600 likes | 1.24k Views
CEMARAN MIKOTOKSIN PADA MAKANAN. Handout Mhs Prodi Biologi FMIPA Unmul 2011. Cemaran Pangan Oleh Jamur Beberapa jamur yang mengkontaminasi makanan : Aspergillus flavus dan Apergillus parasitivus yang mampu memproduksi mikotoksin Penicillum martenssi memproduksi aflaktoksin .
E N D
CEMARAN MIKOTOKSINPADA MAKANAN Handout Mhs Prodi Biologi FMIPA Unmul 2011
CemaranPanganOlehJamur Beberapajamur yang mengkontaminasi makanan : AspergillusflavusdanApergillusparasitivus yang mampumemproduksimikotoksin Penicillummartenssimemproduksiaflaktoksin. AspergillusachraceusdanAspergillusmelleus memproduksiasampenisilat. Mucorseringmenyebabkankerusakan makanan, misalnyaterjadinyapembusukan padaroti
MIKOTOKSIN Mikotoksin merupakan metabolit sekunder yang dihasilkan oleh spesies kapang tertentu selama pertumbuhannya pada bahan pangan maupun pakan. Mikotoksin mulai dikenal sejak ditemukannya aflatoksin yang menyebabkan Turkey X –disease pada tahun 1960.
MIKOTOKSIN • Mikotoksin merupakan senyawa beracun yang diproduksi oleh kapang (mold) atau jamur. • Mikotoksin yang terkenal adalah Aflatoksin yaitu senyawa beracun yang diproduksi olehAspergillus flavus atau Aspergillus yang lain misalnya Aspergillus Parasiticus. Aflatoksin digolongkan menjadi aflatoksin B (fluoresens biru) dan aflatoksin G ( fluoresen hijau ) serta turunan – turunannya.
MIKOTOKSIN • Aflatoksin B1 merupakan jenis yang paling beracun terhadap beberapa jenis ternak, terutama kalkun, dan bersifat karsinogenik pada hati Substrat yang paling disenangi oleh Aspergillus Flavus adalah kacang tanah atau produkproduk dari kacang tanah serta bungkil kacang tanah. • Di samping itu ditemukan juga pada biji kapas, jagung, dan beras terutama yang telah mengalami kerusakan selama penyimpanan.
MIKOTOKSIN Hingga saat ini telah dikenal 300 jenis mikotoksin, lima jenis diantaranya sangat berpotensi menyebabkan penyakit baik pada manusia maupun hewan, yaitu aflatoksin, okratoksin A, zearalenon, trikotesena (deoksinivalenol, toksin T2) dan fumonisin. Menurut Bhat dan Miller (1991) sekitar 25-50% komoditas pertanian tercemar kelima jenis mikotoksin tersebut. Penyakit yang disebabkan karena adanya pemaparan mikotoksin disebut mikotoksikosis.
Mengapa penting? INDONESIA negara tropis Kelembaban tinggi (RH > 78%) Suhu hangat ( 25 - 320C) Ideal untuk pertumbuhan jamur kerusakan pangan cemaran mikotoksin tahan thd faktor karsinogenik pengolahan embritoxic toksisitas akut
Gambar . Bahan makanan yang dapat terkontaminasi oleh mikotoksin .
MIKOTOKSIN Pengaruh pada kesehatan : bisa akut, memunculkan penyakit secara cepat atau bersifat jangka panjang ( bersifat karsinogenik kanker ; kehilangan imunitas tubuh, teratogenic dan embryotoxic) Ada 5 (lima) kelompok mikotoksin yang sering terdapat pada pangan: 1. kelompok Aflatoksin 2. kelompok Fumonisin 3. Deoxynivalenol / nivalenol (DON) 4. Zearalenone 5. Ochratoxin
MIKOTOKSIN • Perbedaansifat-sifatkimia, biologikdantoksikologiktiapmikotoksinmenyebabkanadanyaperbedaanefektoksik yang ditimbulkannya. Selainitu, toksisitasinijugaditentukanoleh: • dosisataujumlahmikotoksin yang dikonsumsi; • rutepemaparan; • lamanyapemaparan; • spesies; • umur; • jeniskelamin; • status fisiologis, kesehatandangizi; dan • efeksinergisdariberbagaimikotoksin yang secarabersamaanterdapatpadabahanpangan
PLANT CROP Fungal growth & toxin production Insect bird & rodent damage Agricultural biocides Microbial interaction HARVEST Intrinsic factors Extrinsic factors Environmental condition STORAGE Fungal growth & toxin production Other component plant origin PROCESSING spices, herbs (resistant?) Feed for animals Processed foods Meat & milk Waste / by products HUMAN SIMPLIFIED DIAGRAM THE ROUTE OF MYCOTOXINS CONTAMINATION IN FOOD (Sardjono,2003)
MYCOTOXIGENIC FUNGI Aspergillus flavus (98%) A. fumigatus (3%) A. ochraceus (4%) P. citrinum (55%) F. semitectum (14%) FIELD FUNGI : A. tereus (4%) A. versicolor (7) Fusarium equiseti (7%) F. longipes (13%) F. solani (5%) Nigrosora oryzae (4%) Rhizopus oryzae (75%) SPOILAGE FUNGI Aspergillus niger (80%) A. tamarii (38%) A. wentii (7%) E. chevalieri (63%) E. rubrum (62%) Chaetomium globusum (5%) P. funiculosum (4%)
FIELD FUNGI : Curvularia fallax (7) C. pallescens (6) Lasiodiplodia theobroma (38) Nigrospora oryzae (11) Penicillium funiculosum(5) P. oxalicum (10) Rhizopus oryzae (33) R. stolonifer (6) SPOILAGE FUNGI Aspergillus candidus (5) A. niger (65) A.tamarii (21) A. wentii (10) Chaetomium funicola (9) C. globusum (11) Eurotium chevalieri (48) E. rubrum (54) E. repens (5) Trichoderma harzianum(6) MYCOTOXIGENIC FUNGI A. flavus (80) Fusariummoniliforme(73) F. semitectum(34) F. proliferatum (7) Penicilliumcitrinum(45)
FIELD FUNGI A. penicilloides(4) A. restrictus (29) Cladosporiumspp (17) Curvulariageniculata (7) C. verruculosa(8) Lasiodiplodia theobromae(25) Nigrosoraoryzae(13) Rhizopusoryzae (13) • SPOILAGE FUNGI • Aspergillus candidus (10) • niger (35) • A. restrictus (29) • A.tamarii (15) • A. wentii (10) • Chaetomium funicola (23) • C. globusum (35) • Eurotium amstelodami (13) • E. chevalieri (19) • E. rubrum (60) • Phoma spp (25) MYCOTOXIGENIC FUNGI Aspergillusflavus(81) F. semitectum(46) P. citrinum(23)
KEMIRI (Aleurities mollucana) FIELD FUNGI : Absidia corymbifera (16) Nigrosora oryzae (21) Rhizopus oryzae (32) R. stolonifer (37) Syncephalastrum racemosum (16) SPOILAGE FUNGI Aspergillus niger (84) A. tamarii (32) A. wentii (37) E. chevalieri (26) E. rubrum (89) Chaetomium globusum (37) P. aethiopicum (16) MYCOTOXIGENIC FUNGI Aspergillus flavus (95) A. versicolor (21) P. citrinum (53) F. semitectum (14%)
FIELD FUNGI : Bipolaris maydis (14) B. oryzae (23) Cladosporium cladosporoides (11) Curvularia geniculata (14) C. verruculosa (14) Nigrosora oryzae (37) Phoma spp (23) Trichoconiella padwickii(13) • SPOILAGE FUNGI • niger (17) • A.tamarii (17) • Eurotium chevalieri (11) • E. rubrum (17) MYCOTOXIGENIC FUNGI Aspergillus flavus (80) F. semitectum (63 P. citrinum (23) P. oxalicum (17) PADDY RICE FIELD FUNGI : Alternaria longissima (4) Cladosporium cladosporoides (6) Curvularia geniculata (4) Nigrosora oryzae (4) Trichoconiella padwickii (17) • SPOILAGE FUNGI • niger (6) • A. sydowii (4) • Eurotium chevalieri (18) • E. rubrum (16) MYCOTOXIGENIC FUNGI Aspergillus flavus (34) A. fumigatus (9) A. versicolor (6) F. semitectum (4) P. citrinum (16) P. islandicum (5) MILLED RICE
PEPPER FIELD FUNGI Paecilomyces variotii(40) MYCOTOXIGENIC FUNGI Aspergillusflavus(90) A. versicolor(70) P. citrinum(50) • SPOILAGE FUNGI • niger (60) • A.tamarii (90) • A. sydowii (80) • Emericella • nidulans (35) • Eurotium chevalieri (70)
1.Aflatoksin • AflatoksinberasaldarisingkatanAspergillusflavus toxin. Toksininipertama kali diketahuiberasaldarikapangAspergillusflavus yang berhasildiisolasipadatahun 1960. • A. flavussebagaipenghasilutamaaflatoksinumumnyahanyamemproduksiaflatoksin B1dan B2 (AFB1dan AFB2) SedangkanA. parasiticusmemproduksi AFB1, AFB2, AFG1, dan AFG2. A. flavusdanA. parasiticusinitumbuhpadakisaransuhu yang jauh, yaituberkisardari 10-120C sampai 42-430C dengansuhu optimum 320-330C dan pH optimum 6.
AFLATOKSIN • Toksin yang dihasilkan oleh jamur Aspergillus flavus dan Aspergillus parasiticus • Toksin yang dapat menyebabkan kerusakan pada hati, serta bersifat karsinogenik yang memicu timbulnya kanker (Marth, 1990)
Serangan cendawan A. flavus pada berbagai jenis pangan (jagung, gandum,dan beras) mengakibatkan berbagai kerusakan meliputi kerusakan fisik, kimia, bau, warna, tekstur, dan nilai nutrisi, serta berakibat pada kesehatan manusia dan hewan. Infeksi cendawan A. flavus pada berbagai jenis serealia dapat menyebabkan berbagai pengaruh yaitu timbulnya penyakit seperti hepatocarcinoma (aflatoksin akut), kwashiorkor, reye!s syndrome, dan kanker hati.
Padaumumnya, aflatoksindibentukoleh 2 jeniskapangyaituAspergillusflavusdanAspergillusparasiticus. A. flavustersebarluasdialamdan paling umumditemukanpadabiji-bijian yang tumbuhpadakondisitertekanmisalnyapadamusimkemarau. Kapanginibisaditemukanditanah, tumbuh-tumbuhan yang mengalamipembusukandanjerami. Studiyang lebihbarumenyebutkanbahwa species kapang yang berkerabatdekatdenganA. flavusjugamampumemproduksiaflatoksindiantaranyaA. nominus, A. tamari, A. bombycisdanA. pseudotamarii
Sedikitnya 13 jenis aflatoksin telah diketahui, dan aflatoksin B1 merupakan jenis aflatoksin yang paling berbahaya. Walaupun keberadaan A. flavus tidak selalu berkorelasi dengan level aflatoksin, tetapi keberadaan A. flavus di dalam suatu jenis pangan bisa menjadi indikasi adanya potensi pembentukan aflatoksin.
Dengan mempertimbangkan potensi bahaya aflatoksin terhadap kesehatan manusia, maka di banyak negara telah diberlakukan program regulasi dan pemantauan (monitoring) aflatoksin. Batasan antara 0 sampai 50 ppb saat ini telah digunakan sebagai kandungan aflatoksin yang diijinkan di dalam pangan dan pakan Sebagian besar negara termasuk Amerika Serikat menetapkan 20 ppb sebagai batas maksimal kandungan aflatoksin di dalam pangan, sementara masyarakat ekonomi Eropa (European Economic Community, EEC) pada 1999 menetapkan kandungan aflatoksin total adalah 4.0 ppb dan AFB1 sebesar 2.0 ppb).
Diantara keempat jenis aflatoksin tersebut AFB1 memiliki efek toksik yang paling tinggi. Mikotoksin ini bersifat karsinogenik, hepatatoksik dan mutagenik sehingga menjadi perhatian badan kesehatan dunia (WHO) dan dikategorikan sebagai karsinogenik gol 1A.Selain itu, aflatoksin juga bersifat immunosuppresif yang dapat menurunkan sistem kekebalan tubuh.
Berbagaihasilpenelitianmengenaiefekbiologikaflatoksinmenunjukkanbahwaaflatoksinmempunyaikemampuanuntukmenginduksikankerpadahatiikan, burung, danmamaliadibandingkandenganbahan-bahankimia yang dapatmenimbulkankankerhati. Hal inimenunjukkanbahwamengkomsumsibahanpangan yang telahterkontaminasiaflatoksinsangatberbahaya. Berbagai Negara telahmenentukanstandarbatas minimum mikotoksinpadajagungseperti China, Malaysia, danSingapura, masing-masing 20 ppb, 35 ppb, 5 ppb. Batas maksimumAflatoksin yang diperbolehkanpadamakanandi Indonesia berdasarkanpadaKeputusanKepala BPOM RI No Hk. 00.05.1.4057, AFB1 adalah 20 ppb.
Di Indonesia, aflatoksin merupakan mikotoksin yang sering ditemukan pada produk-produk pertanian dan hasil olahan . Selain itu, residu aflatoksin dan metabolitnya juga ditemukan pada produk peternak seperti susu, telur, dan daging ayam.Sudjadi et al (1999) melaporkan bahwa 80 diantara 81 orang pasien (66 orang pria dan 15 orang wanita) menderita kanker hati karena mengkonsumsi oncom, tempe, kacang goring, bumbu kacang, kecap dan ikan asin. AFB1, AFG1, dan AFM1 terdeteksi pada contoh liver dari 58% pasien tersebut dengan konsentrasi diatas 400 µg/kg.
Bahayaaflatoksinterdiridaribahayaakutdansubkronikletal. Bahayaakutmeliputisirosishatidankematian, sedangkanbahayasubkronikletalmeliputikanker, peningkatantoksisitas virus hepatitis B, danpenekanansistimimunsertaberbagaigangguangizi. Bahayaakutterjadiapabilaterpaparaflatoksindosistinggi (minimal 1 ppm); bahayakronikkankerterjadiapabilaterpaparaflatoksindengandosisberapa pun. Peningkatantoksisitaspadakondisi virus hepatitis B positiftidakdiketahuidosisspesifiknyasementaraitu, penghambatanimunitasdanberbagaigangguangizipadamanusiaterjadiapabilatjdpaparanaflatoksinberdosisrendah (minimal 0,2 ppm).
AFLATOKSIN • Dapat terbentuk pada tahap pra-panen, panen, pasca panen, penyimpanan. • Menurunkan kualitas • Kendala dalam perdagangan internasional (Standard max: 20 ppb) • Menyebabkan gangguan kesehatan
Dampak Aflatoksin • Sasaran utama aflatoksin • Kerusakan hati • Pembengkakan hati • Sifat karsinogenik • Timbulnya penyakit kanker • Mempunyai hubungan sinergik dengan virus hepatitis B and C • Menghambat pertumbuhan anak • Menurunkansistemkekebalan • rawan terserang penyakit. • Pada ternak • turunnya produktivitas(susu, daging, telur), • nafsu makan turun, berat badan turun, • mengkontaminasi susu.
Cemaran Aflatoksin pada Jagung • Kondisi cemaran aflatoksin pada jagung relatif tinggi • Sampel jagung yang diambil pada petani, pedagang dan pengumpul, 23% mengandung cemaran aflatoksin 20-100 ppb, dan 12% mengandung cemaran aflatoksin lebih dari 100 ppb (Rahayu et al., 2003).
Saat Panen • Saat panen kandungan aflatoksin antara 0-14 ppb. • Penundaan waktu pengeringan sampai 2 hari dapat meningkatkan aflatoksin dari 14 ppb menjadi 94 ppb. • Untuk mengatasi hal tersebut maka jagung perlu dikeringkan segera hingga kadar air biji dibawah 14% (Rahmiana et al., 2006).
Aspergillus flavus Jagung dengan kadar aflatoksin tinggi (> 400 ppb)
Aflatoxigenic A. flavus Jagung dengan kadar aflatoksin tinggi (> 400 ppb)
Uji tingkat cemaran jamur Hasil : 100 % jagung terinfeksi jamur, yang didominasi oleh miselia putih, Aspergillus, dan Penicillium
Jagung terinfeksi jamur dan jamur yang berpotensi menghasilkan aflatoksin • Orange-yellow reverse • at AFPA media • potential aflatoxigenic fungi • (A. flavus/A.parasiticus )
Cemaranaflatoksinpadaprodukberbasisjagung yang dijualdiJatimdanbeberapadaerah lain
Menangkalbahayaaflatoksin • Di tingkat usaha tani: pengairan, kesehatan dan panen tepat waktu • Di tingkat perdagangan: pengeringan secepatnya, hindari luka pada biji, membuang biji jelek, simpan pad kondisi sejuk-kering- bersih • Di pengolahan: pilih yang bermutu baik yaitu tidak rusak secara fisik (bisa karena luka, pecah, keriput) atau secara biologis (busuk, berubah warna)
Proses pengolahan yang dapat menurunkan kadar aflatoksin • Perlakuan dengan basa (Ca(OH)2) dengan konsentrasi yang beragam. • Perebusan • Amoniasi (pakan) • Untuk jagung yang tinggi kadar aflatoksinnya dapat digunakan untuk produksi bioetanol
2.Okratoksin • Okratoksin, terutamaOkratoksin A (OA) diketahuisebagaipenyebabkeracunanginjalpadamanusiamaupunhewan, danjugadidugabersifatkarsinogenik. Okratoksin A inipertama kali diisolasipadatahun 1965 darikapangAspergillusochraceus. SecaraalamiA. ochraceusterdapatpadatanaman yang matiataubusuk, jugapadabiji-bijian, kacang-kacangandanbuah-buahan. SelainA.ochraceus, OA jugadapatdihasilkanolehPenicilliumviridicatum (Kuiper-Goodman, 1996) yang terdapatpadabiji-bijiandidaerahberiklimsedang (temperate), sepertipadagandumdieropabagianutara.
P.viridicatum tumbuh pada suhu antara 0 – 310 C dengan suhu optimal pada 200C dan pH optimum 6 – 7. A.ochraceus tumbuh pada suhu antara 8 – 370C. Saat ini diketahui sedikitnya 3 macam Okratoksin, yaitu Okratoksin A (OA), Okratoksin B (OB), dan Okratoksin C (OC). OA adalah yang paling toksik dan paling banyak ditemukan di alam. • Hal penting yang berkaitan dengan perdagangan komoditas kopi di pasar internasional adalah bahwa sebagian besar negara pengimpor/ konsumen kopi mensyaratkan kadar OA yang sangat rendah atau bebas OA.
Selain pada produk tanaman, ternyata OA dapat ditemukan pada berbagai produk ternak seperti daging babi dan daging ayam. Hal ini karena OA bersifat larut dalam lemak sehingga dapat tertimbun di bagian daging yang berlemak. • Manusia dapat terekspose OA melalui produk ternak yang dikonsumsi.
3.Zearalenon • Zearalenon adalah toksin estrogenik yang dihasilkan oleh kapang Fusarium graminearum, F.tricinctum, dan F. moniliforme. Kapang ini tumbuh pada suhu optimum 20 – 250C dan kelembaban 40 – 60 %. Zearalenon pertama kali diisolasi pada tahun 1962. Mikotoksin ini cukup stabil dan tahan terhadap suhu tinggi. • Hingga saat ini paling sedikit terdapat 6 macam turunan zearalenon, diantara nya α-zearalenol yang memiliki aktivitas estrogenik 3 kali lipat daripada senyawa induknya. Senyawa turunan lainnya adalah 6,8-dihidroksizearalenon, 8-hidroksizearalenon, 3-hidroksizearalenon, 7-dehidrozearalenon, dan 5- formilzearalenon. Komoditas yang banyak tercemar zearalenon adalah jagung, gandum, kacang kedelai, beras dan serelia lainnya.
4.Trikotesena • Mikotoksin golongan trikotesena dihasilkan oleh kapang Fusarium spp., Trichoderma, Myrothecium, Trichothecium dan Stachybotrys. Mikotoksin golongan ini dicirikan dengan adanya inti terpen pada senyawa tersebut. Toksin yang dihasilkan oleh kapang-kapang tersebut diantaranya adalah toksin T-2 yang merupakan jenis trikotesena paling toksik. Toksin ini menyebabkan iritasi kulit dan juga diketahui bersifat teratogenik. Selain toksin T-2, trikotesena lainnya seperti deoksinivalenol, nivalenol dapat menyebabkan emesis dan muntah-muntah (Ueno et al., 1972 dalam Sinha, 1993).
5.Fumonisin • Fumonisin termasuk kelompok toksin fusarium yang dihasilkan oleh kapang Fusarium spp., terutama F. moniliforme dan F. proliferatum. Mikotoksin ini relatif baru diketahui dan pertama kali diisolasi dari F. moniliforme pada tahun 1988 (Gelderblom, et al., 1988). Selain F. moniliforme dan F. proliferatum, terdapat pula kapang lain yang juga mampu memproduksi fumonisin, yaitu F.nygamai, F. anthophilum, F. diamini dan F. napiforme.
F. moniliforme tumbuh pada suhu optimal antara 22,5 – 27,50 C dengan suhu maksimum 32 – 370C. Kapang Fusarium ini tumbuh dan tersebar diberbagai negara didunia, terutama negara beriklim tropis dan sub tropis. Komoditas pertanian yang sering dicemari kapang ini adalah jagung, gandum, sorgum dan berbagai produk pertanian lainnya.
Hingga saat ini telah diketahui 11 jenis senyawa Fumonisin, yaitu Fumonisin B1 (FB1), FB2, FB3 dan FB4, FA1, FA2, FC1, FC2, FP1, FP2 dan FP3. Diantara jenis fumonisin tersebut, FB1 mempunyai toksisitas yang dan dikenal juga dengan nama Makrofusin. FB1 dan FB2 banyak mencemari jagung dalam jumlah cukup besar, dan FB1 juga ditemukan pada beras yang terinfeksi oleh F.proliferatum.
Keberadaan kapang penghasil fumonisin dan kontaminasi fumonisin pada komoditi pertanian. • Meskipun kontaminasi fumonisin pada hewan dan manusia belum mendapat perhatian di Indonesia, namun keberadaannya perlu diwaspadai mengingat mikotoksin ini banyak ditemukan bersama-sama dengan aflatoksin sehingga dapat meningkatkan toksisitas kedua mikotoksin tersebut .