510 likes | 1.38k Views
Peta dan Perdedabatan Paradigma dalam Penelitian Sosial. Paradigma. Mengacu pada pokok-pokok pikiran Thomas S. Kuhn. Secara etimologis, paradigma berasal dari kata-kata dalam bahasa Yunani para "disamping", atau "berdampingan" dan deigma “contoh“.
E N D
Paradigma Mengacu pada pokok-pokok pikiran Thomas S. Kuhn. Secara etimologis, paradigma berasal dari kata-kata dalam bahasa Yunani para "disamping", atau "berdampingan" dan deigma “contoh“. Oleh Thomas S. Kuhn, Paradigma juga disebut contoh (exemplar) atau " matriks disipliner" (disciplinary matrix). Sesuai dengan makna deigma atau exemplar, Selaras dengan arti "matriks" dan " disiplin", paradigma merupakan kerangka keyakinan (belief framework) atau komitmen intelektual yaug memberi batasan tentang masalah dan prosedur serta metode penyelesaiannya
Paradigma membantu seseorang dalam merumuskan tentang apa yang harus dipelajari, persoalan apa yang harus dijawab dan aturan apa yang harus diikuti dalam menginterpretasikan jawaban yang diperoleh. • Secara singkat pradigma dapat diartikan sebagai ” keseluruhan konstelasi kepercayaan, nilai dan teknik yang dimiliki suatu komunitas ilmiah dalam memandang sesuatu (fenomena)”
Pengertian Paradigma menurut kamus filsafat adalah : • Cara memandang sesuatu. • Model, pola, ideal dalam ilmu pengetahuan. Dari model-model ini fenomena dipandang dan dijelaskan. • Totalitas premis-premis teoritis dan metodologis yang menentukan dan atau mendefinisikan sutau study ilmiah kongkrit dan ini melekat di dalam praktek ilmiah pada tahap tertentu. • Dasar untuk menyeleksi problem-problem dan pola untuk memecahkan problem-problem riset
Paradigma Positivisme • Semua pengetauan datang dari pengalaman yang dapat diketahui dan dari realitas yang tidak dapat berubah • Metode, konsep, dan aturan-aturan yang dipakai dalam kajian dan penelitian natural science harus diaplikasikan untuk mengkaji kehidupan sosial kemasyarakatan • Menggunakan logika dan sistematika model penelitian natural science dalam penelitian sosial • Menolak hal-hal yang bersifat metafisik dan oposisi dari ajaran teologis yang bersifat dogmatis Tujuan ilmu pengetahuan hanya menjelaskan apa yang nyatadan terukur
Asumsi Ontologis Paradigma Positivisme Realitas sosial berada “diluar sana”. Dan diatur oleh hukum-hukum alam yang kekal. Ilmu pengetahuan hanya berurusan untuk menemukan realitas itu bekerja. Dan tugas akhir ilmu pengetahuan adalah untuk memprediksi dan mengontrol fenomena sosial/fisik. Realitas sosial merupakan suatu obyek yang given dan fixed ‘tak berubah’ dan dapat dipelajari entitasnya secara obyektif. Realitas sosial dapat diketahui dalam arti sesungguhnya
Asumsi Epistemologis Paradigma Positivisme “Dualis dan objectivist”. Dualisme berarti para peneliti dan objek kajian terpisah dan independen satu sama lain. Sedangkan objectivitas berarti antara peneliti dan yang diteliti tidak saling mempengaruhi, penelitian dilakukan seolah-olah hanya satu arah, tidak ada interaksi antara keduanya, jadi tidak ada keraguan bahwa sistem nilai yang dianut para peneliti akan mempengaruhi objek kajian, begtu juga sebaliknya.
Asumsi Aksiologis Paradigma Positivisme Value free; artinya hubungan antara peneliti dengan objek kajian, individu, atau komunitas adalah bebas nilai, mksdnya bahwa sistem nilai yang dianut oleh para peneliti harus tidak mempengaruhi penelitian yang sedang dilakukan, begitupula sistem nilai yang dibawa oleh responden (objek kajian), tidak mempengaruhi kegiatan penelitian, dengan demikian hasil penelitian adalah objektif
Asumsi metodologik Paradigma Positivisme “experimental dan “manipulatif”: pertanyaan dan atau hipotesis diformulasikan sebelum pengumpulan data, mengikuti setting “natural sscience” yang mengikuti proses deduktif
Pos-Postivime Paradigm Merupakan versi modifikasi dari positivisme [Positivisme terbukti gagal memahami realitas] Hasil penelitian berasal dari manipulatif statistical modelling realitif semakin kontradiktif, parsial dan kurang memberi gambaran yang jelas tentang situasi masyarakat dimana penelitian itu dilakukan Terjadi pergeseran paradigma [Kuhn] dari positivisme ke neo-positivisme yang kemudian bermetamorfosa menjadi post-positivism
Asumsi Ontologis Paradigma Post- Positivisme “Critical realist” seperti halnya realitas dalam klaim positivisme, namun penganut paradigma ini menyatakan bahwa realitas tak pernah bisa dipahami secara utuh, karena keterbatasan kemampuan manusia. Selain itu sifat alam[fisik dan sosial] itu tidak akan pernah ditemukan secara utuh.
Asumsi epistemologis Paradigma Pos-Positivisme “Modified dualism – objectivity” – objektifitas tetap sesuatu yang ideal, tak ada perdebatan tentang perlunya objektifitas dalam suatu penelitian, tetapi hal tersebut hanya bisa didekati. Peneliti sosial tidak akan pernah menghindari efek interaksi antara penelitian dengan obyek yang diteliti. Jadi klaim objektivitas dari penganut positivisme adalah suatu kemustahilan
Asumsi Aksiologik Paradigma Pos-Positivisme • “Controlled value-free” – Para penganut paradigma pos-positivisme mempercayai bahwa sisitem nilai memegang peranan dalam suatu penelitian, tetapi peneliti bisa mengontrolnya, jadi menolak prinsip aksiologik paradigma positivisme
Asumsi Metedologik Paradigma Post-Positivisme “Modified Experiment / Manipulative” : Pengamatansecara natural, metodekualitatifdantergantungpadateori yang dipergunakan. Kriteriakualitaspenelitian: Masihmenggunakanobjectivity, reliability danvalidity (internal daneksternal validity).
Perbedaan Lain antara Paradigma Postitivisme dan post-positivisme
Paradigma [Teori] Kritis • Istilah teori kritis pertama kali ditemukan Max Hokheimer pada tahun 30-an. Awalnya teori kritis berarti pemaknaan kembali gagasan-gagasan ideal modernitas berkaitan dengan nalar dan kebebasan • Paradigma kritis pada dasarnya adalah paradigma ilmu pengetahuan yang meletakkan epistemologi kritik Marxisme dalam seluruh metodologi penelitiannya(Denzin, 2000: 279-280). • Teori kritis menolak skeptisisme dengan tetap mengaitkan antara nalar dan kehidupan sosial. Dengan demikian, teori kritis menghubungkan ilmu-ilmu sosial yang bersifat empiris dan interpretatif dengan klaim-klaim normatif tentang kebenaran, moralitas, dan keadilan • Teori Kritis tidak hanya mau menjelaskan, mempertimbangkan, merefleksikan dan menata realitas sosial tapi juga bahwa teori tersebut mau mengubah. Pada dasarnya, Teori Kritis mau menjadi praktis
Ada beberapa karakteristik utama Pertama adalah ciri pemahaman paradigma kritis tentang realitas. Realitas dalam pandangan kritis sering disebut dengan realitas semu. Realitas ini tidak alami tapi lebih karena bangun konstruk kekuatan sosial, politik dan ekonomi. Dalam pandangan paradigma kritis, realitas tidak berada dalam harmoni tapi lebih dalam situasi konflik dan pergulatan sosial (Eriyanto, 2001:3-46). kedua adalah ciri tujuan penelitian paradigma kritis. Karakteristik menyolok dari tujuan paradigma kritis ada dan eksis adalah paradigma yang mengambil sikap untuk memberikan kritik, transformasi sosial, proses emansipasi dan penguatan sosial. Dengan demikian tujuan penelitian paradigma kritis adalah mengubah dunia yang tidak seimbang. Dengan demikian, seorang peneliti dalam paradigma kritis akan mungkin sangat terlibat dalam proses negasi relasi sosial yang nyata, membongkar mitos, menunjukkan bagaimana seharusnya dunia berada (Newman, 2000:75-87; Denzin, 2000:163-186)
Ciri ketiga adalah ciri titik perhatian penelitian paradigma kritis. Titik perhatian penelitian paradigma kritis mengandaikan realitas yang dijembatani oleh nilai-nilai tertentu • Karakteristik keempat dari paradigma kritis adalah pendasaran diri paradigma kritis mengenai cara dan metodologi penelitiannya. Paradigma kritis dalam hal ini menekankan penafsiran peneliti pada objek penelitiannya • Dalam konteks karakteristik yang keempat ini, penelitian paradigma kritis mengutamakan juga analisis yang menyeluruh, kontekstual dan multi level. Hal ini berarti bahwa penelitian kritis menekankan soal historical situatedness dalam seluruh kejadian sosial yang ada (Denzin, 2000:170).
Aspek OntologisParadigmaTeori Kritis Historical realism: Realitas yangteramati (virtual reality) merupa-kanrealitas “semu” yang telahterbentukolehprosessejarahdankekuatan-kekuatansosial, budaya, danekonomipolitik.
Aspek Epistemologik ParadigmaTeori Kritis Transaksionalis/Subjektivis: Hubunganantarapenelitidanyg. ditelitiselaindijembataniolehnilai-nilaitertentu. Pemahamantentangsuaturealitasmerupa-kanvalue mediated findings.
Aspek Metodologis Paradigma Teori Kritis Participative: Mengutamakananalisiskomprehensif, kontekstualdanmultilevel analysis yang bisadilakukanmelaluipenempatandirisebagaiaktifis/ partisipandalamprosestransaksisosial. Kriteriakualitaspenelitian: Historical Situatedness; sejauhmanapenelitianmemperhatikankontekshistoris, sosial, budaya, ekonomidanpolitik.
Aspek AxioilogisParadigmaTeori Kritis Nilai, etikadanpilihan moral me-rupakanbagian yang takterpisah-kandarisuatupenelitian. Penelitimenem-patkandiriseba-gaitransformative intellectual, advo-katdanaktivis. Tujuanpenelitian: Kritiksosial, trans-formasi, emansi-pasidansocial empowerment.
Paradigma Konstruktivisme Pandangan konstruktivis bahwa alam semesta adalah hasil konstruksi sosial Konstruktivisme menganut paham anti-fondasional : Tidak ada satu fondasi atau satu metode ilmiah yang terpercaya dan mantap bagi dunia ilmu pengetahuan Dengan paham ini, konstruktivis memandang segala sesuatu bersifat relatif Pendekatan yang dilakukan adalah multiperspektif, karena tidak ada legitimasi yang kuat terhadap satu pandangan yang bisa mengtasanamakan pandangan lain Kaum Postmodernisme dapat dimasukkan kedalam kategori ini
Aspek Ontologik Relativisme: Realitasmerupakankonstruksisosial. Kebenaransuaturealitasbersiatrelatif, berlakusesuaikonteksspesifik yang dinilairelevanolehpelakusosial.
Aspek Epistemologi Transaksionalis/Subjektivis: Pemahamantentangsuaturealitasatautemuansuatupenelitianmerupakanprodukinteraksiantarapenelitidengan yangg diteliti.
Aspek Metodologik Reflective/Dialec-tical: Menekankanempatidaninteraksidialektikantarapenelitidanrespondenuntukmerekonstruksirealitas yang ditelitimelaluimetode-metodekualitatifsepertiparticipant observation. Kriteriakualitaspenelitian: Authenticity danreflectifity, sejauhmanatemuanmerupakanrefleksiotentikdarirealitasdihayatiolehparapelakusosial.
Aspek Axioilogis Nilai, etikadanpilih-an moral merupakanbagiantakterpisah-kandalamsuatupenelitian Penelitisebagaipas-sionate participant, fasilitator yang men-jembatanikeragam-an subjektivitaspela-kusosial. Tujuanpenelitian: Rekonstruksirealitassosialsecaradialek-tikantarapenelitidenganaktorsosial yang diteliti.