170 likes | 557 Views
Silvikultur Tropika. Sistem silvikultur di daerah tropis : Polycyclic management system (PMS) Monocyclic management system (MMS). Polycyclic hingga kini lebih sering diguna, karena:. Lebih fleksibel dan lebih mudah diterapkan dengan memperhatikan perlakuan silvikultur dari spesies
E N D
Silvikultur Tropika Sistem silvikultur di daerah tropis : Polycyclic management system (PMS) Monocyclic management system (MMS)
Polycyclic hingga kini lebih sering diguna, karena: • Lebih fleksibel dan lebih mudah diterapkan dengan memperhatikan perlakuan silvikultur dari spesies • Pertimbangan ekonomis
Problem-problem yang dihadapi dalam penerapan Polycyclic System • Inferior genetic condition (tidak adanya hubungan antara diameter dengan umur dalam beradaptasi terhadap peningkatan ruang tumbuh dan intensitas cahaya. • „The poor performance of residual trees“ karena ketidakmampuan beradaptasi dengan peningkatan ruang tumbuh dan intensitas cahaya • Penyebaran diameter pohon dari spesies ekonomis yang tidak merata. Ex. Lack of pole-sized • Eksploitasi dan penyaradan yang intensif menimbulkan kerusakan lahan dan tumbuhan lain serta regenerasi.
Forest management dalam abad ini dikembangkan 2 metoda: • Area control methods • Volume control methods
Area control methods: • Total areal hutan dibagi-bagi kedalam jatah tebangan tahunan, tergantung kepada lama siklus tebang. • Ex. 20.000 ha total areal hutan: 40 tahun lama siklus tebang = jatah tebang tahunan 500 ha. • Untuk menghindari over cutting, maka informasi tentang luasan areal hutan harus jelas, serta areal yang hilang akibat shifting cultivation dan infrastructure.
Volume control methods: • Total volume tegakan dikalikan dengan faktor koreksi 0,75 atau 0,8 (karena ketidaktepatan dalam inventarisasi data tegakan) dibagi dengan siklus tebang. • Ex. (800.000 m3 x 0,8) : 40 cc = 16.000 m3/a. • Formula untuk log over forest pada akhir cc: (Vo+V1) x 0,8 : 2 cc = annual allowable cut.
Informasi yang diperlukan dlm menerapkan metoda-metoda tsb: • Jumlah tegakan (komersial) dari hutan • Perkiraan means increment data harus tersedia pada akhir cutting cycle • Kerusakan akibat eksploitasi terhadap tegakan tinggal harus diketahui • Efisiensi dalam pemanfaatan harus diketahui (hub. standing stock dengan volume ekploitasi) • Luasan hutan • Areal hutan yang hilang akibat shifting cultivation dan infrastruktur (jalan, jembatan, dll)
Polycyclic system di Tropis: • Philippine selective logging system • Indonesian selective logging system • N-queensland selective logging system • CELOS-system of Surinam • § The basic idea dari semua system adalah cukup tersedianya tegakan tinggal setelah eksploitasi, dengan menebang pohon-pohon yang bernilai ekonomis, dan sustainable timber harvest in future.
Philippine selective logging system • Karena variasi iklim dari setiap wilayah maka cc menyesuaikan (30-35-40 tahun) • Penandaan batas areal yang akan dieksploitasi (perencanaan) untuk memudahkan pelaksanaan eksploitasi dan pengontrolan. • Pembuatan sampling area untuk memperhitungkan jumlah tegakan tinggal. Dengan 5 % sampling survey. Minimum diameter pohon yang ditinggalkan: 70% kelas diameter 20-60 cm dan 40% kelas diameter 70 cm. Dalam metode ini tegakan tinggal dengan menyeleksi dari 70 jenis dipterocarp yang ada. • Eksploitasi dilakukan pada : semua tegakan kelas 80 cm dbh ( 75 cm) dan 60 % dari tegakan kelas 70 cm (65-75 cm) • Inventarisasi semua tegakan tinggal yang bernilai ekonomis 15 cm dbh. • T.S.I (Timber Stand Improvement) dimulai 6-10 tahun setelah eksploitasi
North Queensland selective logging system • Min diameter 58 cm • E+ 3 or 4 liberation • The cutting cycle 15-20 years
Celos-system of Surinam • Cutting cycle 20 years • No minimum diameter • Harvest should be limited to 20 m3/ha every 20 years, whereas there should be an economic growing stock available of 40 m3/ha.