170 likes | 443 Views
Sulistyowati Irianto. Isu-Isu Hukum dari Perspektif Perempuan : Suatu Pengantar. Siapakah perempuan itu ?. Perempuan bukan identitas yang seragam dan kelompok yang homogen Perempuan adalah kelompok yang sangat beragam
E N D
Sulistyowati Irianto Isu-IsuHukumdariPerspektifPerempuan:SuatuPengantar
Siapakah perempuan itu ? • Perempuan bukan identitas yang seragam dan kelompok yang homogen • Perempuan adalah kelompok yang sangat beragam • Yang kita bicarakan adalah perempuan miskin, terbelakang, bodoh, menjadi korban kekerasan (negara dan domestik), dll (perempuan dalam disadvantaged group)—BUKAN SEMUA PEREMPUAN
Gender: konstruksi sosial dan budaya • LAGU: ACHMAD DHANI, DEWA “USAP AIR MATAMU, YANG MENETES DIPIPIMU, KUPASTIKAN SEMUANYA, AKAN BAIK-BAIK SAJA. BILA KAU TERUS PANDANGI, LANGIT TINGGI DI ANGKASA, TAK KAN ADA HABISNYA. S’GALA HASRAT DI DUNIA. HAWA TERCIPTA DI DUNIA, UNTUK MENEMANI SANG ADAM. BEGITU JUGA DIRIMU TERCIPTA TUK MENEMANI AKU • RENUNGKAN SEJENAK, ARTI HADIRMU DI SINI. JANGAN PERNAH INGKARI, DIRIMU ADALAH WANITA. HARUSNYA DIRIMU MENJADI PERHIASAN SANGKAR MADUKU. WALAU KADANG DIRIKU, BERTEKUK LUTUT DI HADAPANMU.
Hukum Sebagai Alat Rekayasa Sosial (Roscoe Pound) • Karena konstruksi gender itu merupakan ciptaan manusia, masyarakat, maka sifatnya dapat berubah atau diubah. • Hukum (peraturan perundang-undangan, putusan hakim) adalah salah satu alat rekayasa sosial untuk mengubah masyarakat ke arah yang lebih baik
Instrumen Hukum perisai perempuan • CEDAW Convention (ratified by Act no. 7/1984) • Declaration on the Elimination of Violence Against Women 1993 • Act on Child Protection no. 3/1997 • Act on Human Rights no. 39/1999, (Article 45 of that Act states that women’s rights is human rights • Act on Child Judiciary no. 23/2000 • Presidential Instruction no. 9/2000 on gender mainstreaming in development • Act on General Election no. 12/2003, Article 65 (1) regulates women’s quota in parliament, • Act on Domestic Violence no. 23/2004, • Act on Citizenship no. 17/2006 • Act on Protection to the Witness Victim no. 13/2006 • Act on the Combat of Trafficking no. 21/2007.
Realitas? Akses perempuan kepada keadilan ? • PerumusanperaturanPerundang-undangan (legislasi) yang tidakmemadai: tidaksensitifterhadappengalamanperempuan, tidakadaperspektifperempuan (contoh: ratusanPerda-perdaSyariah) • Pelaksanaan/implementasi: • Aksesperempuankepadapelayananhukum? (korupsidilembagaperadilan, menjauhkanperempuandariakseskepadakeadilan)
Identifikasi masalah • Perempuan dalam wilayah privat (hubungan keluarga) • Perempuan dan politik (keterwakilan di lembaga legislatif, eksekutif, pengambilan keputusan penting di tingkat grass root sampai tingkat nasional, publik dan privat)
Identifikasi masalah (Lanjutan) • Perempuan, kesehatan, dan pendidikan • Perempuan dan kemiskinan • Ketiadaan akses pada sumber daya alam • Ancaman ekologi yang rusak terhadap perempuan (global warming, perubahan iklim) • Akses perempuan kepada sumberdaya ekonomi (sektor formal dan informal)
Identifikasi Masalah (Lanjutan) • Perempuan dan kekerasan • Perdagangan perempuan (dan anak): Pelacuran, perbudakan, narkotika, pengemis • Pornografi
Apa sebab ? • Hukum dan budaya • Hukum dan politik
Bagaimana hukum dapat digunakan untuk memajukan posisi perempuan? • Memberi perhatian kepada argumentasi hukum yang khusus, yangmenjadi tantangan bagi hukum yangbersifat diskriminatif • Langsung memberi perhatian kepada penanganan kasus-kasus di pengadilan • Memfokuskan diri pada perumusan khas rencana proposal bagi reformasi hukum (penciptaan UU baru dan revisi UU?)
Cth: ambivalensi UUP 1/’74 • Pasal 1: Perkawinan ialah ikatan lahir batin atr seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ke Tuhanan Yang Maha Esa
Pasal 3 • (1)Pada asasnya dalam suatu perkawinan seorang pria hanya boleh mempunya seorang istri, seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami • (2)Pengadilan dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristri lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan
Pasal 4 • (1) Dlm hal seorg suami akan beristri lebih dari seorang, sebgm tsb dlm psl 3 (2) UU ini, maka ia wajib m’ajukan permohonan kpd pengadilan di daerah tempat tinggalnya • (2)Pengadilan dimaksud dlm ayat (1) psl ini hanya memberi izin kpd seorg suami yg akan beristri lebih dr seorg apabila: • (a)istri tdk dpt m’jalankan kewajiban sbg istri • (b)istri mdpt cacat badan atau penyakit yg tidak dapat disembuhkan • (c)istri tidak dapat melahirkan keturunan
Pasal 5 ayat 1 • (1) utk dpt m’ajukan p’mohonan kpd p’adilan, sbgm dimaksud dlm psl 4 ayat (1) UU ini, hrs dipenuhi syarat2 sbb: • a.adanya persetujuan dari istri/istri • b.adanya kepastian bahwa suami mampu m’jamin keperluan2 hdp istri2 dan anak2 mrk • c.adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-anak mereka
Pasal 5 ayat 2 • (2) persetujuan yg dimaksud pd ayat (1) huruf a pasal ini tidak diperlukan bagi seorang suami apabila istri/istrinya tidak mungkin dimintai persetujuannya, dan tidak dapat menjadi pihak dalam perjanjian, atau apabila tidak ada kabar dari istrinya selama sekurang-kurangnya dua tahun atau karena sebab-sebab lain yang perlu mendapat penilaian dari hakim pengadilan.