410 likes | 840 Views
HAK TANGGUNGAN. HAK TANGGUNGAN SEBAGAI LEMBAGA HAK JAMINAN ATAS TANAH. PENDAHULUAN. Sejak berlakunya UUPA No. 5 Tahun 1960, UU Hak Tanggungan baru lahir tanggal 9 April 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah.
E N D
HAK TANGGUNGAN HAK TANGGUNGAN SEBAGAI LEMBAGA HAK JAMINAN ATAS TANAH
PENDAHULUAN Sejak berlakunya UUPA No. 5 Tahun 1960, UU Hak Tanggungan baru lahir tanggal 9 April 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah. (Pasal 57 UU PA: Selama Undang-undang mengenai hak tanggungan tersebut dalam pasal 51 belum terbentuk, maka yang berlaku ialah ketentuan-ketentuan mengenai hypotheektersebut dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata Indonesia dan Credietverband tersebut dalam *2597 Staatsblad .1908 No. 542 sebagai yang telah diubah dengan Staatsblad 1937 No. 190). Jadi, hak tanggungan merupakan pengganti hypotheek dan credietverband.
DEFINISI Dalam pasal 1 ayat 1 UUHT dinyatakan bahwa Hak Tanggungan, adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain.
Unsur-unsur pokok definisi hak tanggungan: • Hak tanggungan adalah hak jaminan untuk pelunasan utang. • Objek hak tanggungan adalah hak atas tanah sesuai UUPA. • Hak tanggungan dapat dibebankan atas tanahnya (hak atas tanah) saja, tetapi dapat pula dibebankan berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu. • Utang yang dijamin adalah suatu utang tertentu. • Memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain.
Dalam pasal 1162 KUHPerdata, Hipotek adalah suatu hak kebendaan atas benda-benda tak bergerak, untuk mengambil penggantian dari padanya bagi pelunasan suatu perikatan. • Unsur pokok yang terkandung; • Hipotek adalah hak kebendaan. • Objek hipotek adalah benda-benda tak bergerak. • Untuk perlunasan suatu perikatan.
HUKUM YANG MENGATUR HAK TANGGUNGAN • UUPA: Pasal 25, 33, dan 51 mengenai; HM, HGU dan HGB sebagai objek HT dan perintah pengaturan HT lebih lanjut dengan UU. • UU No. 4/1996 (disingkat UUHT) tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah. • Peraturan pemerintah No. 24 tahun 1997 tentang pendaftaran tanah. • Peraturan menteri negara agraria/ Kepala BPN No.3 tahun 1997 tentang pelaksanaan peraturan pemerintah No. 24 tahun 1997 tentang pendaftaran tanah. • Peraturan menteri negara agraria/ Kepala BPN No. 4 tahun 1996 tentang penetapan batas waktu penggunaan surat kuasa membebankan hak tanggungan untuk menjamin pelunasan kredit-kredit tertentu.
Selama belum ada peraturan perundang-undangan yang mengaturnya, dengan memperhatikan ketentuan dalam Pasal 14, peraturan mengenai eksekusi hypotheek yang ada pada mulai berlakunya Undang-Undang ini, berlaku terhadap eksekusi Hak Tanggungan. (Pasal 26 UUHT). • Dalam pasal 25 UUHT dinyatakan, bahwa sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam UUHT, semua peraturan perundang-undangan mengenai pembebanan HT, kecuali ketentuan mengenai credietverband dan hypotheek sepanjang mengenai pembebanan HT, tetap berlaku sampai ditetapkannya peraturan pelaksanaan UUHT dan dalam penerapannya disesuaikan dengan ketentuan UUHT. Dalam pasal 27 UUHT ditetapkan, bahwa Ketentuan UUHT berlaku juga terhadap pembebanan hak jaminan atas Rumah Susun dan Hak Milik atas Satuan Rumah Susun.
Asas-asas hak tanggungan • Kedudukan istimewa kreditor pemegang hak tanggungan. • Droit De Preference. • Hukum mengenai perkreditan modern yang dijamin dengan HT mengatur perjanjian utang piutang tertentu antara kreditor dan debitor, yang meliputi hak kreditor untuk menjual lelang harta kekayaan tertentu yang ditunjuk secara khusus sebagai jaminan dan mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut. • Dalam pengambilan pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut kreditor pemegang HT mempunyai hak mendahulu dari pada kreditor yang lain (“droit de preference”). • Tetapi tidak mengurangi preferensi piutang-piutang Negera menurut ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku.
Droit De Suite. • HT juga tetap membebani objek HT ditangan siapapun benda tersebut berada, berarti kreditor pemegang HT tetap berhak menjual lelang benda tersebut, biarpun sudah dipindahkan haknya kepada pihak lain (“droit de suite”) (pasal 7). • Jaminan umum pasal 1131 KUHPerdata. • Dua kedudukan istimewa yang ada pada pemegang HT tersebut mengatasi dua kelemahan perlindungan yang diberikan secara umum kepada setiap kreditor oleh pasal 1131 KUHPerdata. • Menurut pasal 1131 KUHPerdata; seluruh harta kekayaan debitor merupakan jaminan bagi pelunasan utangnya kepada semua kreditornya. • Kalau hasil penjualan harta kekayaan debitor tidak cukup untuk melunasi piutang semua kreditornya, tiap kreditornya hanya memperoleh pembayaran sebagian seimbang dengan jumlah piutangnya masing-masing. • Kalau seluruh atau sebagian harta kekayaan tersebut telah dipindahkan kepada pihak lain, karena bukan lagi kepunyaan debitor, bukan lagi merupakan jaminan bagi pelunasan piutang krediornya.
Kepailitan pemberi hak tanggungan. • Menurut pasal 21 UUHT; Apabila pemberi Hak Tanggungan dinyatakan pailit, pemegang Hak Tanggungan tetap berwenang melakukan segala hak yang diperolehnya menurut ketentuan Undang-Undang ini. • Ini berarti, bahwa obyek HT tidak termasuk dalam boedel kepailitan, sebelum kreditor mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan benda yang bersangkutan. • Hak tanggungan tidak dapat dibagi-bagi. • Sifat HT yang tidak dapat dibagi-bagi, jika dibebankan atas lebih dari satu objek (pasal 2 ayat (1)). • Jika kreditnya dilunasi secara angsuran, HT yang bersangkutan tetap membebani setiap objek untuk sisa utang yang belum dilunasi.
Kemudahan dan kepastian dalam eksekusi. • HT itu mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya. • Apabila debitor cidera janji tidak perlu ditempuh acara gugatan perdata biasa, sesuai pasal 20, yaitu; menggunakan haknya menjual objek HT melalui pelelangan umum berdasarkan pasal 6 atau ditempuh apa yang dikenal sebagai “parate excutie” berdasarkan pasal 224 RIB dan 158 RRBgw yang disebut diatas. • Dalam hal tertentu bahkan bisa dilakukan penjualan dibawah tangan. • Kepastian tanggal kelahiran hak tanggungan. • Sebagaimana diatur dalam pasal 13 UUHT dan penentuan batas waktu dilakukannya berbagai perbuatan hukum dalam rangka pembebanan HT merupakan juga perlindungan bagi kepentingan kreditor pemegang HT.
Kedudukan istimewa kreditor pemegang HT juga ditegaskan dalam pasal 56 Perpu No. 1 tahun 1998 tentang perubahan atas UU kepailitan; bahwa “Dengan tetap memperhatikan ketentuan pasal 56 A, setiap kreditor yang memegang hak tanggungan, hak gadai dan hak agunan atas kebendaan lainnya, dapat mengeksekusi haknya seolah-olah tidak terjadi kepailitan. • Pasal 56 A ditetapkan, bahwa “Hak eksekusi kreditor sebagaimana dimaksud dalam pasal 56 dan pihak ketiga untuk menuntut hartanya yang berada dalam penguasaan debitor yang pailit atau kurator, ditangguhkan dapat mengajukan permohonan kepada kurator untuk mengangkat penangguhan atau mengubah syarat-syarat penangguhan tersebut”. • Jika kurator menolak permohonan tersebut dapat diajukan permohonan kepada hakim pengawas. • Terhadap putusan hakim pengawas dapat dimintakan banding pada pengadilan niaga yang berwenang. • Terhadap putusan pengadilan niaga tidak dapat diajukan kasaki atau PK.
Perlindungan bagi debitor, pemberi Hak Tanggungan dan pihak ketiga. • Perlindungan yang seimbang. • Hukum bukan hanya memperhatikan kepentingan keditor. • Perlindungan juga diberikan kepada debitor dan pemberi HT. • Bahkan juga diberikan kepada pihak ketiga yang kepentingannya bisa terpengaruh oleh cara penyelesaian utang piutang kreditor dan debitor, dalam hal debitor cidera janji. (Pihak ketiga itu khususnya para kreditor yang lain dan pihak yang membeli obyek HT. • Pemberian HT dengan akta otentik. • Droit de preference dan droit de suite sebagai 2 keistimewaan yang ada pada kreditor pemegang HT, diimbangi dengan persyaratan bagi sahnya pembebanan HT atas benda-benda yang dijadikan jaminan, yaitu: Pemberian HT wajib dilakukan dengan syarat akta otentik, dalam hal ini Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT), yang dibuat oleh seorang pejabat, yang disebut Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) (pasal 10 UUHT).
Syarat spesialitas. • Dalam APHT selain nama, identitas dan domisili kreditor dan pemberi HT, wajib disebut juga secara jelas dan pasti piutang yang mana yang dijamin dan jumlahnya atau nilai tanggungannya. (pasal 11). • Syarat publisitas. • Pemberian HT wajib didaftarkan pada kantor pemerintah (kantor pertanahan). Kabupaten atau kotamadya yang bersangkutan, dengan dibukukan dalam buku tanah HT.
Janji yang dilarang. • Janji yang memberikan kewenangan kepada pemegang Hak Tanggungan untuk memiliki obyek Hak Tanggungan apabila debitor cidera janji, batal demi hukum. (pasal 12). • Lain-lain. • Berbagai ketentuan mengenai hapusnya HT, pembersihan HT, roya atau pencoretan HT dan penjualan di bawah tangan dalam pasal 18,19,20,22 diadakan juga dalam rangka memberikan perlindungan kepada pemberi HT dan pembeli obyek HT.
Objek Hak Tanggungan • Untuk dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak jaminan atas tanah, benda yang bersangkutan harus memenuhi berbagai syarat, yaitu: • Dapat dinilai dengan uang, karena utang yang dijamin berupa uang. • Mempunyai sifat dapat dipindahtangankan, karena apabila debitor cidera janji benda yang dijadikan jaminan akan dijual. • Termasuk hak yang didaftar menurut peraturan tentang pendaftaran tanah yang berlaku, karena harus dipenuhi “syarat publisitas”. • Memerlukan penunjukan khusus oleh suatu UU.
Suatu obyek Hak Tanggungan dapat dibebani dengan lebih dari satu Hak Tanggungan guna menjamin pelunasan lebih dari satu utang. • Apabila suatu obyek Hak Tanggungan dibebani dengan lebih dari satu Hak Tanggungan, peringkat masing-masing Hak Tanggungan ditentukan menurut tanggal pendaftarannya pada Kantor Pertanahan. (pasal 5).
Pemberi, penerima/pemegangHak Tanggungan • Pemberi hak tanggungan. • Pemberi Hak Tanggungan adalah orang perseorangan atau badan hukum yang mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap obyek Hak Tanggungan yang bersangkutan. • Alat-alat bukti kewenangan. • Berdasarkan peraturan menteri negara agraria/kepala BPN No. 3 Tahun 1997, alat bukti yang dijadikan HT adalah: • Berupa hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun yang sudah terdaftar atas nama pemberi HT. • Berupa hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun yang belum atas nama pemberi HT. • Berupa sebagian atau hasil pemecahan dari hak atas tanah induk yang sudah terdaftar dalam suatu usaha real estat, kawasan industri yang diperoleh pemberi HT melalui pemindahan hak. • Berupa hak atas tanah bekas hak milik adat yang belum terdaftar.
Penerima/pemegang hak tanggungan. • Pemegang Hak Tanggungan adalah orang perseorangan atau badan hukum yang berkedudukan sebagai pihak yang berpiutang. • Setelah dibuatnya APHT kreditor berkedudukan sebagai penerima HT. setelah dilakukan pembukuan HT yang bersangkutan dalam buku tanah HT, penerima HT menjadi pemegang HT.
Hak Tanggungan Hak tanggungan sebagai hubungan hukum kongkret
Proses hak tanggungan • Pembebanan HT merupakan suatu proses yang terdiri atas 2 tahap, yaitu : • Tahap pemberiannya, yang dilakukan di hadapan PPAT. • Tahap pendaftarannya yang dilaksanakan oleh kepala kantor pertanahan.
Menurut ketentuan pasal 39 PP 24/1997 jo pasal 97 Peraturan menteri 3/1997, PPAT wajib terlebih dahulu melakukan pemeriksaan pada kantor pertanahan setempat mengenai kesesuaian sertifikat hak tanah atau hak milik atas satuan rumah susun yang akan dijadikan jaminan dengan daftar-daftar yang ada di kantor tersebut. Apabila sertifikat sesuai dengan daftar-daftar yang ada, maka kepala kantor atau pejabat yang ditunjuk membubuhkan pada halaman perubahan sertifikat yang asli cap atau tulisan dengan kalimat: “Telah diperiksa dan sesuai dengan daftar dikantor pertanahan”, kemudian diparaf dan diberi tanggal pengecekan.
Pada halaman perubahan buku tanahnya dibubuhkan cap atau tulisan dengan kalimat “PPAT…..telah minta pengecekan sertifikat”, kemudian diparaf dan diberi tanggal pengecekan. Apabila sertifikat yang ditunjukkan itu ternyata bukan dokumen yang diterbitkan oleh kantor pertanahan, pada sampul dan semua halaman sertifikat tersebut dibubuhkan cap atau tulisan dengan kalimat “sertifikat ini tidak diterbitkan oleh kantor pertanahan….” kemudian diparaf.
Sedang apabila ternyata diterbitkan oleh kantor pertanahan yang bersangkutan, akan tetapi data fisik dan atau data yuridis yang termuat di dalamnya tidak sesuai lagi dengan data yang tercatat dalam buku tanah dan atau surat ukur yang bersangkutan, untuk PPAT yang bersangkutan diterbitkan Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT) sesuai dengan data yang tercatat di Kantor Pertanahan. Pada sertifikat tersebut tidak dicantumkan sesuai tanda apapun.
Pemberian Hak Tanggungan didahului dengan janji untuk memberikan Hak Tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu, yang dituangkan di dalam dan merupakan bagian tak terpisahkan dari perjanjian utang-piutang yang bersangkutan atau perjanjian lainnya yang menimbulkan utang tersebut. Pemberian Hak Tanggungan dilakukan dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan oleh PPAT sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Janji akan memberikan hak tanggungan
Akta pemberian hak tanggungan (APHT). Pemberian HT dilakukan di kantor PPAT dengan dibuatnya Akta Pemberian Hak Tanggungan oleh pejabat tersebut, yang bentuk dan isinya ditetapkan dengan Peraturan menteri negara agraria/Kepala BPN No. 3 Tahun 1997. Formulirnya disediakan oleh BPN melalui kantor-kantor pos. Dalam pasal 96 ayat (2) PP 3/1997 ditentukan, bahwa pembuatan APHT dan SKMHT harus dilakukan dengan menggunakan formulir sesuai bentuk yang ditetapkan oleh Peraturan tsb. Ditegaskan dalam ayat (3), bahwa kepala kantor pertanahan dilarang mendaftar HT yang diberikan, bilamana APHT yang bersangkutan dibuat berdasarkan SKMT yang pembuatnya tidak menggunakan formulir yang telah disediakan. Pembuatan APHT wajib dihadiri oleh pemberi HT, kreditor sebagai penerima HT dan 2 orang saksi. Pemberian hak tanggungan
Pejabat pembuat akta tanah (PPAT). PPAT, adalah pejabat umum yang diberi wewenang untuk membuat akta pemindahan hak atas tanah, akta pembebanan hak atas tanah, dan akta pemberian kuasa membebankan Hak Tanggungan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Lokasi objek HT. Objek-objek HT semunya berada di wilayah satu kantor pertanahan. Tidak dimungkinkan dan tidak diperbolehkan seorang PPAT, dengan izin siapa pun membuat APHT yang objeknya berada di wilayah lebih dari satu kantor pertanahan.
APHT dibuat 2 lembar yang semuanya asli ditandatangani oleh pemberi HT, kreditor penerima HT dan 2 orang saksi serta PPAT. Lembar pertama disimpan di kantor PPAT, lembar kedua dan satu lembar salinannya yang sudah diparaf oleh PPAT untuk disahkan sebagai salinan oleh kepala kantor pertanahan untuk membuat sertifikat HT, berikut warkah-warkah yang diperlukan disampaikan kepada kepala kantor pertanahan yang bersangkutan. Menurut pasal 13 ayat (2) penyampaiannya wajib dilakukan selambat-lambatnya tujuh hari kerja setelah ditanda tangani. Yaitu dengan cara bisa datang sendiri atau dikirim dengan pos tercatat ataupun disampaikan melalui penerima HT yang bersedia menyerahkannya kepada kantor pertanahan. Penyampaiannya dilakukan dengan surat pengantar PPAT, yang dibuat rangkap dua dan menyebut secara lengkap jenis surat-surat dokumen yang disampaikan. Proses pemberian hak tanggungan
Apabila obyeknya berupa hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang sudah didaftar atas nama pemberi HT: • Surat Pengantar dari PPAT yang dibuat rangkap 2 dan memuat daftar jenis surat-surat yang disampaikan; • Surat permohonan pendaftaran HT dari penerima HT; • Fotocopy surat bukti identitas pemberi dan penerima HT; • Sertipikat asli hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang menjadi obyek HT (yang sudah dibubuhi catatan kesesuaiannya dengan data yang ada di Kantor Pertanahan); • Lembar ke-2 APHT; • Salinan APHT yang sudah diparaf oleh PPAT yang bersangkutan, untuk disahkan sebagai salinan oleh Kepala Kantor Pertanahan dalam pembuatan Sertipikat HT; • Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT), apabila pemberian HT dilakukan melalui kuasa. (Pasal 114).
Pembebanan hak tanggungan wajib memenuhi syarat yang ditetapkan dalam UUHT, sebagaimana dikemukakan oleh Adrian sutedi (2010: 72) sebagai berikut: • Pemberian hak tanggungan didahului dengan janji untuk memberikan hak tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu yang dituangkan di dalam dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perjanjian kredit yang bersangkutan atau perjanjian lainnya yang menimbulkan utang tersebut. • Pemberian hak tanggungan wajib memenuhi syarat spesialitas yang meliputi nama dan identitas pemegang dan pemberi hak tanggungan, domisili para pihak, pemegang dan pemberi hak tanggungan, penunjukan secara jelas utang atau utang yang dijaminkan pelunasannya dengan hak tanggungan, nilai tanggungan, dan urain yang jelas mengenai objek hak tanggungan. • Pemberian hak tanggungan wajib memenuhi persyaratan publisitas melaui pendaftaran hak tanggungan pada kantor pertanahan setempat (Kota Madya/ Kabupaten). • Sertifikat hak tanggungan sebagai tanda bukti adanya hak tanggungan memuat title eksekutorial dengan kata-kata “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.” • Batal demi hukum, jika diperjanjikan bahwa pemegang hak tanggungan akan memiliki objek hak tanggungan apabila debitor cidera janji (wanprestasi).
Hapusnya Hak Tanggungan: • Hapusnya utang yang dijamin dengan Hak Tanggungan; • Dilepaskannya Hak Tanggungan oleh pemegang Hak Tanggungan; • Pembersihan Hak Tanggungan berdasarkan penetapan peringkat oleh Ketua Pengadilan Negeri; • Hapusnya hak atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan.