280 likes | 727 Views
Hukum Acara Kewenangan Memutus Pendapat DPR tentang Dugaan Pelanggaran Hukum oleh Presiden/Wakil Presiden. Oleh: Hakim Konstitusi Dr. Hamdan Zoelva, S.H., M.H. Jakarta, 17 September 2011.
E N D
Hukum Acara Kewenangan Memutus Pendapat DPR tentang Dugaan Pelanggaran Hukum oleh Presiden/Wakil Presiden Oleh: Hakim Konstitusi Dr. Hamdan Zoelva, S.H., M.H. Jakarta, 17 September 2011
KEWAJIBAN MK TERHADAPPENDAPAT DPR MENGENAI DUGAAN PELANGGARAN OLEHPRESIDEN DAN/ATAU WAKIL PRESIDEN Dalam kurun waktu 65 tahun setelah merdeka, telah terjadi 2 kali pemakzulan Presiden Indonesia yang dilakukan berdasarkan mekanisme hukum dan demokrasi berdasarkan ketentuan UUD 1945, yaitu: pemakzulan Presiden Soekarno tahun 1967, dan pemakzulan Presiden K.H. Abdurrahman Wahid Dalam kedua kasus itu, proses pemakzulan Presiden dilakukan melalui proses penelitian dan pengkajian di DPRdan dilanjutkan dengan permintaan kepada MPR mengadakan Sidang Istimewa untuk meminta pertanggungjawaban Presiden agar Presiden dimakzulkan. Prosedur ini berbeda dengan prosedur pemakzulan Presiden pasca perubahan UUD 1945.
LANDASAN YURIDISPEMAKZULAN PRESIDEN PASCA PERUBAHAN UUD 1945 • Pasal 7A, Pasal 7B UUD 1945; • Pasal 24 C Ayat (2) UUD 1945: “Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut Undang-Undang Dasar” ; • Pasal 80 s/d 85 UU MK; • PMK Nomor 21 Tahun 2009 tentang Pedoman Beracara Dalam Memutus Pendapat DPR Mengenai Dugaan Pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden
Pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau pendapat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden. [vide Pasal 7A, 7B ayat (2),24C ayat (2) UUD 1945 junctis Pasal 80 ayat (2) UU MK, Pasal 3 ayat (3) & Pasal 4 PMK Nomor 21 ] Pengajuan permintaan DPR kepada MK hanya dapat dilakukan dengan dukungan sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota DPR yang hadir dalam sidang paripurna yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota DPR. [vide Pasal 7B UUD 1945] MK wajib memeriksa, mengadili, dan memutus dengan seadil-adilnya terhadap pendapat DPR tersebut paling lama 90 hari setelah permintaan DPR itu diterima oleh MK [vide Pasal 84 UU MK]
Apabila MK memutuskan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden terbukti melakukan pelanggaran hukum dan/atau terbukti bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat DPR menyelenggarakan sidang paripurna untuk meneruskan usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat. [vide Pasal 7B ayat (5) UUD 1945]
MEKANISME PEMAKZULAN PRESIDEN MENURUT UUD 1945 DPR MPR MK PRESIDEN Mengadili Pendapat DPR Usul Pemakzulan • Alasan : • Menghianati Negara • Korupsi, Suap • Tindak Pidana berat lainnya dan/atau • Perbuatan tercela, atau • Tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden Memakzulkan Mengawasi
Proses Beracara Perkara Pemakzulan Presiden Pengucapan Ketetapan Registrasi & Penjadwalan Sidang Pengajuan Permohonan Persidangan Pengucapan Putusan
TATA CARAPENGAJUAN PERMOHONAN • Pemohon: DPR yang diwakili oleh Pimpinan DPR yang dapat menunjuk kuasa hukumnya (vide Pasal 2 ayat 1 PMK Nomor 21 Tahun 2009 ) • Permohonan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia, dibuat dalam 12 rangkap, ditandatangani pimpinan DPR atau kuasa hukumnya, dan harus memuat dengan jelas dugaan pelanggaran hukum oleh Presiden dan/atau Wapres maupun dugaan bahwa Presiden dan/atau Wapres tidak lagi memenuhi syarat (vide Pasal 3 PMK Nomor 21 Tahun 2009) • Dalam hal dugaan pelanggaran hukum, Permohonan harus memuat secara rinci mengenai jenis, waktu, dan tempat pelanggaran hukum yang dilakukan oleh Presiden dan/atau Wapres (vide Pasal 4 ayat 1 PMK Nomor 21 Tahun 2009) • Dalam hal dugaan tidak lagi dipenuhinya syarat menjadi Presiden dan/atau Wapres, Permohonan harus memuat uraian yang jelas mengenai syarat apa yang tidak dipenuhi (vide Pasal 4 ayat 2 PMK Nomor 21 Tahun 2009)
REGISTRASI DAN PENJADWALAN SIDANG • Panitera memeriksa kelengkapan dan persyaratan permohonan. Permohonan yang belum lengkap dan/atau belum memenuhi syarat diberitahukan kepada DPR untuk dilengkapi paling lama 3 hari kerja sejak pemberitahuan kekuranglengkapan diterima DPR. Permohonan yang sudah lengkap dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi. (vide Pasal 7 PMK Nomor 21 Tahun 2009) • MK menetapkan hari sidang pertama paling lambat 7 hari kerja sejak permohonan diregistrasi (vide Pasal 8 PMK Nomor 21 Tahun 2009)
PERSIDANGAN • Persidangan dilakukan oleh Pleno Hakim yang sekurang-kurangnya dihadiri oleh 7 orang hakim konstitusi (vide Pasal 9 ayat 1 PMK Nomor 21 Tahun 2009) • Persidangan berlangsung dalam 6 tahap, yaitu: Pemeriksaan Pendahuluan, Tanggapan Presiden dan/atau Wapres , Pembuktian oleh DPR, Pembuktian oleh Presiden dan/atau Wapres , Kesimpulan, dan Pengucapan Putusan (vide Pasal 9 ayat 3 PMK Nomor 21 Tahun 2009)
PEMERIKSAAN PENDAHULUAN Wajib dihadiri oleh Pimpinan DPR dan kuasa hukumnya (vide Pasal 10 dan 11 PMK Nomor 21 Tahun 2009) 2. TANGGAPAN PRESIDEN DAN/ATAU WAPRES Presiden dan/atau Wapres wajib hadir secara pribadi dan dapat didampingi oleh kuasa hukumnya (vide Pasal 12 dan 13 PMK Nomor 21 Tahun 2009) 3. SIDANG PEMBUKTIAN DPR DPR wajib membuktikan dalil-dalilnya dengan alat bukti sbb: alat bukti surat, keterangan saksi, keterangan ahli, petunjuk, dan alat bukti lain(vide Pasal 13 dan 14 PMK Nomor 21 Tahun 2009) • SIDANG PEMBUKTIAN PRESIDEN DAN/ATAU WAPRES Presiden berhak memberikan bantahan terhadap alat bukti yang diajukan DPR dan melakukan pembuktian yang sebaliknya(vide Pasal 15 PMK Nomor 21 Tahun 2009) • KESIMPULAN MK memberi kesempatan kepada DPR dan Presiden dan/atau Wapres untuk menyampaikan kesimpulan akhir dalam jangka waktu paling lama 14 hari setelag berakhirnya sidang tahap IV. Kesimpulan dapat disampaikan secara lisan maupun tertulis(vide Pasal 16 PMK Nomor 21 Tahun 2009)
PUTUSAN • Putusan MK terhadap Pendapat DPR wajib diputus dalam jangka waktu paling lambat 90 hari sejak permohonan dicatat dalam buku registrasi(vide Pasal 19 ayat 1 PMK Nomor 21 Tahun 2009) • Pasal 83 UU MK juncto 19 ayat (3) PMK No. 21 Tahun 2009: “Amar putusan dapat menyatakan: • Permohonan tidak dapat diterima apabila tidak memenuhi syarat. • Membenarkan pendapat DPR apabila Mahkamah berpendapat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden terbukti melakukan pelanggaran hukum berupa penghianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela, dan/atau terbukti tidak memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden. • Permohonan ditolak apabila pendapat DPR tidak terbukti”
TUNTUTAN RAKYAT • Pembubaran PKI • PJ Presiden terkait G 30 S/PKI PROSES PEMAKZULAN PRESIDEN Ir. Soekarno Pengawasan SI MPRS PIMP MPRS MPRS Pencabutan Kekuasaan Pelengkapan Nawaksara Memorandum DPR PRESIDEN Pidato Nawaksara • Isi Memorandum • Permintaan Sidang Istimewa • Usulan Pemakzulan Presiden • Alasan • - Penolakan Presiden mempertanggujawabkan peristiwa G 30 S/PKI dan epilognya, Kemunduran ekonomi dan akhlak
SI MPR Presiden KH.Abdurrahman Wahid dimakzulkan PROSES PEMAKZULAN PRESIDEN K.H.Abdurrahman Wahid PANSUS Komisi III DPR Info Media Massa Usul Hak Angket 1BLN Paripurna DPR Hak Angket Paripurna DPR Paripurna DPR 3BLN 263 Anggota Kasus Bulogate & Berunaigate MEMORANDUM I MEMORANDUM II Setuju Hak Angket Sub KOM • Alasan • Penolakan Presiden memberikan PJ di SI MPR • Pengumuman Maklumat Pembekuan MPR/DPR & Pembubaran Partai Golkar. • Kesimpulan • Patut diduga Presiden berperan dalam pencairan dan penggunaan dana yantera Bulog • Inkosistensi pernyataan Presiden terkait bantuan Sultan Brunai Tidak ada perbaikan kebijakan/perilaku Presiden terkait Sumpah Jabatan & Pelanggaran Haluan Negara Tidak ada perbaikan kebijakan/perilaku Presiden terkait Sumpah Jabatan & Pelanggaran Haluan Negara
PROSES IMPEACHMENT PRESIDEN USA HoR/DPR Impeachment Cause of Action • Treason • Bribery • High-Crimes • Misdemeanors Article of Impeachment Trial by By Manager SENAT US PEOPLES Acquited/ Convicted JUDICIARY COMMITTEE PRESIDENT Investigation