910 likes | 1.5k Views
Dr. Saut Gurning, TA-ADB, Tim Universitas Pattimura, LPPM ITS, Akademi Perikanan Sorong, Akademi Perikanan Bitung, Universitas Cendrawasih. Presented in Jakarta, 20 th October 2014.
E N D
Dr. Saut Gurning, TA-ADB, Tim Universitas Pattimura, LPPM ITS, Akademi Perikanan Sorong, Akademi Perikanan Bitung, Universitas Cendrawasih. Presented in Jakarta, 20th October 2014 The result of Perintis Connectivity Survey in Eastern part of IndonesiaProgram ADB 8045: Improving Domestic Connectivity
DAFTAR ITEM PRESENTASI 1 PENDAHULUAN 2 HASIL SURVEY UMUM (periode 2013-2014) 3 ANALISA HASIL SURVEY 4 REKAYASA JARINGAN 5 REKOMENDASI Page 2
Bagian Pertama Pendahuluan Page 3
Tujuan dari studi ADB ini adalah Analisa dan Evaluasi Pelayaran Perintis di Indonesia Timur* Dengan target memfokuskan pada sejumlah isu penting Mengembangkan aksesibilitas maritim ke dan dari Indonesia Timur Mengoptimalisasi rute-rute pelayaran perintis baik perintis laut dan perintis penyeberangan di kawasan Indonesia Timur melalui: Merekomendasikan jaringan perintis baru yang memiliki tingkat konektivitas dan aksesibilitas yang lebih baik di sejumlah wilayah penting Indonesia Timur Memperkuat dampak ekonomi makro khususnya perdagangan antar pulau di wilayah Indonesia Timur melalui peningkatan jaringan layanan perintis pelayaran baik layanan angkutan laut maupun angkutan penyeberangan Melakukan pilot survey dan survey yang berskala besar untuk mengumpulkan data-data layanan operasional pelayaran perintis TUJUAN TARGET DAN LOKASI • As resulted and referred from the study contract of ADB 8045 Page 4
PENDEKATAN Masalah & Penilaian Secara umum ada dua pola pendekatan umum yang dilakukan Identifikasi Persoalan Eksis Proses Penilaian dan Rekomendasi • Mengeksplorasi kinerja layanan angkutan laut di wilayah Indonesia Timur sebagai perwakilan salah satu isu moda penting penentu tingkat konektivitas di Indonesia Timur • Survey (pilot dan skala besar) dilakukan mengidentifikasi persoalan terkait armada kapal, fasilitas pelabuhan dan aksesibilitas darat. • Obyek survey utamanya adalah layanan Perintis (angkutan laut, penyeberangan, dan Sabuk Nusantara) dan non-Perintis • Menilai profil konektivitas eksis berdasarkan beberapa titik pelabuhan di Papua, Papua Barat, Maluku, Maluku Utara, Sulawesi, dan Nusa Tenggara. • Model konektivitas pelayaran akan dibangun sebagai perangkat untuk meningkatkan konektivitas pelayaran di target studi di kawasan Indonesia Timur. • Merekomendasikan jaringan trasportasi perintis yang baru guna meningkatkan dampak ekonomi * Non Perintis shipping network is explored by having secondary data Page 5
Fokus Konektivitas Gambar Piramida Pendekatan komprehensif yang akan diaplikasikan • Jarak dan kinerja waktu • Biaya-Biaya and isu tarif • Tingkat jangkauan angkutan barang Aksesibilitas • Kapal, pelabuhan, dan lokasi kargo adalah poin yang menjadi target dari studi konektivitas • Korelasinya dengan peningkatan ekonomi Kinerja Konektivitas • Armada eksis dan kapacitas layanan lainnya yang akan menghasilkan kinerja layanan pelayaran perintis laut dan penyeberangan di lokasi sebaran Kapasitas dan level Layanan Jasa Page 6
METODOLOGI PROSES + HASIL Page 7
Pilot Survey Partial Scale Survey Penilaian & Struktur Baru Pemodelan jaringan Jaringan baru PROSES UMUM ARAH PANAH Tahapan yang akan dilakukan untuk mencapai target Pilot survey akan menjadi rujukan dan tahap awal mengaplikasikan survey yang lebih besar Rekomendasi baru konektivitas pelayaran yang berpotensi meningkatkan dampak ekonomi regional Konektivitas eksis dapat dinilai dan tergambar dengan berbagai hambatan dan persoalan Survey dengan skala lebih besar dilakukan untuk mengukur tingkat konektivitas angkutan laut nasional termasuk perintis nasional Sebagai alat untuk mengkonstruksi kembali tingkat konektivitas yang efisien dan efektif Page 8
LOKASI POPULASI DARI SURVEY Orientasi umum dari survey di target lokasi survey Perintis angkutan laut Penyeberangan + Sabuk Layanan Non-Perintis • Terdapat sekitar 68 rute laut (R) • Sekitar 45 pelabuhan • Sekitar 70 target kapal • Sekitar 700 awak kapal • Sekitar 4500 pengguna jasa • Sekitar 110 rute feri • Sekitar 5 rute sabuk-nusantara • Sekitar 80 pelabuhan • Sekitar 1000 awak kapal • Sekitar 10.000 target pengguna jasa • Layanan pelayaran baik general cargo, kontainer, PELNI, Ro-Ro komersial • Data-data yang dikumpulkan merupakan data sekunder berdasarkan periode operasi di tahun-tahun sebelumnya Orientasi rute dan pelabuhan disesuaikan dengan SK Dirjen Perhubungan Laut dan Dirjen Perhubungan Darat Tahun 2013 dan 2014 Page 9
Lokasi Titik sample survey Orientasi umum target populasi dari survey Perintis Laut Perintis Penyeberangan Layanan Non-Perintis • Terdapat 22 rute laut (R) • Sekitar 148 Pelabuhan • Sekitar 22 target kapal • 200 awak kapal yang akan diwawancarai • Sekitar 5000 penumpang yang akan diwawancarai • Terdapat 32 rute feri • Sekitar 64 pelabuhan • Terdapat 31 kapal ferry • 300 awak kapal yang akan diwawancarai • Sekitar 3.890 penumpang yang akan diwawancarai • Data Layanan pelayaran yang menjadi target (terbatas) : general cargo, kontainer, PELNI, dan layanan Feri Ro-Ro yang dioperasian swasta • Data yang dikumpulkan dari data sekunder 2011-2012 sebelumnya khususnya rute-tute pelayaran dan feri di lokasi survey yang sama Page 10
HASIL Dua Kelompok Obyek Survey Terdapat 54 rute yang disurvey baik untuk perintis laut dan penyeberangan Perintis Sea Transport Perintis Ferry * Perintis shipping network is subsidiesied shipping services Page 11
Pengorganisasian Survey • Sulawesi: 11 rute terdiri dari 4 rute perintis laut dan 7 rute penyeberangan. Petugas survey adalah Akademi Perikanan Bitung. • Maluku dan Maluku Utara: 19 rute terdiri dari 7 rute perintis laut dan 12 rute penyeberangan. Petugas Survey adalah Mahasiswa Jurusan Teknik Perkapalan Universitas Pattimura. 18 rute disurvey; 1 rute tidak disurvey karena tidak ada kejelasan informasi keberadaan kapal. • Nusa Tenggara Timur: 9 rute terdiri dari 3 perintis laut dan 6 rute penyeberangan. Petugas survey adalah mahasiswa ITS-Surabaya. • Papua: 15 rute terdiri dari 8 rute perintis laut dan 7 rute penyeberangan. Petugas survey mahasiswa Akademi Perikanan Manokwari dan Universitas Cendrawasih.
Bagian Kedua Hasil survey Page 13
Temuan Rute, pelabuhan dan kapal Kapal yang Melayani Rute Perintis Pelabuhan+Darat • Waktu layar membutuhkan waktu 11-37 hari • Jadwal sifatnya rencana • Faktanya, kedatangan dan keberangkatan sering berubah • Total voyage per tahun 9-27 kali atau call • Kebanyakan berstruktur beton • Aksesibilitas darat terbatas • Kebanyakan tanpa gudang • Problem logistik karena keterbatasan angkutan darat • Kurangnya layanan kargo • Kapal bertipe general cargo • Kecepatan kapal kurang dari 9 knots • Alat bongkar/muat terbatas • Ruang palkah terbatas • Seringnya ganti kapal akibat masa perawatan kapal lama * Place your footnotes here Page 14
Opinion penumpang/pemilik kargo Sejumlah komentar dan masukan umum dari para responden • Secara dominan kebanyakan responden menganggap layanan perintis sudah OK karena tidak punya pilihan lain • Berharap adanya jarak waktu layar yang lebih pendek ; jumlah kapal bertambah dengan jadwal kedatangan/keberangkatan yang jelas • Pemilik kargo membutuhkan fasilitas penyimpanan yang minimal untuk mengantisipasi cuaca buruk • Operator komplain terkait pemilihan rute dan pelabuhan karena wilayah tujuan tersebut memiliki kargo dan penumpang yang minimal • Persoalan pengisian BBM dan perawatan kapal yang sering mengganggu kinerja layanan kapal seperti yang diatur dalam kontrak kerjasama Page 15
EKSPEKTASI MASYARAKAT PENGGUNA JASA • BesaranTarif Besarantarifangkutanperintismenurutresponden34,17% menjawabmurah, 35,83% menganggaprelatifmahaldan30% menyatakanbahwatarif yang dibayarkanadalahwajar. Sehinggadapatdisimpulkanbahwasecaratarifangkutanperintisadalahrelatifmurahdanterjangkauolehmasyarakat. • WaktuTunggu di pelabuhan Perspeksimasyarakatterhadapwaktutunggudipelabuhansampaidenganberlayarnyakapal31,67% menjawabrelatifsingkatdan47,5% menjawabrelatif lama, dan 20,83% menjawab rata-rata.Sehinggapadaumumnyamasyarakatmengharapkanwaktutunggu yang lebihsingkat, halinidapatdipenuhidenganpenjadwalankapal yang lebihketatdantepatwaktu.
EKSPEKTASI MASYARAKAT PENGGUNA JASA TRAYEK PERINTIS • WaktuBerlayar Dimatapengguna jasa75% menganggapwaktupelayaranrelatif lama, sedangkan17,5% rata-rata, dan 7,5% pemakai jasamenganggapwaktuberlayaradalahcepat. Sehinggapelangganmempunyaiekspektasi agar rutedapatdipersingkat/pelabuhan yang disinggahidikurangi. • AspekKeselamatan Dimatapelangganaspekkeselamatanpadarutekapalperintis9% menyatakankurangaman, sedangkan 91% menganggapkondisikapalcukupaman. Berdasarkan survey, diketahuibahwamasih banyak (40%) kapal yang tidaklagidilengkapidengansertifikatkonstruksidanpermesinandari biro klasifikasi, sehinggasegalaperijinanlayarhanyabersifatsementaradankapal, penumpangdanbarangtidaktertanggungolehasuransi. • Kenyamanan di Kapal 18,33% penumpangmenganggapkondisikapaltidaknyaman, sedangkan81,67% penumpangmerasanyaman dan cukupnyaman.Khusus untuk pelabuhan-pelabuhan yang tidak besar secara dominan menyatakan bahwa fasilitas di Pelabuhanmenurutpenumpang85% menganggapfasilitas di pelabuhankurangnyamansedangkan15% penumpangmenganggapsudahcukupnyaman. Ini berarti penambahan fasilitas baik untuk layanan penumpang, cargo, dan kapal harus ditingkatkan.
EVALUASI BERBAGAI FAKTOR Sembilan item persoalan dan penjelasan faktualnya Page 18
EVALUASI UMUM KONDISI DERMAGA • Layanan terhadap penumpang masih sangat sederhana baik pada saat embarkasi dan dembarkasi termasuk aksesibilitas angkutan darat • Fasilitas dermaga yang cukup memadai namun karena kondisi perawatan yang kurang mengakibatkan kehandalan dermaga menjadi relatif rendah
EVALUASI UMUM KOMPARTEMEN KAPAL Wilayah kompartemen penumpang relatif belum memberikan dukungan kebutuhan penumpang selama operasi pelayaran khususnya untuk kebutuhan: beristirahat, kebutuhan makan-minum serta berinteraksi Peralatan-peralatan utilisasi umumnya masih berfungsi namun relatif tidak terawat dan tidak higienis Namun masyarakat terlihat terbiasa dengan kondisi dan menyatakan bahwa hal ini menjadi hal umum mereka rasakan ketika memilih angkutan perintis yang murah dan umumnya masyarakat merasa pantas
KOMPARTEMEN PENUMPANG Adanya sebuah perubahan fungsi yaitu ruang akomodasi penumpang akhirnya berubah menjadi tempat atau ruang penyimpanan kargo. Hal ini umumnya diakibatkan oleh jumlah penumpang yang relatif kecil namun dengan ketersediaan ruang penumpang yang berlebih dan ruang kargo yang juga terbatas Pola pemuatan dan pengaturan kargo baik di ruang penumpang dan di atas geladak juga terkesan sangat standar Karenanya, orientasi penyediaan kompartemen barang mungkin dirasa perlu diutamakan ketimbang ruang penumpang untuk armada keperintisan di masa mendatang
EVALUASI UMUM KESELAMATAN KAPAL Kapasitas peralatan angkat (Kran) kapal diperkirakan masih terbatas Peralatan-peralatan keselamatan banyak yang diperkirakan tidak berfungsi atau beroperasi Mungkin akibat kegiatan perawatan yang terbatas banyak peralatan kapal yang tidak terawat dan berpotensi tidak berfungsi di masa mendatang Pengawasan atau inspeksi menyangkut tingkat kelaiklautan kapal perlu menjadi perhatian penting pemerintah daerah baik Propinsi dan Kabupaten di waktu mendatang
EVALUASI SARANA BANTU NAVIGASI Secara umum fasilitas layanan kapal khususnya rambu dan suar di sekitar pelabuhan masih terbatas Sehingga kebanyakan armada kapal memlilki kesulitan dalam melakukan operasi sandar malam (mengandalkan pengalaman dan praktek empiris awak kapal) Pelabuhan masih kurang memiliki fasilitas pemadam kebakaran standar atau minimal. Atau terdapat peralatan atau fasilitas pemadam kebakaran yang sudah tidak berfungsi Dalam pengamatan tidak ditemukan fakta atau laporan perihal insiden keamanan yang berarti di wilayah pelabuhan khususnya dalam menangani para penumpang dan pemilik atau penerima barang.
Evaluasi Umum Trayek PerintisTingkat Biaya Operasi dan Kecukupan Biaya Subsidi • Biaya Operasi • Biaya kebutuhan bahan bakar. • Rp. 6000 l/liter • Biaya kebutuhan minyak pelumas • Fungsi dari jarak dan ruter pelayaran • Biaya kebutuhan air tawar • 200 lt/hari/orang untuk awak kapal dan 150 lt/hari/orang untuk penumpang • Premi awak kapal • 10 persen dari pendapatan penumpang dan barang • Biaya jasa pelabuhan • Rp. 37,-/DWT • Biaya overhead • 5%-10% dari biaya tetap • Biaya Pemasaran • 2% dari jumlah penghasilan dari uang tambang • Biaya keselamatan barang • 2% dari perkiraan penghasilan uang tambang barang
Evaluasi Umum Trayek PerintisTingkat Biaya Operasi dan Kecukupan Biaya Subsidi • Komponen biaya tetap • Gaji awak kapal • Rp. 30.000,-/orang/hari • Tunjanganawakkapal • Rp.10.000,-/orang/hari • Biaya untuk kesehatan dan kesejahteraan awak kapal • Rp.10.000,-/orang/hari • Biaya makanan awak kapal • Rp. 25.000,-/orang/hari • Biaya cucian awak kapal • Rp. 10.000/minggu • Biaya perawatan kapal • Rp. 1.500.000/DWT/Tahun • Biaya asuransi kapal • 2.5% Harga Kapal/Tahun • Biaya fumigasi • Rp.2.500.000/tahun • Biaya penyusutan kapal • 5% dari Harga Kapal/Tahun
Bagian Ketiga Analisa Hasil Survey Page 26
DATA COLLECTING AND PROCESS The process of data process and assessment The entry proces undertaken onn boar ship and validated with shipboard management and the confirmation of KSOP at the port About 30-45 minutes of face to face interview with the support of structured questionnaire on board & observation at ports Face to face interview Data entry Data tabulation is undertaken based on the table prepared according to routes and zones in Sulawesi, NTT, Maluku, North Maluku and Papua Data arrangement Data tabulation Data arrangement process by forming O/D matrices according to cargo and passenger movement bu routes, regents, and provinces Page 27
NTT: Review • Passanger on Board selama survey dilakukan sebanyak 2.266 orang • Pergerakan Cargo sebanyak 836,7 ton • Rata-rata Load Factor (LF) penumpang untuk kapal perintis adalah sebesar 30 % dan untuk angkutan barang Rata-rata LF sebesar 50 % • Untuk angkutan penyeberangan LF untuk penumpang relatif lebih besar yakni pada kisaran 85 %. • Rata-rata pemakai jasa bergerak pada jarak pelayaran yang relatif pendek, dengan orientasi lebih banyak pada kota-kota utama dengan aktifitas ekonomi yang tinggi ( Kupang ).
Maluku: Review • Passanger on Board selama survey dilakukan sebanyak 3.336 orang • Pergerakan Cargo sebanyak 519,5 ton • Rata-rata Load Factor (LF) penumpang untuk kapal perintis adalah sebesar 60 % dan untuk angkutan barang Rata-rata LF sebesar 20 % • Untuk angkutan penyeberangan LF untuk penumpang < 25 %. • Rata-rata pemakai jasa bergerak pada jarak pelayaran yang relatif pendek, dengan orientasi lebih banyak pada kota-kota yang utama dengan aktifitas ekonomi yang tinggi ( Ambon, Tepa ).
Papua: Review • Passanger on Board selama survey dilakukan sebanyak 1.756 orang • Pergerakan Cargo relatif rendah yang didominasi oleh barang-barang kebutuhan sehari-hari ( sembako ) dan barang dagangan. • Rata-rata Load Factor (LF) penumpang untuk kapal perintis adalah sebesar 45 % dan untuk angkutan barang Rata-rata LF sebesar 20 % • Untuk angkutan penyeberangan LF untuk penumpang < 40 %. • Rata-rata pemakai jasa bergerak pada jarak pelayaran yang relatif pendek, dengan orientasi lebih banyak pada kota-kota yang utama dengan aktifitas ekonomi yang tinggi ( Sorong , Merauke, Bade).
Pola Umumnya melingkar dan jarak jauh Profil khusus untuk jaringan perintis laut Profil Konektivitas Perintis Laut 1730 • Dominan pola layanan rute printis laut adalah jaringan keliling/melingkar (A) dan sebagian kecil dalam bentuk jaringan terpusat (C) dan tidak ada yang bertipe B dan D • Panjang jaringan untuk rute eksis 45-75 mil-laut • Rentang total jarak tempuh 830-1730 mil-laut • Dengan kondisi ini mengakibatkan kinerja layanan waktu layar menjadi lebih lama dengan frekuensi layar yang semakin mengecil 830 325 300 75 45 (in nautical miles, nm) Page 32
Analisa Indeks Konektivitas dan Aksesibilitas Page 33
Kuantifikasi Aksesibilitas 218 Pelabuhan (Sea and ferry ports) Penilaian Indeks Aksesibilitas • Aksesibilitas dianggap sebagai faktor kualitas dari variabel konektivitas. • Empat faktor menjadi determinan level aksesibilitas pelabuhan/kota yang disurvey . • Variabel tersebut adalah faktor suplai infrastruktur, layanan angkutan laut (pelayaran), pola interaksi ekonomik dan biaya angkutan atau transportasi. • Empat variabel menjadi faktor penentu sekaligus konsideran dalam pengembangan konektivitas dan aksesibilitas angkutan laut di wilayah survey Page 34
Konektivitas Intra Sulawesi Segmen Lintasan = 562; High Connectivity = 1; Fair Connectivity = 18 Less Connectivity = 32.
Konektivitas Intra Maluku Segmen Lintasan = 585; High Connectivity = 2; Fair Connectivity = 15 Less Connectivity = 32.
Konektivitas Intra Malut Segmen Lintasan = 748; High Connectivity = 3; Fair Connectivity = 6 Less Connectivity = 42.
Konektivitas Intra NTT Segmen Lintasan = 357; High Connectivity = 1; Fair Connectivity = 21 Less Connectivity = 15.
Konektivitas Intra Papua Segmen Lintasan = 486; High Connectivity = 1; Fair Connectivity = 2 Less Connectivity = 49.
Sulawesi Bitung dan Makassar merupakan dua wilayah dengan tingkat aksesibilitas yang relatif dominan di wilayah Sulawesi akibat kekuatan infrastruktur, interaksi ekonomi hinterland dan foreland dari kedua wilayah ini dan juga kekuatan layanan jasa pelayaran yang cukup intensif Rendahnya aksesibilitas di wilayah Sulawesi utamanya akibat rendahnya tingkat konektivitas, lemahnya infrastruktur, tingginya biaya logistik dan rendahnya interaksi ekonomi Page 40
Maluku Rendahnya aksesibilitas di wilayah Maluku utamanya akibat rendahnya, lemahnya infrastruktur, tingginya biaya logistik dan rendahnya interaksi ekonomi khususnya secara eksternal Ambon, Tual, Ambalau, Saumlaki, Kesui, Tepa dan Ilwaki merupakan wilayah-wilayah dengan tingkat aksesibilitas yang cukup tinggi Page 41
Maluku Utara Ternate dan Sofifi serta Babang merupakan wilayah-wilayah dengan tingkat aksesibilitas yang cukup tinggi akibat kekuatan jaringan pelayaran yang relatif baik dibanding dengan baik Sedangkan wilayah dengan tingkat aksesibilitas yang rendah cenderung akibat rendahnya tingkat interaksi ekonomi dan tingginya biaya logistik akibat rendahnya fasilitas distribusi dan inventori Page 42
Nusa Tenggara Timur Sangat menarik dilihat bahwa rata-rata tingkat aksesibilitas di NTT memiliki tingkat yang relatif sebanding dan jarak terhadap pusat-pusat produksi dan konsumsi menentukan tingkat kekuatan ekonomi daeran Page 43
Sorong, Manokwari dan Jayapura merupakan tiga wilayah penting dengan tingkat aksesibilitas yang dominan di Papua dan Papua Barat Papua Rendahnya tingkat aksesibilitas di Papua dan Papua barat dominan akibat lemahnya infrastruktur dan interaksi ekonomi antar daerah Page 44
Bagian Empat Usulan rekayasa penguatan jaringan dan konektivitas Page 45
Pola operasi diusahakan berbasis liner (jadwal lebih tetap, tujuan/ destinasi yang konsisten serta waktu kedatangan/ keberangkatan yang jelas diketahui masyarakat baik penumpang dan pemilik barang. Panjang dan waktu operasi lebih dirasionalisasi yang lebih pendek hingga mencapai penurunan 30-50% Pola hub-spoke direkomendasikan untuk diterapkan dalam layanan keperintisan. Jaringan pelabuhan pengumpan perlu diperkuat di wilayah-wilayah kecamatan dan gugus pulau kecil, sementara jaringan pelabuhan pengumpul direkomendasikan berada di pelabuhan-pelabuhan kabupaten/ kota Pola pelayanan Trans Maluku dapat menjadi format empirik yang dapat diterapkan di seluruh jaringan keperintisan Indonesia Timur. Rekomendasi Usulan jaringan layanan
Evaluasi Umum Trayek PerintisRancangan Perbaikan • Jarak yang semakin pendek dengan memperhatikan aspek kesehatan, kenyamanan (ergonomik), dan keselamatan penumpang selama perjalanan. • Kecepatan kapal yang menaik dari 8-9 knot menjadi 12-14 knot • Lama Pelayaran yang semakin pendek kurang dari 10 hari. • Jadwal dan rute yang dikoordinasikan dengan pelayanan sebanding milik PT. PELNI, PT. ASDP, dan pihak swasta lainnya. • Frekuensi kedatangan (call) kapal yang menaik • Dan konsekuensinya penambahan armada kapal
Diusulkan wilayah-wilayah dengan indeks konektivitas dan aksesibilitas yang rendah (fair and less; α ≤ 0,49) merupakan wilayah/ pelabuhan prioritas untuk pengembangan layanan keperintisan di masa mendatang. Layanan jaringan antara lokasi less connected dan fair connected perlu menjadi prioritas utama baikuntuk pengembangan jaringan layanan, jaringan simpul, dan armada kapal. Lokasi atau wilayah yang telah masuk dalam kategori highly connected direkomendasikan tidak diprioritaskan (dikurangi) dukungan pendanaan subsidi untuk layanan keperintisan penyeberangan dan laut di masa mendatang. Wilayah highly connected sebaiknya sudah dikategorikan menjadi wilayah komersial. Pengembangan Wilayah fair and less connected Page 48
Usulan Klasifikasi Layanan Perintis Dibagi atas empat kelompok penting Antar Propinsi Intra Propinsi Pengumpan Prop Intra Kab • Rute dengan jarak hingga 200 nm • Waktu rute kurang dari 4-5 hari • Kapasitas kapal di 750-1000 GT • Kecepatan kapal 12-14 knot • Pelabuhan dengan kedalaman minus 5-6 meter • Dukungan layanan penumpang dan pergudangan 300-500 ton • Rute dengan jarak hingga 100-200 nm • Waktu rute kurang dari 3-4 hari • Kapasitas kapal di atas 500-750 GT • Kecepatan kapal di atas 10-12 knot • Pelabuhan dengan kedalaman minus 5 meter • Dukungan dermaga khusus penyeberangan • Rute dengan jarak hingga 400 nm • Waktu rute kurang dari 7-8 hari • Kapasitas kapal di atas 1000 GT • Kecepatan kapal di atas 16 knot • Pelabuhan dengan kedalaman di atas minus 5 meter • Dukungan galangan kapal dan fasilitas bunkering • Rute dengan jarak hingga 50-100 nm • Waktu rute kurang dari 2-3 hari • Kapasitas kapal di atas 300-400 GT • Kecepatan kapal di atas 10-12 knot • Pelabuhan dengan kedalaman di atas minus 5 meter • Dukungan dermaga beton dan alat bongkar-muat barang 5 ton
Struktur Jaringan dalam Kabupaten Jaringan internal kecamatan disediakan untuk melayani pelabuhan terdekat dengan kapal-kapal intra kecamatan Yang menuju ke wilayah kota kecamatan yang tersedia dengan jadwal dan kapal yang teratur Armada pengumpul daerah minimal dengan kapasitas 300 DWT dengan draught sekitar 3-4 meter