280 likes | 759 Views
Meraih Kemuliaan Hidup dengan Tauhid. Bersumber dari : http://almakassari.com/artikel-islam/aqidah/meraih-kemuliaan-hidup-dengan-tauhid.html. Microsoft PowerPoint By malcomahsan@gmail.com&JuRaiZ.
E N D
Meraih Kemuliaan Hidup dengan Tauhid Bersumberdari: http://almakassari.com/artikel-islam/aqidah/meraih-kemuliaan-hidup-dengan-tauhid.html Microsoft PowerPoint By malcomahsan@gmail.com&JuRaiZ
Berbicara tentang kebahagiaan hidup, kita jumpai banyak pihak yang berkomentar tentangnya. Ada yang menawarkan metode-metode barat yang penuh kebebasan dan kekacauan, tanpa aturan. Demikian pula, ada yang menawarkan metode lain yang berseberangan dengan Islam. Adapun metode Islam, hendaknya seorang muslim menyadari bahwa kebahagiaan hidup itu didapati dengan berpegang teguh dengan agamanya, yakni ajaran yang dibawa oleh Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wasallam-. 1
Allah -Subhanahu wa Ta’ala- berfirman, وَكَيْفَ تَكْفُرُونَ وَأَنْتُمْ تُتْلَى عَلَيْكُمْ ءَايَاتُ اللَّهِ وَفِيكُمْ رَسُولُهُ وَمَنْ يَعْتَصِمْ بِاللَّهِ فَقَدْ هُدِيَ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ “Bagaimanakah kamu (sampai) menjadi kafir, padahal ayat-ayat Allah dibacakan kepada kamu, dan Rasul-Nya pun berada di tengah-tengah kamu? Barangsiapa yang berpegang teguh kepada (agama) Allah maka sesungguhnya ia telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus”. (QS. Ali-Imran: 101) 2
Sedang ajaran Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- yang teragung, sekaligus perintah Allah -Subhanahu wa Ta’ala- yang terbesar adalah men-tauhid-kan Allah -Subhanahu wa Ta’ala-, tidak menyekutukan-Nya dengan apapun dalam beribadah kepada-Nya. Apa itu tauhid? Al-Allamah Syaikh Muhammad bin Sholeh Al-‘Utsaimin-rahimahullah- berkata dalam Syarah Tsalatsah Al-Ushul (hal. 39)“Tauhid adalah mengesakan Allah -Subhanahu wa Ta’ala- dalam ibadah”. Jadi, anda beribadah kepada Allah saja dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu pun, baik itu nabi, malaikat, wali, dan lainnya. 3
Setelah mengetahui definisi tauhid, jelas bahwa tidak mungkin seorang muslim dapat meraih kebahagian hidup, sedangkan dalam kehidupannya dia (disadari atau tidak) masih menyekutukan Allah -Ta’ala- dalam beribadah kepada-Nya. Realita di masyarakat kita, masih ada diantara mereka yang sering datang meminta ke tempat-tempat yang dianggap keramat, berupa kuburan, pepohonan, boek-boek (kuncup), sungai, laut, bebatuan, dan lainnya agar dipanjangkan umur, laris dagangannya, profesinya langgeng, minta diselamatkan dari bahaya, dan sebagainya. 4
Padahal semua ini, tidak boleh diperuntukkan kepada selain Allah-Ta’ala-. Allah –Ta’ala- berfirman, وَمَنْ يَدْعُ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا ءَاخَرَ لَا بُرْهَانَ لَهُ بِهِ فَإِنَّمَا حِسَابُهُ عِنْدَ رَبِّهِ إِنَّهُ لَا يُفْلِحُ الْكَافِرُونَ “Dan barangsiapa menyeru (mendo’ai) tuhan yang lain di samping Allah, padahal tidak ada suatu dalilpun baginya tentang itu, maka sesungguhnya perhitungannya di sisi Tuhannya. Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu tiada beruntung”. (QS. Al-Mu`minun: 117) 5
Jadi, jelas bagi kita bahwa berdo’a kepada selain Allah atau meminta-minta (seperti yang dijelaskan di atas) kepada selain Allah –Ta’ala- merupakan kesyirikan yang diharamkan oleh Allah dalam ayat tadi. Para pembaca yang budiman, Allah -Ta’ala- sebagai Pencipta kita, Maha Tahu keinginan kita, yaitu ingin memperoleh kebahagiaan hidup di dunia, dan akhirat. Dia telah memberitahu kita, dan memperingatkan kita dengan firman-Nya, 6
وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَى وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْبِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالًا فَخُورًا “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri”. (QS. An-Nisa: 36) 7
Dalam ayat ini, dan lainnya, Allah-Ta’ala- memerintahkan kita agar beribadah hanya kepada-Nya, dan melarang kita dari menyekutukan-Nya. Diturunkannya Al-Qur’an dan diutusnya Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- merupakan rahmat bagi kaum muslimin. Lantarannya, mereka dapat meraih kebahagian di kehidupan dunia dan akhirat, karena di dalam Al-Qur’an terdapat petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa. 8
Allah -Ta’ala- berfirman, ذَلِكَ الْكِتَابُ لَا رَيْبَ فِيهِ هُدًى لِلْمُتَّقِينَ “Kitab (Al Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa” (QS. Al-Baqarah: 2) Allah -Subhanahu wa Ta’ala- berfirman, وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ “Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam” (QS. Al-Anbiya: 107) 9
Syirik , -yakni menyamakan selain Allah dengan Allah dalam perkara yang merupakan kekhususan bagi Allah-Ta’ala-, hak mencipta, memberi rezeki, dan mengatur alam semesta dan lain diantara perbuatan Allah-Ta’ala-. Demikian pula, menyamakan Allah dengan makhluk-Nya dalam perkara ibadah, dan nama-nama atau sifat Allah. Jika seorang meyakini ada selain Allah, yang mengatur alam semesta, memberi rezeki, menciptakan, menghidupkan dan mematikan atau dia menyerahkan ibadah kepada selain Allah-Ta’ala-, seperti menyembelih untuk selain Allah, memberikan sesajen pada tempat-tempat yang dianggap keramat (seperti pohon-pohon yang besar, bebatuan, sungai-sungai), jin-jin, dukun dan yang lain sebagaimana yang Anda jumpai di negara kita ini. 11
Seorang ulama’ Syafi’iyyah, Al-Imam Ar-Rofi’iy -rahimahullah- berkata, “Barangsiapa yang menyembelih sesuatu untuk selain Allah dari kalangan hewan, benda mati (seperti, arca) sebagai bentuk pengagungan, dan ibadah, maka sembelihannya tidak halal & apa yang ia lakukan merupakan perbuatan kekafiran laksana orang bersujud kepada selain-Nya dengan sujud ibadah”. [Lihat Al-‘Aziz Syarh Al-Wajiz (12/84-85)] 12
Jika seorang melakukan perkara-perkara tersebut, maka dia telah menyamakan selain Allah dengan Allah. Artinya, dia telah melakukan kesyirikan besar yang mengeluarkan pelakunya dari Islam dan mengekekalkannya dalam neraka, jika dia mati dalam keadaan seperti itu dan belum bertobat kepada Allah. 13
Allah -Subhanahu wa Ta’ala-, إِنَّهُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ “Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun” . (QS. Al-Maidah: 72) 14
Maka kesengsaraan apakah yang lebih besar dibandingkan dua perkara tersebut: diharamkan baginya surga dan tempatnya adalah neraka, naudzu billah. Amalan pelaku kesyirikan, walaupun banyak dan menggunung pada hari kiamat, tidaklah dianggap dan diperhitungkan sama sekali, bila bercampur dengan noda kesyirikan. Allah –Subhanahu wa Ta’ala- berfirman, وَقَدِمْنَا إِلَى مَا عَمِلُوا مِنْ عَمَلٍ فَجَعَلْنَاهُ هَبَاءً مَنْثُورًا “Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan”. (QS. Al-Furqan: 23) 15
Menyelisihi perintah Nabi –Shallallahu ‘alaihi wa sallam-. Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda, مَانَهَيْتُكُمْ عَنْهُ فَجْتَنِبُوْهُ, وَمَا أَمَرْتُكُمْ بِهِ فَأْتُوْا مِنْهُ مَاسْتَطَعْكُمْ, فَإِنَّمَا أَهْلَكَ الَّذِيْنَ مِنْقَبْلِكُمْ كَثْرَةُ مَسَاءِلِهِمْ وَاخْتِلاَفُهُمْ عَلىَ أَنْبِيَاءِهِمْ “Sesuatu apapun yang saya larang bagi kalian, maka tinggalkanlah; sesuatu apapun yang aku perintahkan, maka kerjakanlah semampu kalian. Karena, yang membinasakan orang-orang sebelum kalian, banyaknya pertanyaan mereka dan menyelisihi nabi-nabi mereka” [HR. Al-Bukhoriy dalam Shohih-nya (6858) & Muslim dalam Shohih-nya (1336)] 16
Dalam hadits ini, Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- memerintahkan kita agar menjauhi apa-apa yang telah beliau larang. Seperti membuat perkara-perkara baru dalam agama yang tidak pernah beliau contohkan, dan para sahabat. Kemudian, Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- memerintahkan kepada kita agar melaksanakan apa yang diperintahkannya sesuai dengan kemampuan kita masing-masing. Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- mengabarkan kepada kita bahwa binasanya umat-umat sebelum kita, disebabkan mereka banyak bertanya dan menyelisihi/menentang nabi-nabi mereka. 17
Oleh karena itu, hendaknya seorang muslim memperhatikan hal ini, apakah selama ini dia menyelisihi nabinya atau tidak. Ini tidaklah diketahui, kecuali dengan mempelajari Al-Kitab & Sunnah; apakah dengan membaca, mendengarkan kaset-kaset ceramah, ataukah dengan mengkhususkan diri belajar di pondok pesantren, misalnya; atau minimal menghadiri pengajian-pengajian di mesjid-mesjid, di pesantren, dan lainnya. 18
Dengan mempelajari dengan mempelajari Al-Kitab & Sunnah, seorang muslim akan dapat meraih kebahagiaan di dunia maupun di akhirat. Sebaliknya, jika seorang muslim jauh dari mempelajari Al-Kitab & Sunnah, maka ini akan menyebabkan dia mudah menyelisihi Nabinya -Shallallahu ‘alaihi wasallam-, dan beragama dengan dasar ikut-ikutan. Ikut-ikutan dalam beragama merupakan perkara tercela, dan sebab seorang disiksa di alam kubur. Dalam sebuah hadits dari sahabat Anas bin Malik -radhiyallahu ‘anhu- tentang orang yang ragu dan ikut-ikutan dalam beriman. Ketika ditanya tentang tiga perkara di dalam kubur, maka dia akan menjawab, “Oh, oh!, saya tidak tahu, saya hanya mendengar orang-orang mengucapkan sesuatu, lalu saya pun mengucapkannya” . [HR. Al-Bukhariy dalam Ash-Shohih (86) & Muslim (904)]. 19
Jadi, hendaknya seorang muslim yang beriman kepada Allah dan hari akhir ketika dibacakan kepadanya ayat-ayat Allah -Subhanahu wa Ta’ala- dan hadits-hadits Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wa sallam-, maka dengan kerelaan hati tunduk dan patuh. Dengan demikian dia akan mendapatkan keberuntungan dan kebahagiaan di dunia maupun di akhirat. Allah -Subhanahu wa Ta’ala- berfirman, إِنَّمَا كَانَ قَوْلَ الْمُؤْمِنِينَ إِذَا دُعُوا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ أَنْ يَقُولُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ “Sesungguhnya jawaban orang-orang mu’min, bila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya agar rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan." "Kami mendengar dan kami patuh." Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung”. (QS. An-Nur: 51) 20
Sumber : Buletin Al-Atsariyyah Edisi 01. Penerbit : Pustaka Ibnu Abbas. Terbit tiap Jum’at Di Buat Agar Mudah Di Baca Download PowerPoint Inidihttp://mysalafy.wordpress.comSumberArtikelinibisadilihatdihttp://almakassari.com/artikel-islam/aqidah/meraih-kemuliaan-hidup-dengan-tauhid.html