160 likes | 852 Views
9. Pencapaian Wajib Belajar 9 tahun Pendidikan Nasional. Sedikit Tentang Wajib Belajar
E N D
9 Pencapaian Wajib Belajar 9 tahun Pendidikan Nasional
Sedikit Tentang Wajib Belajar Kepedulian pemerintah dalam mewujudkan pendidikan yang lebih berkualitas diawali dari adanya program pendidikan yang bermutu. Salah satu kebijakan tersebut adalah adanya program pendidikan wajib belajar 9 tahun. Program wajib belajar 9 tahun ini dicanangkan pada tahun1994 yang merupakan kelanjutan dari program wajib belajar 6 tahun.
Undang-Undang RI No: 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional sebagaimana yang tertuan pada pasal 34 sebagai berukut:(1) Setiap warga negara yang berusia 6 tahun dapat mengikuti program wajib belajar.(2) Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya.(3) Wajib belajar merupakan tanggung jawab negara yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan. Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.(4) Ketentuan mengenai wajib belajar sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Program Wajib Belajar 9 tahun Dalam rangka memperluas kesempatan pendidikan bagi seluruh warga negara dan juga dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia, Pemerintah melalui PP No. 28/1990 tentang Pendidikan Dasar menetapkan Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun. Orientasi dan prioritas kebijakan tersebut, antara lain: (1) penuntasan anak usia 7-12 tahun untuk Sekolah Dasar (SD), (2) penuntasan anak usia 13-15 tahun untuk SLTP, dan (3) pendidikan untuk semua (educational for all).
Wajib belajar 9 tahun juga bertujuan merangsang aspirasi pendidikan orang tua dan anak yang pada gilirannva diharapkan dapat meningkatkan produktivitas kerja penduduk secara nasional.
B. Pelaksanaan Wajib Belajar Sembilan Tahun Sisi pelaksanaan wajib belajar secara umum bertujuan untuk: 1) memberikan kesempatan setiap warga negara tingkat minimal SD dan SMP atau yang sederajat, 2) setiap warga negara dapat mengembangkan dirinya lebih lanjut yang akhirnya mampu memilih dan mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan potensi yang dimiliki, 3) Setiap warga negara mampu berperan serta dalani kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara, dan 4) Memberikan jalan kepada siswa untuk melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi.
Dalam melaksanakan wajib belajar sembilan tahun,ada beberapa pendekatan yang dilakukan sebagai strategi pelaksanaannya, antara lain: • Pendekatan Budaya • Pendekatan Sosial • Pendekatan Agama • Pendekatan Birokrasi • Pendekatan Hukum
C. Pencapaian Wajib Belajar Sembilan Tahun Menurut SUSENAS tahun 2003 sampai dengan tahun 2003 masih banyak anak usia sekolah yang tidak dapat mengikuti pendidikan. Anak usia 7-15 tahun yang belum pernah sekolah masih sekitar 693,7 ribu orang (1,7%). Sementara itu yang tidak bersekolah lagi baik karena putus sekolah maupun karena tidak melanjutkan dari SD/MI ke SMP/MTS dan dari SMP/MTs ke jenjang pendidikan menengah sekitar 2,7 juta orang atau 6,7% dari total penduduk 7-15 tahun.
Indikator yang dipakai pemerintah untuk mengukur ketercapaian Program Wajib Belajar 9 Tahun adalah pencapaian Angka Partisipasi Kasar (APK). APK adalah hasil perhitungan jumlah siswa SMP/sederajat di suatu daerah dibagi jumlah penduduk usia 13 s.d. 15 tahun dikali 100%. Tingkat ketuntasan daerah dalam melaksanakan program Wajar Dikdas 9 Tahun dikategorikan: a. Tuntas pratama, bila APK mencapai 80% s.d. 84% b. Tuntas madya, bila APK mencapai 85 % s.d. 89% c. Tuntas utama, bila APK mencapai 90% s.d. 94% d. Tuntas paripurna, bila APK mencapai minimal 95%.
Dalam bidang pendidikan, untuk bisa menghasilkan mutu, terdapat empat usaha mendasar yang harus dilakukan dalam suatu lembaga pendidikan, yaitu : • Menciptakan situasi menang-menang (win-win solution) dan bukan situasi kalah menang diantara pihak yang berkepentingan dengan lembaga pendidikan (stakeholders). • Perlunya ditumbuhkembangkan motivasi instrinsik pada setiap orang yang terlibat dalam proses meraih mutu. • Setiap pimpinan harus berorientasi pada proses dan hasil jangka panjang. • Dalam menggerakkan segala kemampuan lembaga pendidikan untuk mencapai mutu yang ditetapkan, harus dikembangkan adanya kerjasama antar unsur-unsur pelaku proses mencapai hasil mutu.
D. Masalah Pelaksanaan Wajib Belajar • Kurangnya daya tampung siswa SLTP, khususnya di daerah pedesaan, terpencil, pedalaman, dan perbatasan. • Tingginya angka putus sekolah tingkat SD (919 ribu tahun 1998) dan tingkat SLTP (643 ribu). • Rendahnya mutu pendidikan dasar yang diukur berdasarkan Nilai Ebtanas Murni (NEM) sebagai salah satu indikator mum pendidikan. • Rendahnya partisipasi sebagian kelompok masyarakat dalam mendukung wajib belajar, sebagai akibat adanya hambatan geografis, sosial ekonomi dan budaya masyarakat setempat. • Koordinasi wajib belajar khususnya di tingkat daerah (propinsi, kabupaten, dan kecamatan) belum berjalan dengan efektif
Sejumlah program yang perlu dilaksanakan untuk mengatasi masalah tersebut antara lain: • Melanjutkan pembangunan unit sekolah baru (USB) dan ruang kelas baru (RKB) bagi daerah yang membutuhkan, khususnya di daerah pedesaan. • Memberdayakan dan meningkatkan mutu SLTP Terbuka yang telah dikembangkan pada tahun-tahun sebelumnya. • Melanjutkan pengadaan guru-guru kontrak untuk mengatasi kekurangan tenaga guru di daerah-daerah yang membutuhkan. • Melanjutkan pengadaan buku mata pelajaran yang berkualitas sehingga rasio buku dan murid mencapai 1: 1 untuk setiap mata pelajaran. • Melanjutkan upaya peningkatan kualifikasi guru SLTP, sehingga secara berangsur-angsur mereka dapat mencapai tingkat pendidikan SI.
Disamping program-program reguler tersebut di atas, beberapa program inovatif perlu dikembangkan antara lain : • Penyediaan insentif bagi kelompok masyarakat yang mau mendirikan lembaga pendidikan dasar melalui bantuan bangunan, bantuan guru, dan bantuan buku dan alat pelajaran. • Menjajaki kemungkinan pendirian unit sekolah baru (USB) di lingkungan pesantren diniyah (pesantren yang hanya menyelenggarakan sekolah keagamaan) berdasarkan kerjasama kemitraan. • Pembukaan kelas-kelas jauh, khusus untuk daerah terpencil yang sulit dijangkau.