410 likes | 776 Views
Mata Kuliah HUKUM ACARA MAHKAMAH KONSTITUSI. Fakultas Hukum. HUKUM ACARA MAHKAMAH KONSTITUSI (secara umum). HUKUM ACARA. Hukum acara atau hukum formil, merupakan salah satu jenis norma hukum dalam kesatuan sistem norma hukum
E N D
Mata Kuliah HUKUM ACARA MAHKAMAH KONSTITUSI Fakultas Hukum HUKUM ACARA MAHKAMAH KONSTITUSI (secara umum)
HUKUM ACARA • Hukum acara atau hukum formil, merupakan salah satu jenis norma hukum dalam kesatuan sistem norma hukum • Hukum acara menentukan berjalan tidaknya proses penegakan hukum dan pelaksanaan kewenangan berdasarkan hukum dari suatu lembaga • Hukum materiil tidak akan dapat dilaksanakan dengan baik tanpa adanya hukum acara yang dipahami dan dilaksanakan oleh semua pihak yang terkait dalam suatu proses hukum • Hukum acara Mahkamah Konstitusi meliputi materi-materi terkait dengan kewenangan Mahkamah Konstitusi, kedudukan hukum pemohon, dan dan proses persidangan mulai dari pengajuan permohonan, pembuktian, hingga putusan
Hukum Acara Mahkamah Konstitusi memiliki 2 (dua) arti : • Pertama, Hukum Acara Mahkamah Konstitusi sebagai ilmu yang mempelajari Hukum Acara Mahkamah Konstitusi, yaitu ilmu hukum acara (=hukum formil) yang berkaitan langsung dengan kewenangan-kewenangan dan kewajiban-kewajiban konstitusional Mahkamah Konstitusi sebagai salah satu pemegang kekuasaan kehakiman di Indonesia, di samping Mahkamah Agung • Kedua, Hukum Acara Mahkamah Konstitusi sebagai hukum positif (positieverecht), yaitu hukum yang mengatur dan menegakkan hukum materiil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7B ayat (1) dan 24C ayat (1) dan (2) UUD 1945.
Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 mengatur tentang 4 (empat) kewenangan konstitusional Mahkamah Konstitusi, meliputi: (1) menguji undang-undang terhadap UUD 1945; (2) memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar; (3) memutus pembubaran partai politik; dan (4) memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum • Pasal 7B ayat (1) dan Pasal 24C ayat (2) UUD 1945 yang mengatur 2 (dua) kewajiban konstitusional, yaitu: (1) memberi putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran hukum oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut Undang-Undang Dasar; dan (2) memberi putusan atas pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden
Hukum Acara Mahkamah Konstitusi merupakan ’contentieus procesrecht’ – hukum acara sengketa/perselisihan yang digunakan oleh Mahkamah Konstitusi sebagai sebuah badan peradilan tata negara yang berwenang untuk memutuskan sengketa (nemo index in causa sua) melalui kegiatan hakim (peradilan) untuk menerapkan hukum (rechtstoepassing) dan menemukan hukum (rechtsvinding) in concreto, sehingga berfungsi untuk menjamin ditaatinya hukum materiil. Dengan demikian, terlihat benang merah tentang kedudukan dan hubungan antara hukum materiil dengan hukum formil
Pentingnya hukum materiil dan Hukum Acara Mahkamah Konstitusi sebagai hukum formil itu tercermin pada kenyataan, bahwa sebagai salah satu pemegang kekuasaan kehakiman, Mahkamah Konstitusi akan lumpuh tanpa adanya hukum materiil, dan sebaliknya peradilan Mahkamah Konstitusi tanpa adanya hukum formal (hukum acara) akan liar, sebab tidak ada ukuran-ukuran hukum atau batas-batas hukum yang jelas bagi Mahkamah Konstitusi dalam menjalankan wewenangnya
A B C ASAS-ASAS HUKUM ACARA MAHKAMAH KONSTITUSI Asas-Asas Hukum Acara MKRI Asas Putusan Final MK berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir Asas Praduga Rechmatig Putusan MK merupakan putusan akhir, berkekuatan hukum tetap sejak dibacakan dan tidak berlaku surut Asas Pembuktian Bebas Hakim MK bebas menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian, serta penilaian atas alat bukti berdasarkan keyakinannya Asas Keaktifan Hakim MK Hakim MK aktif dalam melakukan penelusuran dan eksplorasi untuk mendapatkan kebenaran melalui alat bukti yang ada D E Asas Erga Omnes Putusan MK bersifat mengikat para pihak dan harus ditaati oleh siapa pun
ASAS-ASAS HUKUM ACARA MAHKAMAH KONSTITUSI Asas Non Interfentif / Independensi MK merdeka dan bebas dari segala campur tangan kekuasaan lain, baik langsung maupun tidak langsung F Asas Peradilan Sederhana, Cepat dan Biaya Ringan Hukum Acara mudah dipahami dan tidak berbelit-belit, sehingga peradilan berjalan relatif cepat dan berbiaya ringan G Asas Sidang Terbuka Untuk Umum Putusan Mahkamah sah dan berkekuatan hukum tetap apabila diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum H Asas Obyektivitas Hakim dan panitera wajib mengundurkan diri apabila memiliki hubungan kerabat atau kepentingan langsung maupun tidak langsung I Asas Sosialisasi Putusan MK wajib diumumkan dan dilaporkan secara berkala kepada masyarakat secara terbuka. J
KARAKTERISTIK HUKUM ACARA MAHKAMAH KONSTITUSI • Perselisihan yang dibawa ke Mahkamah Konstitusi sesungguhnya memiliki karakter tersendiri dan berbeda dengan perselisihan yang dihadapai sehari-hari oleh peradilan biasa • Putusan yang diminta oleh pemohon dan diberikan oleh Mahkamah Konstitusi akan membawa akibat hukum yang tidak hanya mengenai orang seorang, tetapi juga orang lain, lembaga negara dan aparatur pemerintah atau masyarakat pada umumnya, terutama sekali dalam hal pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar (Judicial review) • Nuansa public interest yang melekat pada perkara-perkara semacam itu akan menjadi pembeda yang jelas dengan perkara pidana, perdata, dan tata usaha negara yang pada umumnya menyangkut kepentingan pribadi dan individu berhadapan dengan individu lain ataupun dengan pemerintah. Ciri inilah yang akan membedakan penerapan hukum acara di Mahkamah Konstitusi dengan hukum acara di pengadilan-pengadilan lainnya
Praktek hukum acara yang merujuk pada undang-undang hukum acara yang lain timbul karena kebutuhan yang kadang-kadang dihadapkan kepada Mahkamah Konstitusi, maka ketentuan yang memberlakukan aturan Hukum Acara Pidana, Perdata, dan Tata Usaha Negara secara mutatis mutandis dapat diberlakukan dengan menyesuaikan aturan dimaksud dalam praktek hukum acaranya • Jika terjadi pertentangan dalam praktek hukum acara pidana, acara TUN dan acara perdata maka secara mutatis mutandis tidak akan diberlakukan • Aturan ini meskipun tidak dimuat dalam UU Mahkamah Konstitusi, akan tetapi telah diadopsi dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK), baik sebelum maupun sesudah praktek yang merujuk undang-undang hukum acara lain itu digunakan dalam praktek
DASAR HUKUM 1. Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945 (Pasal 7B); 2. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (Pasal 28 - Pasal 85);
3. Peraturan Mahkamah Konstitusi RI (PMK Nomor 16/PMK/2009 Tentang Pedoman Beracara dalam PHPU, Nomor 05/PMK/2004 tentang Prosedur Pengajuan Keberatan Atas Penetapan Hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2004, Nomor 06/PMK/2005 tentang Pedoman Beracara Dalam Perkara Pengujian Undang- Undang, Nomor 08/PMK/2006 tentang Pedoman Beracara Dalam Sengketa Kewenangan Konstitusional Lembaga Negara), Nomor 15 Tahun 2008 Tentang Pedoman Beracara Dalam Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, Nomor16 Tahun 2009 Tentang Pedoman Beracara Dalam Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Nomor 17/PMK/2009 tentangPedoman Beracara Dalam Perselisihan Hasil Pemilihan UmumPresidendanWakilPresiden, No. 19/PMK/2009 tentangPengajuanPermohonanElektronik(Electronic Filing) danPemeriksaanPersidanganJarakJauh(Video Conference), dan No. 19/PMK/2009 tentang Tata TertibPersidangan 4. Dalam praktik.
Sumber Hukum Acara Mahkamah Konstitusi • Undang-Undang No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi • Peraturan Mahakamah Konstitusi (PMK) • Yurisprudensi Mahkamah Konstitusi RI • Undang-Undang Hukum Acara Perdata, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, dan Hukum Acara Pidana Indonesia • Pendapat Sarjana (doktrin) • Hukum Acara dan yurisprudensi Mahkamah Konstitusi Negara lain
BAB V: HUKUM ACARATERDIRI ATAS 12 BAGIAN BAGIAN PERTAMA : UMUM Pasal 28 ayat (1) s/d (6) BAGIAN KEDUA : PENGAJUAN PERMOHONAN Pasal 29 Ayat (1) S/D (2), PASAL 30, Pasal 31 yat (1) s/d (2). BAGIAN KETIGA : PENDAFTARAN PERMOHONAN DAN PENJADWALAN SIDANG Pasal 32 s/d 35 BAGIAN KEEMPAT : ALAT BUKTI Pasal 36 s/d 38. BAGIAN KELIMA : PEMERIKSAAN PENDAHULUAN Pasal 39 ayat (1) dan (2) BAGIAN KEENAM : PEMERIKSAAN PERSIDANGAN Pasal 40 s/d 44 BAGIAN KETUJUH : PUTUSAN PASAL 45 s/d 49 BAGIAN KEDELAPAN : PENGUJIAN UNDANG-UNDANG TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR 1945 Pasal 50 s/d 60 BAGIAN KESEMBILAN : SENGKETA KEWENANGAN LEMBAGA NEGARA YANG KEWENANGANNYA DIBERIKAN OLEH UNDANG-UNDANG. Pasal 61 s/d 67. BAGIAN KESEPULUH : PEMBUBARAN PARTAI POLITIK Pasal 68 s/d 73 BAGIAN KESEBELAS : PERSELISIHAN HASIL PEMILU Pasal 74 s/d 79 BAGIAN KEDUABELAS : PENDAPAT DPR MENGENAI DUGAAN PELANGGARAN OLEH PRESIDEN DAN/ATAU WAKIL PRESIDEN Pasal 80 s/d 85. UU No. 24 / 2003 14
PENGATURAN DALAM UU MK 1.Pasal 28 - 49 :Ketentuan hukum acara yang bersifat umum 2. Pasal 50 - 60 :Pengujian Undang-undang 3. Pasal 61 - 67 :Sengketa Kewenangan Lembaga Negara 4. Pasal 68 - 73 :Pembubaran Partai Politik 5. Pasal 74 - 79 : Perselisihan Hasil Pemilu 6. Pasal 80 - 85 : Pendapat Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
KETENTUAN UMUM • PLENO 9 HAKIM DAN KORUM 7 HAKIM • PIMPINAN PLENO, KETUA, WAKIL, ATAU DIPILIH • PANEL, MINIMUM 3 HAKIM • RAPAT PERMUSYAWARATAN HAKIM TERTUTUP • SIDANG PEMERIKSAAN DAN PENGUCAPAN PUTUSAN TERBUKA UNTUK UMUM • TENGGAT
Prosedur berperkara di Mahkamah Konstitusi • Pengajuan permohonan • Pendaftaran • Penjadwalan Sidang • Pemeriksaan Pendahuluan • Pemeriksaan Persidangan • Putusan
1. Pengajuan permohonan • Ditulis dalam bahasa Indonesia • Ditandatangani oleh pemohon/kuasanya • Diajukan dalam 12 rangkap • Jenis perkara • Sistematika:- Identitas (nama & alamat pemohon) serta legal standing pemohon- Posita (uraian mengenai perihal yg menjadi dasar permohonan) • Kewenangan MK • Kedudukan Hukum • Pokok Permohonan - Petitum (hal-hal yg diminta utk diputus) • Disertai bukti pendukung (terutama bukti diri Pemohon dan daftar ahli dan/atau saksi yg akan didengar)
ALAT BUKTI: • SURAT ATAU TULISAN • KETERANGAN SAKSI • KETERANGAN AHLI • KETERANGAN PARA PIHAK • PETUNJUK • INFORMASI MELALUI MEDIA ELEKTRONIK
2. Pendaftaran • Pemeriksaan kelengkapan permohonan panitera:- Belum lengkap, diberitahukan- 7 (tujuh) hari sejak diberitahu, wajib dilengkapi- Lengkap • Registrasi sesuai dengan perkara. • 7 (tujuh) hari kerja sejak registrasi untuk perkara,- Pengujian undang-undang: * Salinan permohonan disampaikan kepada Presiden dan DPR. * Permohonan diberitahukan kepada Mahkamah Agung.- Sengketa kewenangan lembaga negara: * Salinan permohonan disampaikan kepada lembaga negara termohon- Pembubaran Partai Politik: * Salinan permohonan disampaikan kepada Parpol yang bersangkutan- Pendapat DPR: * Salinan permohonan disampaikan kepada Presiden
3. Penjadwalan Sidang • Dalam 14 hari kerja setela registrasi ditetapkan Hari Sidang I (kecuali perkara Perselisihan Hasil Pemilu) • Para pihak diberitahu/dipanggil • Diumumkan kepada masyarakat
4. Pemeriksaan Pendahuluan • Sebelum pemeriksaan pokok perkara, memeriksa:- Kelengkapan syarat-syarat Permohonan- Kejelasan materi Permohonan • Memberi nasehat:- Kelengkapan syararat-syarat permohonan- Perbaikan materi permohonan • 14 hari harus sudah dilengkapi dan diperbaiki
5. Pemeriksaan Persidangan • Terbuka untuk umum. • Memeriksa: permohonan dan alat bukti • Para pihak hadir menghadapi sidang guna memberikan keterangan • Lembaga negara dapat diminta keterangan Lembaga negara dimaksud dalam jangka waktu tujuh hari wajib memberi keterangan yang diminta • Saksi dan/atau ahli memberi keterangan • Pihak-pihak dapat diwakili kuasa, didampingi kuasa dan orang lain terkait
6. Putusan • Diputus paling lambat dalam tenggang waktu:- Untuk perkara pembubaran partai politik, 60 hari kerja sejak registrasi- Untuk perkara perselisihan hasil pemilu : * Presiden dan Wakil Presiden, 14 hari kerja sejak registrasi * Kepala Daerah dan Wkl KDH, 14 hari kerja sejak registrasi * DPR, DPD, dan DPRD, 30 hari kerja sejak registrasi- Untuk perkara pendapat DPR, 90 hari kerja sejak registrasi • Sesuai alat bukti & keyakinan hakim, minimal 2 (dua) alat bukti, memuat :- Fakta- Dasar hukum Putusan • Cara mengambil Putusan :- Musyawarah mufakat- Setiap hakim menyampaikan pendapat/pertimbangan tertulis- Diambil suara terbanyak bila tak mufakat- Bila tidak dapat dicapai suara terbanyak,suara terakhir ketua menentukan
Putusan...... • Pendapat berbeda (dissenting opinion) dimuat dalam putusan • Ditandatangani hakim dan panitera • Berkekuatan hukum tetap sejak diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum. • Salinan putusan dikirim kepada para pihak 7 (tujuh) hari sejak diucapkan. • Untuk Putusan perkara:- Pengujian undang-undang, disampaikan kepada DPR, DPD, Presiden, dan MA.- Sengketa kewenangan lembaga negara, disampaikan kepada DPR, DPD, dan Presiden.- Pembubaran partai politik, disampaikan kepada partai politik yang bersangkutan.- Perselisihan hasil pemilu disampaikan kepada Presiden, ybs- Pendapat DPR, disampaikan kepada DPR, Presiden dan Wakil Presiden.
GAMBARAN UMUM PROSES BERACARA DI MK • PENGAJUAN PERKARA • 12 RANGKAP • DISERTAI BUKTI PEMERIKSAAN SYARAT ADMINISTRASI • BELUM LENGKAP • DIBERITAHUKAN • DILENGKAPI DLM 7 • HARI KERJA TELAH LENGKAP REGISTRASI BRPK PEMENUHAN KELENGKAPAN DALAM 7 HARI KERJA PEMBERITAHUAN KEPADA PEMOHON PENJADWALAN 14 HARI KERJA SETELAH REGITRASI
PENGUMUMAN KEPADA MASYARAKAT PERMOHONAN DAPAT DI TARIK KEMBALI SELAMA PROSES • TIDAK LENGKAP/JELAS • DIBERITAHUKAN • DILENGKAPI 14 HARI • PEMERIKSAAN PENDAHULUAN • KELENGKAPAN • KEJELASAN PERMOHONAN PEMOHON MELENGKAPI ATAU MEMPERBAIKI DALAM 14 HARI TELAH LENGKAP DAN JELAS
PEMERIKSAAN PERBAIKAN DAN KELENGKAPAN PERMOHONAN RAPAT PLENO TERTUTUP LAPORAN DAN PEMBAHASAN TINDAK LANJUT • PEMERIKSAAN PERSIDANGAN • PLENO TERBUKA UMUM • KEWENANGAN MK • KEDUDUKAN HUKUM • POKOK PERMOHONAN • PEMBUKTIAN RAPAT PLENO TERTUTUP PENGAMBILAN PUTUSAN SIDANG TERBUKA UMUM PENGUCAPAN PUTUSAN PENYAMPAIAN SALINAN PUTUSAN KEPADA PIHAK
NEBIS IN IDEM Pasal 60 UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi: “Terhadap materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian dalam undang-undang yang telah diuji tidak dapat dimohonkan pengujian kembali”.
PROVISI PMK No. 06/PMK/2005, Pasal 16: (1) Dalam halPemohonmendalilkanadanyadugaanperbuatanpidana dalam pembentukanundang-undang yang dimohonkanpengujiannya, Mahkamahdapatmenghentikansementarapemeriksaanpermohonanataumenundaputusan; (2) Dalam haldalilmengenaidugaanperbuatanpidana yang dimaksud padaayat (1) disertai dengan bukti-bukti, Mahkamahdapatmenyatakanmenundapemeriksaandanmemberitahukanuntukmenindaklanjutiadanyapersangkaantindakpidana yang diajukanolehPemohon; (3) Dalam haldugaanperbuatanpidanasebagaimana dimaksud ayat (1) telahdiprosessecara hukum olehpejabat yang berwenang, untukkepentinganpemeriksaandanpengambilankeputusan, Mahkamahdapatmemintaketerangankepadapihak-pihakberwenang yang melakukanpenyidikandan/ataupenuntutan; (4) Penghentianprosespemeriksaanpermohonanataupenundaanputusansebagaimana dimaksud ayat (1) ditetapkan dengan KetetapanMahkamah yang diucapkan dalam sidangterbukauntukumum.
JENIS – JENIS PUTUSAN • PUTUSAN SELA/PROVISIONAL • PUTUSAN AKHIR - MENOLAK, MENGABULKAN DAN TIDAK DAPAT DITERIMA (NIET ONTVANKELIJK VERKLAARD) • PUTUSAN TANPA/DENGAN DISSENTING OPINION • PUTUSAN BERSYARAT (CONDITIONALLY CONSTITUTIONAL)
AKIBAT HUKUM PUTUSAN MK • Final dan Mengikat (Pasal 60 MK – setelah diuji akan menjadi jurisprudence tetap dan tak dapat diuji lagi) • Putusan yang bersifat Declaratoir (Pasal 56 ayat (3)) • Prospektif / Non Retroaktif (Pasal 58 ) – Tidak Berlaku Surut, harus ada pengecualian seperti kasus Bom Bali ataupun Irian Jaya • Erge Omnes –didalam pengujian undang-undang, putusannya akan mengikat seluruh warga negara Indonesia. Bandingkan dengan putusan dari wewenang MK yang lain yang mengikat hanya kepada para pihak – interparte • Pembatalan suatu UU – maka undang-undang yang berlaku adalah undang-undang yang berlaku sebelumnya. Meskipun hal tersebut tidak diatur didalam UU MK, tetapi sudah menjadi praktek umum MK di dunia (e.g. Putusan Ketenagalistrikan) • Praktik di Masa Datang – Temporary Constitutional dengan grace period tertentu Pembuat UU harus memperbaiki