E N D
Bahasa dan Tutur Ferdinan de Saussure, 1916 (dalam Chaer dan Agurtina, 2004 : 30) membedakan antara yang disebut langage, langue, dan parole. Ketiga istilah yang berasal dari bahasa Prancis itu, dalam bahasa Indonesia secara tidak cermat, lazim dipadankan dengan satu istilah, yaitu bahasa. Padahal ketiganya mempunyai pengertian yang sangat berbeda, meskipun ketiganya memang sama-sama bersangkutan dengan bahasa
Perhatikan penggunaan bahasa dalam kalimat-kaliimat berikut. • Sesama aparat penegak hukum haruslah ada kesamaan bahasa, agar keputusan yang diambil tidak bertentangan. • Bahasa militer tak perlu digunakan dalam menghadapi kerusuhan di sana. • Nyatakanlah rasa cintamu dalam bahasa bunga. Hasilnya pasti akan lebih baik. • Sang raja yang sedang dimabuk kemenangan itu tidak mengetahui bahasa sang permaisuri telah tiada. • Agak sukar juga berbicara dengan orang yang gila-gila bahasa itu.
Kelima kata bahasa tersebut tidak ada hubungannya baik dengan kata langage, langue, maupun parole. Yang pertama berarti ‘kebijakan pandangan’, yang kedua berarti ‘cara’, yang ketiga berarti ‘alat komunikasi’, yang keempat berarti ‘bahwa’, dan yang kelima berarti ‘agak’.
Masyarakat Tutur Jika suatu kelompok orang atau suatu masyarakat mempunyai verbal repertoir yang relatif sama serta mereka mempunyai penilaian yang sama terhadap norma-norma pemakaian bahasa yang digunakan di dalam masyarakat itu, maka dapat dikatakan bahwa kelompok orang itu atau masyarakat itu adalah sebuah masyarakat tutur (Inggris : Speech Comunity).
Fishman, 1976 : 28 (dalam Chaer dan Agurtina, 2004 : 36) menyebut “masyarakat tutur adalah suatu masyarakat yang anggota-anggotanya setidak-tidaknya mengenal satu variasi bahasa beserta norma-norma yang sesuai dengan penggunaannya”. Kata masyarakat dalam istilah masyarakat tutur bersifat relatif, dapat menyangkut masyarakat yang sangat luas, dan dapat pula hanya menyangkut sekelompok kecil orang.
Bahasa dan Tingkatan Sosial Masyarakat Adanya tingkatan sosial di dalam masyarakat dapat di lihat dari dua segi, yaitu : • Dari segi kebangsawanan • Dari segi kedudukan sosial yang ditandai dengan tingkatan pendidikan dan keadaan perekonomian yang dimiliki.
Untuk melihat hubungan antara kebangsawanan dan bahasa, kita ambil contoh masyarakat tutur bahasa Jawa. Mnegenai tingkat kebangsawanan ini, Kuntjaraningrat, 1967 : 245 (dalam Chaer dan Agurtina, 2004 : 39) membagi masyarakat Jawa menjadi empat tingkat, yaitu : • Wong cilik; • Wong sudagar; • Priyayi; dan • Ndara.
Dari penggolongan itu jelas adanya perbedaan tingkat dalam masyarakat tutur bahasa Jawa. Berdasarkan tingkat-tingkat tersebut, maka dalam masyarakat Jawa terdapat berbagai variasi bahasa yang digunakan sesuai dengan tingkat sosialnya