470 likes | 1.17k Views
HAM dan Instrumen HAM tentang Kebebasan Beragama/Berkeyakinan. Roichatul Aswidah 14 Desember 2010. Konsep Hak Asasi Manusia. “ Manusia, semata karena manusia, dia mempunyai hak asasi manusia ” Yang menjadi hal yang khusus dalam konsep hak asasi adalah:
E N D
HAM dan Instrumen HAM tentang Kebebasan Beragama/Berkeyakinan Roichatul Aswidah 14 Desember 2010
Konsep Hak Asasi Manusia “Manusia, semata karena manusia, dia mempunyai hak asasi manusia” Yang menjadi hal yang khusus dalam konsep hak asasi adalah: • adanya orang yang memiliki (possessors). • Hak merupakan ‘entitilement’ (memandang orang dengan entitlement/keberhakkan). Yang berarti bahwa yang memiliki hak menjadi lokus/tempat kepedualian secara hukum atau moral. Jadi, ‘keberhakkan’ itu akan membenarkan/memberikan legitimasi pada tindakan-tindakan orang tersebut. Dan juga akan menjadi landasan bagi tindakan orang lain terhadap dirinya.
Konsep Hak Asasi Manusia Fokus hak asasi manusia adalah pada kehidupan dan martabat manusia (contoh: martabat seseorang akan terlanggar bila disiksa, menjadi budak, tanpa makanan, atau pakaian, tiadanya akses pada pendidikan dasar dsb) • Apa itu hak asasi manusia dalam pendekatan deskriptif, legal, dan filosofis: • Hak-hak dasar yang memberdayakan manusia untuk membentuk hidupnya sesuai dengan kebebasan, kesetaraan, dan penghormatan terhadap martabat manusia • Serangkaian hak sipil, politik, ekonomi, sosial, budaya dan kolektif yang tercantum dalam instrumen regional dan internasional dan dalam konstitusi-konstitusi negara • Satu-satunya nilai yang diakui secara universal dalam hukum internasional saat ini yang merupakan sari dari liberalisme, demokrasi, partisipasi populer, keadilan sosial, rule of law dan good governance (Manfred Nowak, Introduction to Human Rights Regime, hal. 1)
Definisi Hak Asasi Manusia dalam Instrumen Internasional • Tidak ada definisi resmi “hak asasi manusia’ dalam instrumen internasional • Penafsiran otoritatif dari istilah ‘hak asasi manusia’ adalah Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia. Namun DUHAM tidak mendefinisikannya (lih. Nowak, ibid, hal. 76) • Oleh karena itu, apa itu hak asasi manusia dapat dilihat dari muatan dalam DUHAM: • memuat dua jenis hak yaitu : Hak Sipil dan Politik serta Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya • Memuat beberapa hak yang (dalam Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik) diakui sebagai hak yang tidak dapat dikurangi dalam kondisi apa pun (non-derogable rights) misalnya hak hidup • Beberapa ketentuanya merupakan bagian dari hukum kebiasaan internasional misalnya larangan akan penyiksaan dan perbudakan (Lihat Nowak, ibid)
Prinsip-prinsip dasar hak asasi manusia dilihat dalam rumusan-rumusan ketentuan dalam DUHAM: a. Pasal 1: “Semua manusia dilahirkan merdeka dan mempunyai martabat dan hak yang sama. Mereka dikaruniai akal budi dan hati nurani dan hendaknya bergaul satu dengan yang lain” → Menegaskan bahwa hak untuk kebebasan dan persamaan merupakan hak yang diperoleh sejak lahir dan tidak dapat dicabut (prinsip inalienable/lih. Lembar Fakta HAM, edisi II, hal. 15) b. Pasal 2 (paragraf 1) : “Setiap orang berhak atas semua hak dan kebebasan yang tercantum dalam Deklarasi ini tanpa pembedaan dalam bentuk apa pun, seperti ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, keyakinan politik atau keyakinan lainnya, asal usul kebangsaan dan sosial, hak milik, kelahiran atau status lainnya” → Menegaskan Prinsip non-diskriminasi dan kesetaraan (Lembar Fakta HAM, ibid) c. Mukadimah paragraf 8 dan judul Deklarasi menegaskan prinsip universalitas hak asasi manusia d. Kandungan dua jenis hak (hak sipil dan politik serta hak ekonomi, sosial dan budaya) dalam DUHAM menegaskan sifat tidak dapat dapat dibaginya hak (indivisibility), saling bergantung (interdependent) dan saling berhubungan (interrelated). (prinsip c,d pelaksanannya selama bertahun-tahun terpengaruh oleh adanya politik perang dingin serta adanya pemerintahan yang bersifat otoriter dan akhirnya ditegaskan kembali melalui deklarasi dan program aksi Wina, 1993)
Karakteristik Hak Asasi Manusia • Inherent (apa itu inherent?) • Universal (apa maksudnya universal dan betulkah universal, bagaimana relativisme budaya?) • Inalienable (apa itu inalianble) • Indivisible (tak terbagi/ apa itu) • Interdependent (saling bergantung/apa itu)
Definisi Hak Asasi Manusia dalam Instrumen Nasional Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupkan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh Negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia [UU No. 39/1999 Pasal 1 ayat (1)] → Menegaskan prinsip tak dapat dicabut (inalianable) → Dari muatan hak yang tercantum dalam UU tersebut terkandung dua jenis hak (hak sipil dan poliik serta hak ekonomi, sosial dan budaya) → menegaskan sifat tidak dapat dapat dibaginya hak (indivisibility), saling bergantung (interdependent) dan saling berhubungan (interrelated)
HAM dalam Konstitusi Indonesia • Konstitusi Indonesia tidak mendefiniskan Hak Asasi Manusia • Hak-hak yang dijamin dalam konstitusi meliputi berbagai macam hak yang merupakan bagian hak sipil dan politik maupun hak ekonomi, sosial dan budaya • Secara ekspklisit mencantumkan hak untuk bebas “dari perlakukan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu” (UUD’45 Amendemen Kedua tahun 2000 Pasal 28I ayat (2)
Negara dalam Konsep HAM • Negara menempati posisi yang sangat sentral dalam konsep hak asasi manusia internasional. • Konsep yang sangat negara sentris pada hak asasi manusia berakar kuat pada teori kotrak sosial. Pemikiran yang bersifat kontraktual antara negara dengan rakyatnya dalam teori kontrak sosial dimana negara adalah instrumen untuk perlindungan, pelaksanaan dan perwujudan efektif hak-hak kodrati (natural rights) adalah sama persis dengan konsep negara dalam instrumen hak asasi manusia internasional. (Lih. Donnelly, J, Universal Human Rights in Theory and Practice, Ithaca and London: Cornell University Press, 2003, hal. 34-35)
Kewajiban Negara dalam Pelaksanaan HAM • DUHAM diproklamirkan oleh negara-negara anggota PBB • Dalam hukum internasional hak asasi manusia, hanyalah negara yang mempunyai kewajiban dalam bidang hak asasi manusia (state obligation). (lih. Donnelly, hal. 34) • Negara kemudian diposisikan sebagai pemangku kewajiban. Dalam hal ini negara mempunyai kewajiban untuk menghormati (obligation to respect), memenuhi (obligation to fulfill) dan melindungi (obligation to protect) hak asasi manusia. (Nowak, hal. 48-51) • Dalam mekanisme seperti ini, hak asasi manusia kemudian hanya mengenal pertanggungjawaban negara. Adalah negara yang akan ditagih melalui mekanisme internasional tentang apa yang telah dilakukannya untuk menjamin pelaksanaan hak asasi manusia rakyatnya.
Kewajiban untuk Menghormati (RESPECT) Kewajiban negara untuk menahan diri kecuali atas dasar hukum yang sah Contoh: tidak menggusur dan menyiksa Kewajiban negara untuk melindungi hak terhadap pelanggaran yang dilakukan aparat negara dan non -negara Kewajiban untuk melindungi (PROTECT) Contoh: mengkriminalkan tindakan pembunuhan, penimbunan beras Kewajiban untujk memenuhi (FULFILL) Kewajiban negara untuk mengambil langkah-langkah legislative, administratif, yudisial dan praktis→ memfasilitasi dan menyediakan Conton: mengalokasikan anggaran, menyusun program pendidikan gratis dll Pelanggaran Hak Asasi Manusia → pelanggaran tiga kewajiban negara? Non State- Actors?
Pelanggaran hak asasi manusia • Adalah sebuah pelanggaran hak asasi manusia bila seseorang dipukuli oleh polisi. Namun tidak ada pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi bila seseorang dipukuli oleh seorang pencuri atau tetangganya. Yang terakhir bukanlah sebuah pelanggaran hak asasi manusia namun digolongkan sebagai tindak pidana biasa (ordinary crimes). (Donnelly, J., hal. 34). Pada kasus terakhir negara dianggap melanggar apabila tidak melakukan proses hukum. • Konsep ini berakar kuat pada konsep negara sentris pada hak asasi manusia. • Pelanggaran hak asasi manusia adalah bila negara atau aparatnya melanggar perjanjian hak asasi manusia • Bagaimana dengan pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan oleh pelaku bukan negara (non-state actors)?
Bentuk-bentuk pelanggaran • By Commission • By Omission *** Pelanggaran hak asasi manusia yang berat?
Definisi Pelanggaran Hak Asasi Manusia dalam Hukum Nasional Indonesia Pelanggaran hak asasi manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik sengaja ataupun tidak disengaja, atau kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi, atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang-undang ini dan tidak mendapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar, berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku “ (UU No. 39/1999) → Unsur materiil dan formil
Apa itu Instrumen HAM? • Pada tataran internasional/regional, Istilah "instrument" seringkali dipakai untuk merujuk pada berbagai bentuk dokumen: • treaty/perjanjian: mis. konvensi/kovenan, protokol→ mengikat secara hukum (HARD LAW) • Standard-setting dokumen lainnya: Deklarasi, prinsip-prinsip (body of principles, guidelines, standard minimum dll)→ tidak mengikat secara hukum, namun dapat menjadi snagat penting tergantung pada beberapa hal (mis. Dipandang merupakan penafsiran yang otoritatif, mencerminkan praktik yang diterima banyak negara, mencerminkan hukum kebiasaan internasional) (SOFT LAW) • Regional • Regional Treaty: Kovenan, konvensi, protokol • Standard-setting dokumen lainnya • Nasional • Konstitusi, • Undang-undang • Putusan Pengadilan
Instrumen HAM Internasional → Standard Internasional Hak Asasi Manusia Instrumen HAM internasional (dan regional) ↓ Standard internasional hak asasi manusia internasional (standard yang disepakati secara internasional yang menjadi prinsip normatif untuk menilai pelaksanaan hak asasi manusia)
Instrumen Hak Asasi Manusia Internasional • Treaty: a. Internastional Bill of Rights:UDHR, ICCPR *#+, ICESCR*+ b. Treaty khusus: • Konvensi Genosida • Konvensi Pengungsi (dan protokolnya) • CERD*# + • CEDAW*#+ • CAT + (dan prokokolnya)*# • CRC*+ • Konvensi Buruh Migran* • Konvensi Penyandang Cacat* Catatan: * ada badan perjanjian (treaty body)→ GC, concluding observation/recom #ada pengaduan individual + Ind telah mengesahkan, ICCPR disahkan tanpa protokolnya→ reservasi?
Instrumen Hak Asasi Manusia Internasional • Non-treaty → Deklarasi, standard minimum, dll • Instrumen dari Badan lain: ILO • Hukum humaniter: Konvensi Jenewa dan protokolnya → diterapkan dalam keadaan konflik (internasional dan nasional/pasal 3 bersama)
Instrumen Hak Asasi Manusia Regional • Konvensi/Kovenan (Eropa, Amerika, Afrika) • Putusan pengadilan** Catatan: ** penting, membantu kita mendefinisikan hak atau situasi
Penggunaan Instrumen Hak Asasi Manusia • Instrumen hak asasi manusia digunakan untuk mendefinisikan: a. Prinsip-prinsip penting (mis. non-diskriminasi) b. Hak → cakupan hak d. klausul ATAU pengertian penting (mis. Klausul pembatasan dan derogasi, kewajiban negara, progressive realization dll)
Instrumen Hak Kebebasan Beragama: NASIONAL • Konstitusi Indonesia: Pasal 28 E UUD 1945 menyatakan: (1) Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya... (2) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya. Pasal 29 (2) UUD 1945 menyatakan bahwa “[n]egara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu
Instrumen Hak Kebebasan Beragama: NASIONAL: UU No. 39/1999 • Hak beragama juga diatur dalam UU No. 39/1999 mengenai Hak Asasi Manusia. Pasal 22 (1) UU tersebut menyatakan bahwa“[s]etiap orang bebas memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu
Konstitusi Indonesia • Pasal 28 I UUD 1945 menyatakan ‘Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun’. Dengan demikian, hak beragama merupakan salah satu hak yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun. Menurut Konstitusi Indonesia, hak beragama merupakan non-derograble right**Lihat Pasal 28 I, UUD 1945, Amendemen II, 2000
UU No. 39/1999 • Pasal 4 UU No. 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia. Pasal tersebut menyatakan: “Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun dan oleh siapapun”
Instrumen Hak Kebebasan Beragama: INTERNASIONAL (ICCPR) Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik pasal 18 yang menyatakan bahwa: 1.Setiap orang berhak atas kebebasan berfikir, berkeyakinan dan beragama. Hak ini mencakup kebebasan untuk menganut atau menerima suatu agama atau kepercayaan atas pilihannya sendiri, dan kebebasan, baik secara individu maupun bersama-sama dengan orang lain, di tempat umum atau tertutup, untuk menjalankan agama atau kepercayaannya dalam kegiatan ibadah, ketaatan, pengamalan dan pengajaran; 2.Tidak seorang pun boleh dipaksa sehingga menganggu kebebasannya untuk menganut atau menerima suatu agama atau kepercayaannya sesuai dengan pilihannya.
Instrumen Internasional: Komentar Umum Komentar Umum Komite Hak Asasi Manusia No. 22 menyatakan bahwa: ”Hak atas berpikir, berkeyakinan, dan beragama (yang termasuk kebebasan untuk menganut kepercayaan) dalam pasal 18.1 bersifat luas dan mendalam; hak ini mencakup kebebasan berpikir mengenai segala hal, kepercayaan pribadi, dan komitmen terhadap agama atau kepercayaan, baik yang dilakukan secara individual maupun bersama-sama dengan orang lain” → Dimensi individual dan kolektif
Instrumen Internasional: Komentar Umum Komentar Umum No. 22 menegaskan: Pasal 18 melindungi kepercayaan-kepercayaan teistik, non-teistik, dan ateisme, serta hak untuk tidak menganut agama atau kepercayaan apa pun. Istilah “kepercayaan” dan “agama” harus dipahami secara luas tidak hanya pada agama-agama tradisional atau agama-agama dan kepercayaan-kepercayaan yang memiliki karakteristik institusional
Instrumen Internasional: Komentar Umum Komentar Umum No. 22 menyatakan bahwa: Pasal 18 membedakan kebebasan berkeyakinan, dan beragama atau berkepercayaan dari kebebasan untuk menjalankan agama atau kepercayaannya.
Dua aspek kebebasan beragama dan berkeyakinan dua aspek hak dan kebebasan beragama dan berkeyakinan: keberadaan spiritual seseorang yang sering disebut sebagai forum internum dan juga hak untuk ‘mengeluarkan’ keberadaan spiritual tersebut serta mempertahannya di depan publik yang sering disebut sebagai forum externum
Forum Internum Forum internum pada intinya meliputi hak untuk secara merdeka memiliki dan menganut sebuah agama atau sebuah keyakinan berdasarkan pilihan sadarnya ((right) freedom to have or to adopt a religion or belief of his choice). Aturan normatif dalam ketentuan tersebut mengandung dua hal pokok: ** Yang pertama adalah penjelasan mengenai hak yang dimiliki oleh manusia yaitu hak untuk “memiliki dan menganut berdasarkan pilihan sadarnya”. ** Yang kedua adalah mengenai objek dari hak tersebut yaitu “agama” atau “kepercayaan”.
Forum Eksternum • Pada dasarnya, aspek pelaksanaan atau manifestasi masuk dalam wilayah forum eksternum yaitu wilayah tempat manifestasi agama atau keyakinan seseorang yang biasanya akan dilaksanakan dengan memanifestakannya kepada dunia luar.Terhadap wilayah ini boleh diterapkan pembatasan-pembatasan menurut Pasal 18 (3). • Namun demikian, dalam wilayah pelaksanaan ini, ada pula wilayah yang tidak diperkenankan adanya pembatasan menurut Pasal 18 (3) yang merupakan wilayah privat yang juga dilindungi oleh pasal 17 Kovenan. Tafsir ini diambil dari ketentuan Pasal 18 ayat (1) Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik yang menyatakan bahwa pelaksanaan ajaran agama atau keyakinan dapat dilakukan “...baik secara individual atau komunal dengan yang lainnya di wilayah publik atau privat, untuk menjalankan agama atau keyakinannya .**Lihat Nowak, hal. 417
Pasal 18 ICCPR Pasal 18 tidak mengijinkan adanya pembatasan apa pun terhadap kebebasan untuk menganut atau menerima suatu agama atau kepercayaannya sesuai dengan pilihannya. Kebebasan-kebebasan ini dilindungi tanpa pengecualian
Cakupan “menganut atau menerima” • Komentar Umum No. 22 menjelaskan bahwa kebebasan untuk “menganut atau menerima” suatu agama atau kepercayaan juga mencakup kebebasan untuk memilih agama atau kepercayaan, termasuk hak untuk mengganti agama atau kepercayaan yang dianutnya dengan agama atau kepercayaan yang lain, atau untuk mengadopsi pandangan ateisme, serta hak untuk mempertahankan suatu agama atau kepercayaan
Tidak boleh ada “Coercion” • Komentar Umum No. 22 juga menjelaskan bahwa Pasal 18.2: melarang pemaksaan yang dapat melanggar hak untuk menganut atau menerima suatu agama atau kepercayaan, termasuk penggunaan ancaman kekerasan fisik atau sanksi hukum guna memaksa orang-orang yang percaya atau tidak percaya untuk menaati kepercayaan dan penganut agama mereka, untuk menolak agama atau kepercayaan mereka, atau untuk mengganti agama atau kepercayaan mereka. Kebijakan-kebijakan atau praktik-praktik yang memiliki tujuan atau dampak yang sama, seperti misalnya, kebijakan atau praktik yang membatasi akses terhadap pendidikan, pelayanan kesehatan, pekerjaan, atau hak-hak yang dijamin oleh pasal 25 dan ketentuan-ketentuan lain dalam Kovenan, juga tidak sesuai dengan pasal 18.2. Perlindungan yang sama diberikan pada penganut semua kepercayaan yang bersifat nonagama
Klausul Pembatas: • Pasal 28 J (2) Konstitusi Indonesia menyatakan bahwa: “[d]alam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai- nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis”. Dengan demikian, Konstitusi Indonesia menggunakan klausul pembatasan: a. Pengakuan dan penghormatan hak dan kebebasan orang lain; b). Moral; c). nilai-nilai agama; d). keamanan; e). ketertiban umum . Dimana semua pembatasan itu harus ditetapkan dengan undang-undang dan dalam masyarakat demokratis
Klausul Pembatas: Pasal 18.3 ICCPR mengijinkan adanya pembatasan terhadap kebebasan untuk menjalankan agama atau kepercayaan seseorang hanya jika pembatasan tersebut diatur oleh ketentuan hukum (prescribed by law) dan diperlukan untuk melindungi keamanan, ketertiban, kesehatan atau moral masyarakat, atau hak dan kebebasan mendasar orang lain. Dengan demikian, pasal ini menggunakan klausul pembatas: a). Keamanan umum (public safety); b). ketertiban umum (public order); c). kesehatan umum (public health); d). moral umum (public moral); dan e). hak dan kebebasan dasar orang lain (rights and freedoms of others).
Pembatasan? • Pasal 18.3 ICCPR mengijinkan adanya pembatasan terhadap kebebasan untuk menjalankan agama atau kepercayaan seseorang hanya jika pembatasan tersebut diatur oleh ketentuan hukum dan diperlukan untuk melindungi keamanan, ketertiban, kesehatan atau moral masyarakat, atau hak dan kebebasan mendasar orang lain. Komentar Umum No.22 selanjutnya menjelaskan bahwa dalam mengartikan ruang lingkup ketentuan pembatasan yang diijinkan, Negara-negara Pihak harus memulai dari kebutuhan untuk melindungi hak-hak yang dijamin oleh Kovenan, termasuk hak atas kesetaraan dan nondiskriminasi di bidang apa pun sebagaimana ditentukan di pasal 2, pasal 3, dan pasal 26 ICCPR.