150 likes | 500 Views
Definisi dan batasan. Sosiologi = ilmu yg mempelajari masalah hubungan antar manusia; bahwa perilaku manusia umumnya dipengaruhi oleh kelompok tempat ia terlibat sebagai anggota dan oleh interaksi yang terjadi dalam kelompok itu.
E N D
Definisi dan batasan • Sosiologi = ilmu yg mempelajari masalah hubungan antar manusia; bahwa perilaku manusia umumnya dipengaruhi oleh kelompok tempat ia terlibat sebagai anggota dan oleh interaksi yang terjadi dalam kelompok itu. • Ilmu politik juga mempelajari hubungan antar manusia, terutama menyangkut hubungan kekuasaan. • Duverger melihat politik tidak lain tidak bukan adalah kekuasaan. • Seiring dengan revolusi behavioral dalam teori politik, maka unit analisis ilmu politik adalah pada perilaku individu atau kelompok.
Kekuasaan dalam konteks Sosial Lingkungan Global
Makna dan Ruang Lingkup SOSIOLOGI POLITIK Pertemuan 1 DMK: Zamzami A Karim
Sifat kontradiktif dan ambivalen • Politik bisa dipandang sebagai arena pertarungan untuk merebut, mengendalikan, dan mempertahankan kekuasaan di dalam masyarakat. Kekuasaan sebagai biang konflik dan alat menindas. • Politik juga bisa dipandang sebagai upaya menegakkan ketertiban dan keadilan melalui sarana kekuasaan sebagai pelindung kepentingan dan kesejahteraan umum melawan tekanan dan tuntutan berbagai kelompok kepentingan. Kekuasaan sebagai alat pengintegrasian. Alat Penindas dan biang Konflik Alat Pelindung dan Integrasi
Sosiologi politik : • Studi tentang fenomena kekuasaan (pemerintahan, otoritas, komando) di dalam setiap pengelompokan manusia (bangsa, kota, asosiasi, buruh, suku, kampung, dsb), bukan hanya di dalam negara (nation-state) (Duverger 1989: 19) • Berupa penelitian mengenai hubungan antara masalah-2 politik dan masyarakat, antara struktur sosial dan struktur politik, dan antara tingkah laku sosial dengan tingkah laku politik (Rush & Althoff 2003: 5). • Secara umum berkaitan dengan “relations between state and society” (Nash 2000: 1). Tetapi Nash berpegang pada lonjakan paradigma pengertian dalam sosiologi politik dari state centered, class-based models of participation kepada pemahaman tentang politik sebagai potensi yang terdapat dalam semua pengalaman sosial (an understanding of politics as potential in all social experiences) (Nash 2000: 2-3).
Ruang Lingkup • Perluasan cakrawala analisis politik dengan saling memanfaatkan kerangka analisis sosiologi dan politik untuk memahami hubungan timbal balik antara variabel politik dan variabel sosial. • Praktek kekuasaan dalam kehidupan sosial sehari-hari, baik yang berhubungan dengan negara maupun non-negara. • Kajiannya menyangkut, sosialisasi politik, partisipasi politik, identitas dan kultur politik, dan globalisasi kekuasaan. • Masalah pokok dalam sosiologi politik juga meliputi: Masyarakat, Negara, Tertib Sosial dan Perubahannya, Ketimpangan dan Pelapisan Sosial, Politik, Partisipasi Politik, dan Kekuasaan.
Fokus perhatian Sosiologi Politik menurut Rafael Raga Maran (2001: 1), a.l.: • Melihat dan memahami pengaruh masyarakat terhadap kekuasaan politik atau pemerintah: • Secara umum, sosiologi politik mengkaji hubungan antara MASYARAKAT dan NEGARA (sama halnya dengan pandangan Nash). • Secara khusus, sosiologi politik mengkaji kondisi-2 sosial yang mempengaruhi pembuatan program-2 publik yang ditetapkan pemerintah. Misalnya pengaruh kelompok-2 sosial tertentu terhadap penetapan kebijakan-2 publik oleh pemerintah. • Mengkaji bagaimana pengaruh masyarakat terhadap norma-2 rejim; • yaitu mengkaji kondisi-2 sosial yg memungkinkan terwujudnya suatu demokrasi politik yang stabil, atau • persyaratan-2 sosial apa yang harus dipenuhi agar terwujud suatu tatanan politik atau kekuasaan yang demokratis.
Political sociology; From Wikipedia, the free encyclopedia Sosiologi politik merupakan study tentang basis sosial dari politik. Terdapat 4 bidang kajian utama dalam sosiologi politik kontemporer: • the social formation of the modern state, • "who rules"?--that is, how social inequality between groups (classes, races, genders, etc.) affects politics, • how social movements and trends outside of the formal institutions of political power affect politics, and • power in small groups (e.g. families, workplaces). Bidang ini juga melihat bagaimana kecenderungan sosial utama dapat mempengaruhi proses politik, dengan menggali bagaimana berbagai kekuatan sosial secara bersama-sama berhasil merubah kebijakan2 politik. Beberapa model teoritis dalam sosiologi politik antara lain (a) the power-elite model, (b) the pluralist model, dan (c) the Marxist political-economic model.
Power-elite model • Model power-elite merupakan satu analisis sosiologis dari ilmu politik yang didasarkan atas teori konflik sosial yang memandang kekuasaan terkonsentrasi di sekitar orang-2 kaya. • Istilah "power elite", ditemukan pada 1956 oleh pakar teori social-conflict C.Wright Mills, untuk menggambarkan kelompok the upper class, yang menurut Mills, menguasai atau mengendalikan kekayaan, kekuasaan dan prestise dari golongan mayoritas masyarakat. • Golongan ini secara teoritis memegang kendali terhadap 3 sektor utama di dalam masyarakat AS: the economy, government, dan the military. • Termasuk juga di antaranya adalah para pejabat tinggi dalam pemerintahan pusat maupun daerah, orang2 super kaya (super rich), dan pejabat tinggi militer AS. • Teori power-elite berpendapat bahwa Amerika bukan negara demokrasi karena kekuasaan dan kekayaan terkonsetrasi di antara golongan elit kekuasaan yang membungkam mayoritas warganegara yang ditinggalkan tanpa hak suara. • Lebih dari itu, model ini menunjukkan bahwa golongan elit kekuasaan kurang mendapat oposisi yang terorganisasi terhadap dominasi mereka dan oleh karena itu mereka memiliki kontrol yang utuh ke atas masyarakat.
Pluralist models • Dalam sistem politik yg demokratis, pluralism merupakan satu panduan prinsipil yang mengakui kehidupan bersama yang damai dalam perbedaan kepentingan, keyakinan dan gaya hidup. • Tidak seperti totalitarianism or particularism, pluralism mengakui diversity of interests dan menganggapnya sah bagi anggota masyarakat untuk bekerja atas dasar kesadaran mereka, mengemukakannya dalam proses konflik dan dialog. • Dalam filsafat politik, orang yang menganut pluralism sering dianggap sebagai kaum liberalist, sedangkan orang yang membahasnya dengan sikap yang lebih kritis terhadap the diversity of modern societies sering disebut communitarians. • Dalam politik, pengakuan akan keragaman kepentingan dan keyakinan di kalangan rakyat merupakan salah satu ciri terpenting demokrasi modern.
Marxist political-economic models • Karl Marx telah membangun model ekonomi politik berdasarkan kritiknya terhadap keadaan pada zamannya di Inggris awal abad 20, di mana mereka membahas tentang hubungan-2 sosial dan hubungan-2 ekonomi yang saling terjalin. Marx mengusulkan suatu korelasi yang sistematik antara nilai-2 - buruh (labour-values) dan nilai uang (money prices). • Beliau mengklaim bahwa sumber keuntungan di bawah sistem kapitalisme adalah nilai tambah yang dihasilkan oleh para pekerja yang tidak dibayarkan ke dalam komponen gaji mereka. Mekanisme ini bekerja melalui pemisahan antara “tenaga buruh” yang dipertukarkan secara bebas dengan gaji mereka, dan “buruh” sendiri sebagai aset para kapitalis yang dengan itu mengontrol keuntungan. • Berdasarkan itulah, Marx, mengembangkan konsep "surplus value", yang membedakan karyanya dengan para ekonom klasik seperti Adam Smith dan David Ricardo. • Para pekerja menghasilkan cukup nilai (pendapatan) selama satu periode masa kerja yang pendek utk mendapatkan gaji pada hari itu (necessary labour); namun, mereka melanjutkan dengan lembur beberapa jam untuk menghasilkan tambahan pendapatan (surplus labour). Nilai pendapatan tersebut tidak mereka terima kembali, melainkan diambil oleh para kapitalis. • Jadi, bukan para penguasa kelas kapitalis yang menciptakan kekayaan (wealth), melainkan para pekerja, sedangkan para kapitalis menggunakan keuntungan ini untuk diri mereka sendiri.
Analisis Kelas Kaum Marxists percaya bahwa aslinya masyarakat kapitalis dibagi dalam dua kelas sosial yang kokoh: (a) the working class or proletariat (kelas proletar): Marx mendefinisikannya sebagai "those individuals who sell their labor and do not own the means of production" yang diyakininya bertanggungjawab dalam menghasilkan kekayaan bagi suatu masyarakat (bangunan, jembatan dan berbagai perabot, sebagai contoh, yang secara fisik dikerjakan oleh anggota kelas ini). Ernest Mandel, dalam An introduction to Capital, memperbarui definisi ini sebagai orang yang bekerja demi menyambung hidupnya (baik "white collar" or "blue collar") dan mereka tidak punya tabungan yang berarti, di mana tabungan yang banyak merupakan ciri tipikal investasi dalam bentuk abstrak dari alat produksi pada basis pemegang saham. (b) the bourgeoisie (kelas borjuis): yaitu orang yang “own the means of production" dan mengeksploitasi kaum proletariat. Kaum borjuis bisa dibagi lagi kedalam the very wealthy bourgeoisie dan the petty bourgeoisie (mempekerjakan buruh, tapi juga bekerja sendiri). Mereka terdiri dari para pemilik usaha kecil, petani pemilik tanah, atau pedagang. Marx memprediksi bahwa the petty bourgeoisie akan dihancurkan oleh penemuan kembali alat-alat produksi dan hasilnya akan menjadi pendorong gerakan dari mayoritas luas borjuis kecil-kecilan ini kepada proletariat.
From a Marxist perspective, the actually-existing basic classes in today's advanced economies are the capitalist class, the new middle classes who engage in both labour and managerial responsibilities, self-employed proprietors, the working class and a lower "lumpenised" stratum. • At first the bourgeoisie, and now the proletariat, are considered to be the universal class, the section of society best equipped to take human progress forwards a further step. • Marx developed these ideas to support his advocacy of socialism and communism: "The philosophers have only interpreted the world differently; the point is, to change it." Communism would be a social form wherein this system would have been ended and the working classes would be the sole beneficiary of the "fruits of their labour".
Some of these ideas were shared by anarchists, though they differed in their beliefs on how to bring about an end to the class society. Socialist thinkers suggested that the working class should take over the existing capitalist state, turning it into a workers revolutionary state, which would put in place the democratic structures necessary, and then "wither away". On the anarchist side people such as Mikhail Bakunin and Peter Kropotkin argued that the state per se was the problem, and that destroying it should be the aim of any revolutionary activity. • Many governments, political parties, social movements, and academic theorists have claimed to be founded on Marxist principles. Social democratic movements in 20th century Europe, the Soviet Union and other Eastern bloc countries, Mao and other revolutionaries in agrarian developing countries are particularly important examples. These struggles have added new ideas to Marx and otherwise transmuted Marxism so much that it is difficult to specify its core.