510 likes | 1.12k Views
Dasar/Alasan Penghapus Pidana. Surastini Fitriasih-2012. Pengertian. Hal-hal atau keadaan yang dapat mengakibatkan tidak dijatuhkanya pidana pada seseorang yang telah melakukan perbuatan yang dengan tegas dilarang & diancam dengan sanksi pidana oleh UU.
E N D
Dasar/Alasan Penghapus Pidana Surastini Fitriasih-2012
Pengertian Hal-hal atau keadaan yang dapat mengakibatkan tidak dijatuhkanya pidana pada seseorang yang telah melakukan perbuatan yang dengan tegas dilarang & diancam dengan sanksi pidana oleh UU
Pembagian Dasar Penghapus Pidana Ditinjau dari Pengaturan Dasar Penghapus Pidana yang tertulis Contoh: dasar penghapus pidana yang ada dalam KUHP, mis.: Bela paksa (Pasal 49 ayat (1) KUHP) Dasar Penghapus Pidana yang tidak tertulis Contoh: tidak melawan hukum dalam arti materil
Pembagian Dasar Penghapus Pidana Ditinjau dari Keberlakuan Dasar Penghapus Umum Dasar2 penghapus pidana yang dapat berlaku bagi setiap delik dan setiap orang Dasar Penghapus Khusus Dasar2 penghapus pidana yang hanya berlaku pada delik2 tertentu dan orang2 tertentu.
Pembagian Dasar Penghapus Pidana Dalam KUHP (berdasarkan Kebelakuan) Dasar Penghapus Umum Pasal 44 KUHP Pasal 48 KUHP Pasal 49 KUHP Pasal 50 KUHP Pasal 51 KUHP Dasar Penghapus Khusus Pasal 166 KUHP Pasal 221 KUHP
Pembagian Dasar Penghapus Pidana yang Diatur Di Luar UU Berdasarkan Keberlakuan Berlaku Khusus: Hak mengawasi dan mendidik Hak jabatan: dokter Ijin korban: olah raga bela diri tinju, karate; pasien yang dioperasi Berlaku Umum: Tiada sifat melawan hukum dalam arti materiil Tiada kesalahan dalam arti materiil (AVAS)
Pembagian Dasar Penghapus Pidana Menurut Doktrin(Berdasarkan unsur yang dihapus) Dasar Pembenar: Melawan hukum dihapuskan Kesalahan dihapuskan Dasar Pemaaf: Melawan hukum tetap ada Kesalahan dihapuskan
Pembagian Dasar Penghapus Pidana Menurut Doktrin Dasar Pembenar: Melawan hukum dihapuskan Kesalahan dihapuskan Dalam hal ini perbuatannya dianggap tidak melawan hukum, walaupun perbuatannya itu dilarang dan diancam hukuman oleh UU/KUHP. Jadi dalam hal ini perbuatan pelaku dibenarkan/dibolehkan: a. Pasal 48 KUHP: Noodtoestand/Keadaan Darurat b. Pasal 49 ayat (1): Noodweer/Bela Paksa c. Pasal 50: Melaksanakan perintah UU d. Pasal 51 ayat (1): Perintah jabatan yang sah, dikeluarkan oleh pejabat yg berwenang. e. Tiada sifat melawan hukum dalam arti materil
Pembagian Dasar Penghapus Pidana Menurut Doktrin Dasar Pemaaf: Melawan hukum tetap ada Kesalahan dihapuskan Dalam hal ini perbuatan pelaku tetap dianggap melawan hukum, namun unsur kesalahannya dihapuskan (dimaafkan): a. Pasal 44 KUHP: ketidakmampuan utk bertanggung jawab krn sakit jiwa/idiot/imbisil. b. Pasal 48 KUHP: Overmacht/Daya Paksa dalam arti sempit-relatif c. Pasal 49 ayat (2) KUHP: bela paksa lampau batas d. Pasal 51 ayat (2): Melakukan perintah jabatan yg tidak sah, namun yg diperintah dgn itikad baik mengira bahwa perintah tersebut sah. e. tiada kesalahan dalam arti materil
Dasar Penghapus Pidanadalam KUHP Dasar Pembenar Melawan hukum dihapuskan Kesalahan dihapuskan Dalam hal ini perbuatan pelaku dianggap tidak melawan hukum, walaupun perbuatan itu dilarang dan diancam hukuman oleh UU/KUHP. Jadi dlm hal ini perbuatan pelaku dibenarkan/dibolehkan, sehingga kesalahan pun tidak ada: a. Pasal 48 KUHP (perluasan) b. Pasal 49 ayat (1) c. Pasal 50 d. Pasal 51 ayat (1) Dasar Pemaaf Melawan hukum tetap ada Kesalahan dihapuskan Dalam hal ini perbuatan pelaku tetap dianggap melawan hukum, namun unsur kesalahannya dihapuskan (dimaafkan): Pasal 44 KUHP b. Pasal 48 (sempit) c. Pasal 49 ayat (2) KUHP d. Pasal 51 ayat (2)
Pembagian Dasar penghapus Dalam KUHP Berdasarkan Sumbernya (tinjauan dari sudut pelaku) Internal Pasal 44 KUHP Eksternal Pasal 48 KUHP Pasal 49 KUHP Pasal 50 KUHP Pasal 51 KUHP
Pembagian Dasar Penghapus Pidana Dalam KUHP berdasarkan Sifatnya Personal (Pribadi) Yang merupakan dasar pemaaf Tidak Personal (Non-Pribadi) Yang merupakan dasar pembenar
Pasal 44 KUHP • BS melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya karena jiwanya cacat dalam pertumbuhan atau terganggu karena penyakit, maka tidak dipidana • Jika ternyata perbuatan itu tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada pelakunya jiwanya cacat dalam pertumbuhan atau terganggu karena penyakit, maka hakim dapat memerintahkan supaya orang itu dimasukkan ke rumah sakit jiwa, paling lama satu tahun sebagai waktu percobaan • Ketentuan dalam ayat (2) hanya berlaku bagi Mahkamah Agung, Pengadilan Tinggi dan Pengadilan Negeri
Pasal 44 KUHP Ada 2 penyebabtidakdapatdipidananyaseseorangkarenatidakmampubertanggungjawab: Jiwanyacacatdalampertumbuhan terganggujiwanyakarenapenyakit
Apa yang dimaksuddenganTidakMampuBertanggungjawab? • MvT KUHP: Tidak mampu bertanggung adalah: • Apabila si pembuat tidak ada kebebasan untuk memilih antara berbuat dan tidak berbuat mengenai apa yang dilarang atau diperintahkan oleh Undang-Undang; dan • Apabila si pembuat berada dalam suatu keadaan yang sedemikianh rupa, sehingga dia tidak dapat menginsyafi bahwa perbuatannya itu bertentangan dengan hukum dan tidak dapat menentukan akibat perbuatannya
KonsepKemampuanBertanggungjawab • Dapat diminta pertanggungjawaban pidana (Van Hamel): • Memahami arah tujuan faktual dari tindakannya • Menyadari bahwa tindakan tsb. Secara sosial dilarang • Tindakan tsb. Dilakukan tanpa tekanan/paksaan dari orang lain (dilakukan berdasarkan kehendak bebasnya)
Pasal 44 KUHP • Jiwanya cacat dalam pertumbuhan adalah suatu cacat jiwa (abnormal) yang melekat pada seseorang sejak lahir. Misalnya: imbisil, idiot, bisu tuli sejak lahir • Terganggu jiwanya karena penyakit: keadaan jiwa yang abnormal diderita bukan sejak lahir. Misalnya: gila, epilepsi. • Gangguan jiwa dapat bersifat fisik maupun psikis. Misalnya kecelakaan mobil karena serangan diabetes mendadak; atau akibat tak terduga dari reaksi terlambat dari obat tidur
Pasal 44 KUHP • Pompe: Jiwa cacat dalam tumbuhnya dan terganggu jiwa karena penyakit adalah bukan pengertian dari sudut kedokteran, tetapi dari pengertian hukum Hal yang harus ditinjau: (Adami Chazawi) Bukan semata-mata pada keadaan jiwa si pembuat, tetapi bagaimana hubungan jiwa si pembuat dengan perbuatan yang dilakukan
Untuk menetapkan ada atau tidaknya hubungan keadaan jiwa dengan perbuatan yang dilakukan adalah wewenang hakim, dan bukan ahli jiwa
Pasal 44 KUHP • Hal yang harusditelitidandiputuskanoleh hakim: • Apakahpelakumenunjukkanperkembangankejiwaan yang tidaksempurnaataumengalamigangguankejiwaan? • Apakahtindakpidana yang dilakukannyamerupakanakibatdarihaldalam no.1; adakahhubungankausalantarapenyakitdantindakan? • Apakahatasdasarhal-haltsb. diatas, pertanggung- jawabanpidanapelakuatas TP yang dilakukannyaharusdikesampingkan?
Simons • Seorang ahli jiwa harus memberikan suatu keterangan tentang ada atau tidak adanya suatu pertumbuhan yang tidak sempurna atau suatu gangguan penyakit pada kemampuan akal sehat seseorang. Akan tetapi, hakim mempunyai kebebasan untuk mengikuti atau tidak mengikuti nasihat yang telah ia terima dari seorang ahli semacam itu
Pasal 48 KUHP Overmacht (daya paksa dalam arti relatif/sempit) Noodtoestand (perluasan daya paksa; disebut keadaan darurat)
Overmacht Dorongan/kekuatan/paksaan yg tidak bisa dilawan, baik psikis maupun fisik dari manusia Paksaan: a. Vis Absoluta (paksaan absolut- manus ministra, pelaku hanya sebagai alat belaka) b. Vis Compulsiva (paksaan relatif ) diatur dalam Psl. 48 KUHP. Harus memenuhi asas: Subsidaritas & Proporsionalitas
Dua Asas Penting Subsidiaritas Tiada jalan lain, tindakan tsb adalah satu-satunya jalan Proporsionalitas Keseimbangan antara kepentingan yang dilindungi dengan yang dikorbankan.
Noodtoestand (Keadaan Darurat) Dorongan/paksaan/kekuatan dari luar yang membuat seseorang terjepit, sehingga terpaksa melakukan suatu delik, karena terjadi: 1. Pertentangan antar kepentingan hukum 2. Pertentangan antar kewajiban hukum 3. Pertentangan antara kepentingan hukum dengan kewajiban hukum
Noodtoestand • Pada Noodtoestand pun harus dipenuhi asas: Subsidiaritas dan proporsionalitas
Yurisprudensi di Belanda Memperluas pengertian noodtoestand sehingga mencakup situasi di mana pelaku TP yang sebenarnya tidak mendapat tekanan psikis, tapi dianggap mempunyai dasar pembenar yang layak untuk melanggar UU: Dengan melakukan TP dan memperhitungkan situasi genting aktual yang dihadapi, ia telah melindungi kepentingan yang dilindungi oleh UU; atau Dengan melakukan TP, pelaku justru memenuhi kewajiban sosialnya
Daya Paksa dan Keadaan Darurat yang Putatief (Putatief Overmacht dan Putatief Noodtoestand) • Ada kekeliruan mengira • Daya Paksa yang Putatief: Mengira dirinya berada dalam keadaan Daya Paksa Pelaku mengira dirinya berada dalam keadaan overmacht: mengira ada paksaan, dorongan, kekuatan yang membuatnya terpaksa melakukan delik Contoh: Ditodong “Pistol” (yang ternyata bukan pistol sesungguhnya), sehingga membuatnya melakukan tindak pidana • Keadaan darurat yang putatief: Mengira dirinya berada dalam keadaan Darurat Contoh: Untuk dapat segera keluar dari gedung bioskop yang terbakar, A merusak pintu; padahal banyak pintu darurat.
Pasal 49 KUHP Pasal 49 ayat (1) Noodweer – Bela Paksa Pasal 49 ayat (2) Noodweer Excess – Bela Paksa Lampau Batas
Pasal 49 ayat (1) KUHPNoodweer - Bela Paksa Syarat ancaman serangan/serangan: Melawan hukum Seketika/langsung Ditujukan pada diri sendiri/orang lain Terhadap: badan/tubuh, nyawa, kehormatan seksual, dan harta benda Syarat pembelaan: Seketika/langsung Memenuhi asas subsidiaritas & proporsionalitas
Serangan/ancaman serangan • Serangan berasal dari manusia • Serangan nyata terhadap badan, kehormatan, kebendaan • Acaman serangan: perbuatan yang menimbulkan ancaman seketika/langsung terhadap badan, kehormatan, kebendaan
Seketika • Kapan terjadi serangan? • Kapan pembelaan dapat dilakukan? • Lamintang: Seketika diartikan serangan sudah dimulai, dan belum selesai • Noyon-Langemeijer: Ukuran dari kata “seketika”: (1) sifat bahaya yang telah mengancam secara langsung (2) pembatalan dari perbuatan tersebut tidak dapat diharapkan akan dilakukan oleh si penyerang
Pasal 49 ayat (2) KUHPNoodweer Excess - Bela Paksa Lampau Batas Pembelaan tidak memenuhi asas subsidaritas dan proporsionalitas: asas subsidaritas dan/atau proporsionalitas dilampaui Yang harus dibuktikan: Pembelaan lampau batas terjadi karena goncangan jiwa Goncangan jiwa itu terjadi karena serangan Unsur: Melampaui batas yang perlu Adanya hubungan kausal antara pelampauan batas tsb. dgn serangan yg dilakukan.
Putatief Noodweer • Keliru mengira dirinya berada dalam keadaan bela paksa • Terutama terjadi dalam keliru mengira bahwa telah ada serangan yang melawan hukum
Pasal 50 KUHP • Melaksanakan perintah UU contoh: algojo, eksekutor hukuman mati, dsb.
Pasal 50 KUHP • Ketentuan PerUUan: Mencakup setiap ketentuan yang mengatur atau memberikan kewenangan tertentu, yang diterbitkan oleh penguasa yang memiliki kewenangan legislatif berdasarkan UU atau UUD • Persyaratan: • Harus dengan tindakan –tindakan yang (secara logika) memang dianggap perlu • Ada keseimbangan antara tujuan yang hendak dicapai dengan sarana-sarana yang dipakai untuk pencapaian tujuan
…..lanjutan • Tugas yang dibebankan oleh ketentuan UU , tidak serta merta membenarkan semua tindakan yang dianggap perlu dalam rangka menyelesaikan tugas tersebut. • Contoh: Polisi yang bertugas menangkap, menahan dan memeriksa, maka kewenangan polisi hanya untuk menggunakan sarana yang layak dan tepat guna
Pasal 51 KUHP Pasal 51 ayat (1) KUHP : Perintah yg dikeluarkan oleh pejabat yg sah dan berwenang. Perintahnya adalah perintah yang sah. contoh: juru sita pengadilan, penangkapan/penyitaan/penahanan yang sah yang dilakukan oleh polisi
Pasal 51 KUHP Pasal 51 ayat (2) KUHP: Perintah yg dikeluarkan oleh pejabat/atasan yg tidak berwenang, jadi perintahnya tidak sah: Yang diperintah sama sekali tidak tahu bahwa perintah yang dikeluarkan adalah perintah yang tidak sah Dalam batas-batas lingkungan yg diperintah Ada hubungan antara atasan dan bawahan
2 Syarat Penggunaan Pasal 51 ayat (2) • Syarat Subyektif: dengan itikad baik dia mengira bahwa perintah itu adalah sah • Syarat Obyektif: pada kenyataannya pelaksanaan perintah itu masuk dalam bidang tugas pekerjaannya Kedua syarat ini bersifat kumulatif- imperatif
Syarat Subyektif • Terletak pada sikap batin penerima perintah, yaitu mengira bahwa perintah itu sah • Alasan sikap batin tsb. Harus berdasarkan hal-hal yang masuk akal • Untuk dapat diterima bahwa ia mengira perintah itu sah, harus dipenuhi 2 syarat: - pejabat yang memberi perintah itu disadarinya adalah benar dan berhak - hal yang diperintahkan disadarinya memang masuk lingkup kewenangan yang memberi perintah
Syarat Obyektif • Hal yang diperintahkan harus menjadi bidang pelaksanaan tugasnya • Ada hubungan antara jabatannya dan tugas pekerjaan suatau jabatan • Ingat: Pada jabatan-jabatan publik terdapat tugas-tugas jabatan tertentu, baik merupakan pelaksanaan hak jabatan dan atau pelaksanaan kewajiban jabatan
……lanjutan • Contoh: Pejabat Penyidik Pembantu Atas dasar perintah penyidik dia berwenang melakukan penangkapan, yang sekaligus merupakan kewajiban untuk melaksanakan perintah tsb.
Permasalahan • Apakah perintah harus dalam bentuk konkrit tertentu? Harus tertulis? • Arrest Hoge Raad (7-12-1899): Pasal 51 tidak perlu perintah konkrit, tetapi termasuk juga instruksi umum • Perintah tidak perlu langsung diterima oleh pelaksana perintah (bisa melalui sarana komunikasi) • Berwenang: artinya luas, mencakup kompetensi yang memberi perintah dan keabsahan seluruh perintah
Dasar Penghapus Tidak Tertulis Alasan Pembenar • Tiada Melawan Hukum Materil • Hak Mendidik • Tindakan Medis • Persetujuan
Dasar Penghapus Tidak Tertulis Dasar Pemaaf • AVAS (Afwezigheid Van Alle Schuld): - Error facti (kesesatan mengenai fakta) - Error juris (kesesatan mengenai hukum)
Pembedaan Dasar Pembenar & Dasar Pemaaf terkait dgn masalah : Penyertaan: salah satu peserta memiliki dasar pembenar maka perbuatan peserta lain jg dibenarkan (kolektif), namun dasar pemaaf hanya dimiliki peserta yg punya dasar pemaaf (individual) Bunyi putusan hakim: lepas atau bebas Penggunaan dasar penghapus pidana pada situasi di mana sebenarnya ada dasar penghapus (mis. Bela paksa terhadap bela paksa)