E N D
Suatu hari, tetangga saya datang ke rumah saya untuk meminjam helm. Karena punya banyak helm di rumah, Ibu pun meminjamkannya. Dari kamar, saya dapat mendengar pembicaraan mereka. Kira-kira seperti ini: Ibu: Pinjam helm, mau kemana?Tetangga: Ke pasar. Katanya di dekat pasar ada tilangan. Takut sama polisi. Mungkin banyak yang pernah mendengar hal klise ini. Selain hal itu, pernahkah Anda mendengar perkataan orang yang seperti demikian? "Ngapain pakai helm? Kamu kan cantik/ganteng?" atau... "Pakai helm teropong berarti orangnya jelek!" (Sepertinya orang-orang yang berkata demikian tidak pernah melihat kegantengan Daniel Pedrosa yang biasanya memakai helm teropong saat mengendarai sepeda motor.) Saya 100% yakin, bahwa alasan dibuatnya peraturan untuk mengenakan helm saat mengendarai sepeda motor (Pasal 23 ayat (1) e Undang-Undang No. 14 Tahun 1992 menyatakan Pengendara Sepeda Motor dan Penumpangnya atau bagi Pengemudi kendaraan bermotor roda empat atau lebih yang tidak dilengkapi dengan rumah diwajibkan mempergunakan Helm. ) bukan hanya karena menghimbau masyarakat untuk takut ditilang polisi (dan dimintai uang), ataupun karena wajah jelek (yang merupakan sebuah takdir :p). Sepertinya masyarakat telah melupakan (atau tidak tahu) akan satu hal fatal. Mari kita awali dengan... Contoh kasus: 1. Kemarin, saya mengalami kecelakaan. Saya menabrak anak orang di Jl. Dharmawangsa. Saat saya terjatuh, kepala saya duluan yang membentur aspal. Untungnya, saya mengenakan helm. 2. Sekitar tiga jam yang lalu, saat saya pulang kuliah, saya mengendarai sepeda motor tepat di jalan yang memiliki pepohonan di sisi jalan. Tiba-tiba, sebuah mangga