1.23k likes | 4.06k Views
Prof. DR.Ir. Rizal Syarief, DESS. MIKOTOKSIN BAHAN PANGAN. ASPERGILLUS, PENICILLIUM, FUSARIUM, DAN KAPANG LAINNYA. BAHAN KULIAH IPN S-2 & S-3. MIKOTOKSIN. Mikotoksin sebagai hasil metabolisme sekunder dari kapang Pesta rodigous Efek akut pada dosis sangat tinggi
E N D
Prof. DR.Ir. Rizal Syarief, DESS MIKOTOKSIN BAHAN PANGAN ASPERGILLUS, PENICILLIUM, FUSARIUM, DAN KAPANG LAINNYA BAHAN KULIAH IPN S-2 & S-3
MIKOTOKSIN • Mikotoksinsebagaihasilmetabolismesekunderdarikapang • Pestarodigous • Efekakutpadadosissangattinggi • Kronis “killing me softly” • Pentingdalam food safety : • Teratogenik • Karsinogenik • Nefrotoksik • Diuresis • Haemoragik • imunotoksik
AFLATOKSIN • Aspergilus flavus toksin • Kristalin aflatoksin stabil pada kondisi tanpa cahaya dan pada suhu sampai lebih dari 100oC, • termotoleran sampai 250oC • peka terhadap basa (NaOH, NH3).
AFLATOKSIN • Keefektifan proses penurunan konsentrasi aflatoksin pada bahan pangan dipengaruhi : • protein • pH • Suhu • lamanya pengolahan
AFLATOKSIN • Terdapat pada: • jagung dan produk olahannya • kacang dan produk kacang-kacangan • biji kapas, susu, dan tree nuts seperti kacang brasil, kacang pistachio dan walnut • sereal dan produk sereal seperti pasta, dan mi instan
SITUASI KONTAMINASI AFLATOKSIN DI INDONESIA Tahun 1990 • 17% makanan jajanan menggunakan kacang tanah (sebagai bumbu) • di Bogor, Jakarta,Karawang, Sukabumi dan Rangkasbitung mengandung : aflatoksin B1 3.0-60 ppb aflatoksin B21.3-30.0 ppb
AFLATOKSINSituasi kontaminasi di Indonesia Syarief (1983) melaporkan : • gabah yang disimpan pada kadar air tinggi (18% bb) memproduksi aflatoksin B1 hingga 562 ppb setelah 50 hari penyimpanan • setelah gabah tersebut diberaskan kadar aflatoksin B1 pada beras sangat kecil yaitu dibawah 5 ppb.
Tabel kandungan DON pada jagung di dataran tinggi Jawa Tengah tahun 1986 (dalam ppm) No Jumlah sampel Kondisi sampel % sampel positif Kandungan DON (ppm) Kisaran Rata-rata yang (+) Rata-rata total 1 29 Baik 0% - - - 2 29 Jelek* 31% 0.8-3.0 1.42 0.44 Keterangan : *sampel jagung yang dikoleksi sengaja dipilih yang keadaannya jelek (seperti diskolorasi,dsb)
AFLATOKSIN Detoksifikasi aflatoksin 1. pengaruh radiasi • pengaruh panas • ekstraksi aflatoksin • Perlakuan fisik 2.Perlakuan kimia • perlakuan asam • perlakuan basa • pengaruh oksidator 3. Perlakuan biologis
ANALISIS AFLATOKSIN • Langkah dasar : • Ekstraksi • menghilangkan lemak • pembersihan • pemisahan • penghitungan • Metode kimia untuk analisa aflatoksin pada susu dan produk susu jauh lebih sensitif karena konsentrasi yang ditemukan biasanya sangat rendah (ppb atau ppt) • Metode yang digunakan biasanya TLC, HPLC atau ELISA.
Deoksinivalenol (DON) • mikotoksin jenis trikotesena tipe B yang paling polar dan stabil • suatu epoksi-sesquiter-penoid yang mempunyai : • 1 gugus hidroksil primer • 2 gugus hidroksil sekunder • gugus karbonil berkonjugasi yang membedakannya dengan trikotesena tipe lain.
Deoksinivalenol (DON) • diproduksi oleh kapang • Fusarium graminearium (Gibberella zeae) • F.culmorum patogen pada tanaman. • Keberadaan DON kadang disertai oleh mikotoksin lain yang dihasilkan oleh • Fusarium seperti zearalenon • nivalenol • fumonisin
Deoksinivalenol (DON) • Banyak terdapat pada kelompok gandum seperti wheat, barley, oat, gandum hitam, tepung jagung, sorgum, tritikalus dan beras • Pembentukan pada tanaman pertanian : • tergantung pada iklim • sangat bervariasi antar daerah dengan geografi tertentu
Deoksinivalenol (DON) Konsentrasi yang pernah di deteksi pada bahan pangan: • barley 0.004-9 mg/kg • jagung 0.003-3.7 mg/kg • oat 0.004-0.76 mg/kg • beras 0.006-5 mg/kg • gandum hitam 0.013-0.240 mg/kg • wheat 0.001-6 mg/kg
Lokasi Sampel terkontaminasi DON (%) Kandungan DON (ppm) Kisaran Rataan Dataran tinggi 53.8 0.46-20.0 3.87 Dataran rendah 84.6 1.92-21.6 5.66 Tabel kontaminasi DON pada jagung di Jawa Barat
Jumlah sampel % sampel positif Kandungan DON (ppb) Kisaran Rata-rata yang positif Rata-rata total 16 12% 27-32 29.5 3.69 Tabel kandungan DON pada jagung komersial di Jawa Tengah (Ali et al, 1998)
Pencegahan dan pengendalianDON • Pemeriksaan sebelum panen mereduksi inokulum Fusarium pada debris host dan pada sumber lainnya rotasi tanaman pangan Misal : rotasi pada wheat dan jagung dengan tanaman non host • penggunaan kapangsida • Praktek pertanian yang baik mengeringkan tanaman secepatnya setelah panen dan disimpan di tempat yang baik
Pencegahan dan pengendalianDON • Penggilingan pada pangan yang terkontaminasi : • Selama proses penggilingan DON akan terpecah-pecah • konsentrasi tertinggi terdapat di lapisan kulit terluar • konsentrasi yang lebih rendah terdapat pada tepungnya • Keberhasilan metode ini bergantung oleh banyaknya penetrasi kapang kedalam endosperma sereal tersebut.
Pencegahan dan pengendalianDON mencuci bahan pangan yang tercemar DON larut dalam air secara komersial kurang praktis • menyebabkan limbah • tahapan proses yang lebih lama. dapat diaplikasikan pada wheat dan maize.
Pencegahan dan pengendalianDON menggunakan reaksi enzimatis adanya pertukaran antar molekul ataupun prekursor yang saling berkaitan. • Detoksifikasi DON : 1 Perlakuan fisik 2 Perlakuan kimia 3 Perlakuan biologi
FUMONISIN • Hidrokarbon panjang yang dihidroksilasi • mengandung gugus metal dan amino • Bubuk hidroskopik berwarna putih • larut dalam air, methanol dan asetonitril-air • Stabil dan tahan panas sampai 25oC • Sering terdapat bersamaan dengan mikotoksin lain (Aflatoksin, DON dan Zearalenon)
FUMONISIN • Toksin dihasilkan oleh • Fusarium moniliforme (F. verticillioides) • F. proliferatum • F. nygamai • F. anthopilum • F. dlamini • F. napiforme • Jenis yang paling dikenal yaitu • fumonisin B1 (FB1) • fumonisin B2 (FB2) • fumonisin B3 (FB3)
FUMONISIN • Ditemukan terutama pada • jagung • komoditi lain (beras dan sorgum) • Pada produk jadi ditemukan pada : • sereal sarapan berbahan dasar jagung • bir • makanan ringan
Tabel kandungan FB1 pada bahan pangan dan pakan di Jawa Barat Sumber: Dharmaputra (2000)
Tabel kontaminasi fumonisin pada jagung di daerah kasus kanker esofagus Sumber: Yoshizawa et al., (1994)
Tabel kontaminasi fumonisin pada jagung di daerah kasus kanker esofagus (Transkei, Afrika Selatan)
Tabel kontaminasi fumonisin pada produk pangan berbasis jagung
Tabel kontaminasi fumonisin pada produk pangan berbasis jagung
Tabel kontaminasi fumonisin pada produk pangan berbasis jagung
Pencegahan dan Pengendalian FUMONISIN • budidaya yang baik (GAP) • perlakuan : • menggunakan bahan kimia sebelum penyimpanan • secara fisik • menurunkan suhu • memodifikasi atmosfir • pemilihan atau skrining jagung sebelum diproses • pasca panen mengeringkan bahan pangan secepatnya
Analisis mikotoksin • Ekstraksi fumonisin dari jagung atau produk berbahan dasar jagung menggunakan metanol cair atau asetinitril • Dua metode analisis yang valid : berbasis kromatografi cair (LC) : • pertukaran anion dari ekstrak pelarut • untuk menganalisis fumonisin B1, B2, and B3 pada jagung. • ekstraksi dan kolom immunoafinitas • untuk menganalisis fumonisin B1 and B2 pada jagung dan cornflakes.
Analisis mikotoksinlanjutan • Metode kromatografi lapis tipis (TLC) dan ELISAkombinasi beberapa jenis fumonisin • Metode lain : HPLC
OKRATOKSIN A (OTA)
OKRATOKSIN A (OTA) • senyawa kristalin tidak berwarna • titik leleh 168oC • larut dalam kloroform, metanol, asetonitril, natrium bikarbonat cair • molekulnya cukup stabil, dan dapat bertahan pada produk olahan bahan pangan. • diproduksi oleh kapang : • Aspergillus ochraceus. • Penicillium verrucosum, • P. viridicatum • A. carbonarius
OKRATOKSIN A (OTA) • terdapat pada produk • kopi • bir • buah kering • wine • kakao • kacang-kacangan • ditemukan pula selama proses pembuatan bir, roti, sereal sarapan dan pengolahan kopi, pakan dan daging.
Tabel kandungan OTA pada biji kopi di propinsi Lampung (Dharmaputra et al, 1999)
Tabel kandungan OTA pada biji kopi di propinsi Bengkulu (Yani, 2004 dalam Dharmaputra, 2005)
Tabel cemaran OTA pada berbagai komoditas pertanian pangan dan pakan (Bahri, 2003)
Tabel cemaran OTA pada berbagai komoditas pertanian pangan dan pakan (Bahri, 2003)
Pencegahan dan pengendalianOTA • aktivitas air (aw) bahan pangan dibawah 0.8. • sebelum disimpan harus dikeringkan • Pada tempat penyimpanan dilakukan • fumigasi • aerasi • pendinginan • kontrol atmosfir • menerapkan GAP, GHP dan GMP • pengeringan • penyimpanan • sortasi agar biji kopi yang rusak tidak diproses • pendidihan, pemanggangan, pembakaran ataupun fermentasi
Penanggulangan/detoksifikasi OTA • Perlakuan secara fisik • didetoksifikasi dengan karbon aktif menyerap OTA rata-rata diatas 99% • Perlakuan secara biologi • dekontaminasi dan detoksifikasi memakai mikroorganisme berupa jamur, kapang, khamir atau bakteri
Analisis mikotoksin • Kromatografi zat cair (LC) • untuk menganalisis OTA pada : • jagung, • barley, • rye, • gandum, • kulit gandum, • makanan berbahan dasar gandum, • kopi yang sudah dipanggang, • wine dan bir. • Kisaran yang dapat dideteksi • 0.03 µg/kg pada wine dan beer • 0.3–0.6 µg/kg pada komoditas pangan lainnya • Metode TLC : mendeteksi OTA pada pangan dengan konsentrasi > 5 µg/kg
PATULIN • kristal tidak berwarna • titik leleh 110oC • larut dalam air, metanol, etanol, aseton, etil asetat, amil asetat, dietil eter, dan benzen • stabil pada kondisi asam dan pada pemanasan sampai 100oC. • dapat terdekomposisi pada air destilasi.