10 likes | 234 Views
Sidang Kabinet di Yogya Pada masa revolusi fisik (1948-1950), saya teringat akan watak self discipline Bung Hatta. Beliau pada waktu itu selain wakil presiden, juga merangkap sebagai perdana menteri. Keadaan darurat perang memungkinkan perangkapan kedua jabatan tersebut dalam diri Bung Hatta.
E N D
Sidang Kabinet di Yogya Pada masa revolusi fisik (1948-1950), saya teringat akan watak self discipline Bung Hatta. Beliau pada waktu itu selain wakil presiden, juga merangkap sebagai perdana menteri. Keadaan darurat perang memungkinkan perangkapan kedua jabatan tersebut dalam diri Bung Hatta. Di tengah-tengah pertempuran dengan Belanda dan kepungan tentara Belanda di sekitar Yogya, maka sidang-sidang Kabinet selalu diadakan di waktu malam. Tempatnya di Gedung Negara, dan dimulai tepat pukul 20.00 malam. Itu adalah intruksi Bung Hatta. Rumah Bung Hatta berada di samping Gedung Negara. Selaku Sekretaris Jenderal Departemen Penerangan, saya selalu diminta hadir pula dalam sidang-sidang kabinet. Kita semua mengetahui bahwa Bung Hatta adalah seorang pribadi yang memegang teguh tentang janji dan aturan waktu. Tidak ada seorang menteri pun yang berani datang terlambat. Saya ingat bagaimana semua menteri sebelum pukul 20.00 malam selalu berdatangan. Sebagian datang dengan mobil-mobil kecil secara bersamaan. Ada juga yang datang dengan andong dan dengan sepeda, dan ada juga yang berjalan kaki. Tetapi semua sudah berada di Gedung Negara jauh sebelum pukul 20.00 malam. Biasanya kurang lebih tiga menit sebelum pukul 20.00, kita mendengar deru mobil Bung Hatta dengan para motor pengawal masuk ke halaman Gedung Negara. Terompet penjaga kehormatan di depan Gedung Negara berbunyi dua menit sebelum pukul 20.00. Dan persis satu menit kemudian Bung Hatta memasuki ruang sidang. Secara berkelakar, sambil berbisik-bisik, beberapa menteri mencocokkan arloji tangannya pada saat Bung Hatta mengetok meja, dengan palu pimpinan, sebagai tanda sidang kabinet dibuka. Dan saat itu adalah persis pukul 20.00. Dari cara memimpin di atas, tercermin watak self-discipline Bung Hatta. Suatu watak kepribadian yang mengutamakan contoh. Teladan dalam mendisiplinkan diri sendiri, dan contoh dalam memimpin orang lain. Bagi sementara orang, Bung Hatta dianggap terlalu rasional dan terlalu disipliner. Ukuran-ukuran Bung Hatta tentang disiplin dan teladan dianggap oleh sementara orang itu sebagai berada di atas kemampuan manusia biasa. Mungkin sekali, pengamatan itu mengandung segi-segi kebenaran. Tetapi ukuran-ukuran yang ditentukan oleh Bung Hatta adalah selalu diterapkan terlebih dahulu pada dirinya sendiri. Tidak hanya dalam kehidupan pribadinya, tetapi juga dalam kehidupan sosial dan politiknya. Inilah yang menghias pribadi Bung Hatta, yaitu selalu manunggalnya kata dan perbuatan. H. Roeslan Abdul Gani, Pribadi Manusia Hatta, Seri 8, Yayasan Hatta, Juli 2002