230 likes | 714 Views
STRATEGI PENGEMBANNGAN PENDIDIKAN KARAKTER. Oleh : PROF. DR. H. DASIM BUDIMANSYAH . M.SI. Ketua Program Magister dan Doktor Pendidikan Umum/Karakter Sekolah Pascasarjana. Universitas Pendidikan Indonesia 20 11. Pilar Nasional Pendidikan Karakter.
E N D
STRATEGI PENGEMBANNGAN PENDIDIKAN KARAKTER Oleh: PROF. DR. H. DASIM BUDIMANSYAH. M.SI. Ketua Program Magister dan Doktor Pendidikan Umum/Karakter Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia2011
Pilar Nasional Pendidikan Karakter • Pendidikan karakter, secara nasional, hendaknya ditopang oleh pilar yang kuat agar tidak mudah hilang tergerus arus perjalanan sejarah. • Oleh karena pendidikan karakter sebagai bagian integral dari keseluruhan tatanan sistem pendidikan nasional, maka harus dikembangkan dan dilaksanakan secara sistemik dan holistik dalam tiga pilar nasional pendidikan karakter, yakni satuan pendidikan, keluarga, dan masyarakat • Hal ini juga konsisten dengan konsep tanggung jawab pendidikan nasional yang berada pada sekolah, keluarga, dan masyarakat.
Proses Pendidikan Karakter Pertama, melalui proses intervensi Kedua, melalui proses habituasi
Proses Intervensi • Intervensi adalah proses pendidikan karakter yang dilakukan secara formal, dikemas dalam interaksi belajar dan pembelajaran (learning and instruction) yang sengaja dirancang untuk mencapai tujuan pembentukan karakter dengan menerapkan berbagai kegiatan yang terstruktur (structured learning experiences). • Proses intervensi dapat dilakukan oleh semua subjek pembelajaran namun dengan penekanan yang berbeda.
Dua Tipe Proses Intervensi • Interaksi pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dan Pendidikan Agama harus melahirkan dua dampak sekaligus, yakni dampak instruksional (instructional effect) maupun dampak pengiring (nurturant effect). • Interaksi pembelajaran bidang lain cukup melahirkan dampak pengiring . • Dalam interaksi pembelajaran pendidik harus mencerdaskan, mendewasakan dan sekaligus bertindak sebagai sosok anutan (role model).
Proses Habituasi • Adalah proses penciptaan aneka situasi dan kondisi (persistent-life situation) yang berisi anekapenguatan (reinforcement) yang memungkinkan peserta didik pada satuan pendidikannya, di rumahnya, di lingkungan masyarakatnya membiasakan diri berprilaku sesuai nilai dan menjadikan perangkat nilai yang telah diinternalisasi dan dipersonalisai melalui proses olah hati, olah pikir, olah raga, dan olah rasa dan karsa itu sebagai karakter atau watak.
Contoh proses habituasi • Karakter jujur, terbentuk dalam satu kesatuan utuh antara tahu makna jujur (apa dan mengapa jujur), mau bersikap jujur, dan berprilaku jujur.
Prinsip Pengembangan • Berkelanjutan • Melalui semua mata pelajaran, pengembangan diri, dan budaya satuan pendidikan • Nilai tidak diajarkan tapi dikembangkan (value is neither cought nor taught, it is learned) • Proses pendidikan dilakukan peserta didik secara aktif dan menyenangkan
Pengembangan Proses Pembelajaran • Kegiatan di kelas • Kegiatan di luar kelas • Kegiatan di satuan pendidikan • Kegiatan di keluarga • Kegiatan di masyarakat
Kegiatan di Kelas • Melahirkan dampak instruksional yaitu pengaruh langsung dari proses pembelajaran sebagaimana dirumuskan dalam tujuan pembelajaran • Melahirkan dampak pengiring yaitu pengaruh ikutan setelah peserta didik melakoni pengalaman belajar tertentu, seperti menjadi lebih peka terhadap masalah yang ada di lingkungannya, menjadi lebih toleran terhadap pandangan yang beragam, lebih kreatif, dan inovatif
Bagaimana melahirkan dampak pengiring? • Jika dan hanya jika peserta didik memiliki pengalaman belajar (learning experience) optimal yang mampu merangsang seluruh potensi kognitif, afektif, dan psikomotor. • Maka proses pembelajaran konvensional yang memposisikan peserta didik laksana botol kosong yang harus diisi ilmu pengetahauan dan pendidik bertindak sebagai satu-satunya sumber belajar, serta belajar hanya dibatasi oleh dinding kelas, tidak memberikan cukup pengalaman belajar.
Kegiatan di luar kelas • Dilakukan melalui kegiatan pembiasaan hidup berkarakter. • Oleh semua guru mata pelajaran sebagai kelanjutan dari kegiatan kelas • Perlu dilakukan pembagian tanggung jawab pembinaan perilaku untuk setiap mata pelajaran.
Contoh pembagian tanggung jawab • Guru PKn berkonsentrasi untuk membina siswa agar berperilaku tertib pada saat mengikuti upacara bendera. • Guru Pendidikan Agama berkonsentrasi untuk membina siswa agar taat melaksanakan ibadat di sekolah. • Guru Biologi berkonsentrasi untuk membina siswa agar memiliki kesadaran lingkungan.
Contoh pembagian tanggung jawab • Guru Fisika berkonsentrasi terhadap upaya pengembangan daya kreatifitas siswa. • Guru Sosiologi berkonsentrasi untuk membina siswa agar pandai bergaul dan beradaptasi di sekolah. • Guru Ekonomi berkonsentrasi terhadap upaya pembinaan siswa agar menjadi insan yang jujur dan memiliki jiwa kewirausahaan.
Contoh pembagian tanggung jawab • Guru Pendidikan Jasmani dan Olah Raga Kesehatan berkonsentrasi untuk membina siswa agar memiliki kepeduliaan terhadap kebersihan dan kesehatan diri dan lingkungannya, serta memiliki karakter tangguh. • Guru Matematika berkonsentrasi untuk membina siswa agar memiliki kekonsistenan penalaran logis-matematis, berbahasa yang tidak ambigo—istilah, ungkapan, definisi, pernyataan.
Contoh pembagian tanggung jawab • Guru bahasa Indonesia berkonsentrasi terhadap upaya membina siswa agar mahir berbahasa Indonesia baik dan benar, santun, komunikatif, dan sebagainya
Kegiatan di Satuan Pendidikan • Berbagai kegiatan pada level satuan pendidikan hendaknya tidak steril terhadap pembinan karakter siswa, misalnya ekstrakurikuler, bazar sekolah, bakti sosial, karyawisata ke tempat-tempat yang dapat mengembangkan semangat kebangsaan dan cinta tanah air. • Ekstrakurikuler dapat dijadikan wahana sosio-paedagogis untuk mendapatkan hands-on experience dan berkontribusi signifikan untuk menyeimbangkan penguasaan teori dan praktik pembiasaan perilaku berkarakter.
Kegiatan di Keluarga • Pendidikan karakter idealnya berlangsung pada lingkungan keluarga, melalui proses pembiasaan hidup berkarakter, keteladanan orang tua, dll. • Jika tidak kondusif, guru dapat mengembangkan pendidikan interventif • Pendidikan interventif adalah dinamika proses hubungan sekolah (khususnya guru) dengan keluarga dalam kerangka membina karakter peserta didik.
Kegiatan di Masyarakat • Proses pendidikan yang berlangsung di masyarakat modern yang paling menonjol adalah melalui media massa. • Pengaruh media massa begitu penting bagi kehidupan, termasuk terhadap dunia pendidikan. • Berbagai persoalan pendidikan tidak dapat semuanya diselesaiakan oleh sistem pendidikan pada satuan pendidikan, melainkan perlu menyertakan sistem media massa. • Perhatikanlah bagaimana masyarakat kita dewasa ini lebih tersihir oleh infotainment yang ditayangkan televisi daripada pengaruh para guru. • Perhatikan pula bagaimana anak lebih menyukai bermain game atau membuka situs pertemanan di internet dibandingkan dengan membaca buku. • Fenomena itu menunjukkan bahwa media massa begitu berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat modern, ketimbang pengaruh pendidikan yang berlangsung pada satuan-satuan pendidikan.
Sikap terhadap Media Massa • Apakah harus kita musuhi? • Memusuhi media massa sudah tidak zamannya lagi karena ia pun memiliki sisi yang positif. • Media massa memang merupakan pisau bermata dua. Mata yang satu sangat tajam dan dapat memberikan pengaruh buruk bagi penggunanya. Maka, jika menggunakan mata ini akan menyebabkan seseorang bertindak kontraproduktif. • Namun, mata sebelahnya terasa begitu lembut dan menyenangkan. Oleh karena itu jika menggunakan media massa dari sisi ini masyarakat akan menjadi bertambah produktif, meningkatkan harkat dan martabat, bahkan dapat mengembangkan karakater.
Pendidikan Interventif Sekolah dan Media Massa • Guru harus memandu para siswa agar mampu memilih media massa dari sisi yang lembut dan menyenangkan. • Guru dapat menggunakan pendidikan interventif antara sekolah dan media massa. • Intinya adalah bahwa media massa tidak dapat lagi dijauhkan dari kehidupan modern, maka satu-satunya cara guru hendaknya mengintervensi media massa agar menjadi sumber belajar yang produktif.