570 likes | 1.9k Views
Surveilans Penyakit yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi. Subdit. Surveilans dan Respon KLB. Komitmen Global. Eradikasi polio Eliminasi Campak Difteri*. FOKUS. Peran Surveilans : Menentukan daerah Rawan/Risiko Tinggi Memantau Kemajuan Penanggulangan Rekomendasi kegiatan penanggulangan.
E N D
Surveilans Penyakit yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi Subdit. Surveilans dan Respon KLB
Komitmen Global Eradikasi polio Eliminasi Campak Difteri* FOKUS • Peran Surveilans : • Menentukan daerah Rawan/Risiko Tinggi • Memantau Kemajuan Penanggulangan • Rekomendasi kegiatan penanggulangan Strategi Pelaksanaan Program Imunisasi
Prinsip Manajemen Program Pengendalian Penyakit Reduksi 2. Eliminasi Upaya menurunkan angka insiden menjadi “nol” atau sangat kecil untuk penyakit dan daerah tertentu 3. Eradikasi Upaya menghilangkan angka insiden dan penularan di dunia Upaya menurunkan angka insiden, prevalen, dan atau kematian sampai pada tingkat tertentu di suatu daerah/lokasi
Kriteria Mencapai Komitmen Global Eradikasi polio • Tidakditemukan Virus polio selama 3 tahunberturut-turut yang dibuktikandenganSurveillans AFP sesuaistandarsertifikasi Eliminasi Campak • Tidakditemukanwilayahendemiscampakselama >12 bulan, denganpelaksanaan surveillance campak yang adekuat.(Regional consultation on Measles , SEARO, New Delhi, 25 – 27 August 2009 & WHA, May 2010)
Cakupan Surveilans PD3I Saat Ini • Penyakit Campak • Penyakit TN • Penyakit Polio • Penyakit Diptheria
Prinsip Manajemen Program Pengendalian Penyakit Reduksi 2. Eliminasi Upaya menurunkan angka insiden menjadi “nol” atau sangat kecil untuk penyakit dan daerah tertentu 3. Eradikasi Upaya menghilangkan angka insiden dan penularan di dunia Upaya menurunkan angka insiden, prevalen, dan atau kematian sampai pada tingkat tertentu di suatu daerah/lokasi
Kriteria Mencapai Komitmen Global Eradikasi polio • Tidakditemukan Virus polio selama 3 tahunberturut-turut yang dibuktikandenganSurveillans AFP sesuaistandarsertifikasi Eliminasi Campak • Tidakditemukanwilayahendemiscampakselama >12 bulan, denganpelaksanaan surveillance campak yang adekuat.(Regional consultation on Measles , SEARO, New Delhi, 25 – 27 August 2009 & WHA, May 2010) Eliminasi TN • Insiden/angka kejadian tetanus pada masyarakat kurang dari 1 tetanus neonatorum (TN) dalam 1000 kelahiran hidup pada setiap Kabupaten/kota.
Capaian di Indonesia Saat ini • Campak menuju eliminasi, target 2015 • Polio menuju Eradikasi
Definisi AFP ? Semuaanak <15 th dengan • Kelumpuhan(Paralysis/paresis) • Sifatnyalayuh(Flaccid) • Terjadisecaramendadak(Acut),bukandisebabkanolehrudapaksa
Tiga Indikator Utama Surveilans AFP Non polio AFP Rate : ≥ 2 / 100.000 populations under 15 year old Adequate stool specimens : > 80 % Zero reporting : > 90 %
Strategi Surveilans AFP • Menemukan kasus AFP minimal 2/100.000 penduduk < 15 tahun • Upaya penemuan : • di Rumah Sakit • di Puskesmas dan Masyarakat • Pemeriksaan Klinis dan Laboratorium • Keterlibatan ahli • Pemeriksaan Ulang 60 hari • Zero Reporting
Kegiatan Surveilans AFP • Penemuan kasus • Pelacakan Kasus • Pengumpulan Spesimen • Hot Case • Survey Status Imunisasi Polio • Nomor Epid • Nomor Laboratorium Kasus AFP dan Kontak • Kunjungan Ulang (KU) 60 Hari • Umpan Balik dan Penyebarluasan Informasi
Alur Pelaporan & Umpan Balik Surveilans AFP Ditjen PP & PL Kemenkes RI WHO- SEARO WHO- HQ FP1 LAB FP1 FPL LAB Dinkes Provinsi Laboratorium Polio Nasional FP1 FPL W1 FPS Dinkes Kab./Kota FP-PD Rumah Sakit PWS KLB (W2) W1 Lisan Puskesmas Lisan Masyarakat : umpan balik : laporan
Definisi Operasional Kasus Campak Kasus klinis: Demam, Bercak merah (rash) berbetuk mokulopapular, Batuk/pilek atau mata merah (conjunctivitis) atau Dokter mendiagnosa sebagai kasus campak
Surveilans Campak Berbasis IndividuCase Based Measles Surveillance - CBMS • Identitasnyasecara individual, meliputi data: Nama, umur, jeniskelamin, tanggallaporanditerima, tanggalpelacakan, pengambilansampel, status imunisasidanriwayatsakitnya. • Semua tersangka KLB campak harus dilakukan penyelidikan PE • Menggunakan Format C1 (rutin & KLB). • Melakukanpemeriksaanserologis minimal 50% kasusselama 1 tahun. • Pelaksanaan surveilans campak diintegrasikan dengan surveilans AFP.
Indikator Surveilans Campak • Surveilans Rutin : • Rate ks Non campak secara nasional : ≥ 2/100.000 pop • % Kabupaten melaporkan rate ks non campak ≥ 2/100.000 pop: ≥ 80 % • Ks Tersangka campak yang diperiksa IgM : ≥ 80 % • Specimen Adequat untuk pemeriksaan IgM : ≥ 80 % • Spesimen adekuat untuk pemeriksaan Virology : ≥ 80 % • Kelengkapan laporan C-1 puskesmas : ≥ 90 % • Ketepatan laporan C-1 puskesmas : ≥ 80 % • Kelengkapan laporan surveilans aktif RS : ≥ 90 % • KLB • KLB dg “Fully investigated” : 100 % • KLB Pasti yang diperiksa Virology : 100 % • Kelengkapan laporan C- KLB : ≥ 90 %
Pengertian Penyakit menular akut pada tonsil, faring dan hidung, kadang-kadang pada selaput mukosa dan kulit. Difteri dapat menyerang pada setiap orang yang tidak mempunyai kekebalan.
Pengolongan Kasus Kasus Probable Kasus yang menunjukkan gejala-gejala demam, sakit menelan, pseudomembran, pembengkakan leher dan sesak nafas disertai bunyi (stridor) Kasus konfirmasi Kasus probable disertai hasil laboratorium Positif, berupa hapus tenggorok & hapus hidung atau hapus luka di kulit yang diduga Difteri kulit.
Kegiatan Surveilans Difteri • Penemuan Kasus • Pelacakan Kasus • Pelaporan • Pengolahan Data • Umpan Balik • Manajemen Surveilans:
Pelacakan Penyelidikan Epidemiologi dilakukan terhadap setiap adanya 1 kasus difteri, baik dari rumah sakit , puskesmas maupun masyarakat, yang bertujuan untuk menegakkan diagnosis, memastikan terjadi KLB dan menentukan kasus tambahan serta kelompok rentan.
Materi Wawancara • Indeks kasus atau paling tidak dari mana kemungkinan kasus berawal • Kasus-kasus tambahan yang ada di sekitarnya • Cara penyebaran kasus • Waktu penyebaran kasus, • Arah penyebaran penyakit • Siapa, dimana, berapa orang yang kemungkinan telah kontak (hitung pergolongan umur untuk keperluan perencanaan prophilaksis dan imunisasi/ORI ). Untuk mempermudah kemungkinan penyebaran kasus, sebaiknya dibuat peta lokasi KLB dan kemungkinan mobilitas penduduknya • Persiapan pemberian prophilaksis dan imunisasi (ORI)
Data Lain yang Diperlukan • Populasi berisiko • Cakupan imunisasi DPT3 dan DT • Peta wilayah • Kondisi Cool chain • Manj. Pengelolaan vaskin • Data kasus Difteri/ kasus serupa difteri • Data kematia
Pengambilan Spesimen Kontak • Untuk kontak yang sudah mempunyai gejala klinis, specimen yang diambil adalah usap tenggorok dan usap nasofaring (hidung) • Untuk kontak yang tidak mempunyai gejala klinis, specimen yang diambil hanya usap nasofaring saja ( untuk efisiensi )
Alur Pelaporan Surveilans Difteri Ditjen PP & PL Kemenkes RI • Laporan KLB Difteri • Laporan Surveilans Integrasi PD3I Provinsi • STP Dinas Kesehatan Provinsi • Laporan KLB Difteri • Laporan Surveilans Integrasi PD3I Kab./Kota • STP Dinas Kesehatan Kab./Kota : umpan balik : laporan Laporan KLB Difteri STP Laporan KLB Difteri STP FP-PD W1 Rumah Sakit Puskesmas Kasus
2010 10 Sumatera Selatan Banyuasin Pangkalan Balai 09 1 Pangkalan Balai, Banyuasin 1 0 Banyuasin 10 03 2010 CAP & TTD Dr. Riantini 19760828 199903 2 002
RS. Sumber Asih 09 / 03 / 2010 NIHIL TTD TTD Dr, Carolina Nurudin, SKM
Contoh: Ketentuan: Tanggal kirim laporan mingguan dari Puskesmas/RS ke Dinkes Kab./Kota paling lambat setiap hari Selasa