasi manusia dalam suatu negara dituangkan dalam aturan-aturan hukum, baik hukum tertulis maupun hukum tidak tertulis.
Tantangan lain bagi bangsa Indonesia khususnya adalah berkaitan dengan adanya “pelanggaran berat” terhadap hak asasi manusia. Perihal pelanggaran berat yang dimaksudkan, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia, mencakup Kejahatan Genosida dan Kejahatan Kemanusiaan. A. Kejahatan Genosida Adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnik, kelompok agama, dengan cara :
Membunuh anggota kelompok; • Mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap anggota-anggota kelompok; • Menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan kemusnahan secara fisik baik seluruh atau sebagainya; • Memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran di dalam kelompok; atau • Memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok lain. B. Kejahatan Terhadap Kemanusiaan Adalah salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan langsung terhadap penduduk sipil, berupa:
Pembunuhan; • Pemusnahan; • Perbudakan; • Pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa; • Perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik antara lain secara sewenang-wenang yang melanggar (asas-asas) ketentuan pokok hukum internasional; • Penyiksaaan, • Perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, pemaksaan kehamilan , permandulan atau strerilisasi secara paksa atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang setara; • Penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didaari persamaan paham politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin, atau alasan lain yang telah diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional; • Penghilangan orang secara paksa; atau • Kejahatan aperheid.
Pemeriksaan perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat, dilakukan oleh majelis hakim pengadilan HAM yang berjumlah lima orang terdiri atas dua orang hakim pada Pengadilan HAM yang bersangkutan dan tiga orang hakim ad hoc. Hakim ad hoc adalah hakim yang diangkat dari luar hakim karier yang memenuhi persyaratan profesional, berdedikasi tinggi, menghayati cita-cita negara hukum dan negara kesejahteraan yang berintika keadilan, memahami dan menghormati hak asasi manusia dan kewajiban dasar manusia.
Sejak ditetapkannya Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia, pemerintah dengan kesungguhan hati mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 129 Tahun 1998 tentang Rencana Aksi Nasional Hak-hak Asasi Manusia Indonesia yang kemudian diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 2003. • Rencana aksi Nasional Hak-hak Asasi Manusia Indonesia (RANHAM), merupakan upaya nyata pemerintah Indonesia untuk menjamin peningkatan penghormatan, pemajuan, pemenuhan, dan perlindungan Hak Asasi Manusia di Indonesi dengan mempertimbangkan nilai-nilai agama, adat-istiadat, dan budaya bangsa Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. RANHAM dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan dalam suatu program 5 (lima) tahunan yang dipimpin langsung oleh Presiden.
Dalam Rencana aksi Nasional Hak-hak Asasi Manusia Indonesia tahun 2004 – 2009, akan mengacu pada 6 (enam) program utama, yaitu : • Pembentukan dan penguatan institusi pelaksanaan RANHAM, • Persiapan ratifikasi instrumen Hak Asasi Manusia Internasional, • Persiapan harmonisasi peraturan perundang-undangan, • Diseminasi dan pendidikan Hak Asasi Manusia, • Penerapan norma dan standar Hak Asasi Manusia, dan • Pemantauan, evaluasi dan pelaporan.
INSTRUMEN HUKUM DAN PERADILAN INTERNASIONAL HAM • Beberapa instruman hukum tentang HAM internasional pasca Universal Declaration of Human Rights tahun 1948, yaitu :
Peradilan Internasional HAM Dalam rangka menyelesaikan masalah pelanggaran HAM ini pula, PBB membentuk komisi PBB untuk Hak Asasi Manusia (The United Nations Commission on Human Rights). Komisi ini awalnya terdiri dari 18 negara anggota, kemudian berkembang menjadi 43 orang anggota. Negara Indonesia diterima komisi ini sejak tahun 1991.
Cara kerja komisi PBB untuk Hak Asasi Manusia untuk sampai pada proses peradilan HAM internasional, adalah sebagai berikut : • Melakukan pengkajian (studies) terhadap pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan, baik dalam suatu negara tertentu maupun secara global. Terhadap kasus-kasus pelanggaran yang terjadi, kegiatan komisi terbatas pada himbauanm serta persuasi. Kekuatan himbauan dan persuasi terletak pada tekanan opimi dunia internasional terhadap pemerintah yang bersangkutan.
Seluruh temuan Komisi ini dibuat dalam Yearbook of Human Rights yang disampaikan kepada sidang umum Perserikatan Bangsa-Bangsa. • Setiap warga negara dan atau negara anggota PBB berhak mengadu kepada komisi ini. Untuk warga negara perseorangan dipersyaratkan agar terlebih dahulu ditempuh secara musyawarah di negara asalnya, sebelum pengaduan di bahas. • Mahkamah Internasional sesuai dengan tugasnya, segera menindak lanjuti baik pengaduan oleh anggota maupun warga negara anggota PBB, serta hasil pengkajian dan temuan komisi Hak Asasi Manusia PBB untuk diadakan pendidikan, penahan, dan proses peradilan.