1 / 1

Trend Lubang Resapan Biopori Inovasi Lubang Resapan Biopori

Trend Lubang Resapan Biopori Inovasi Lubang Resapan Biopori

roger
Download Presentation

Trend Lubang Resapan Biopori Inovasi Lubang Resapan Biopori

An Image/Link below is provided (as is) to download presentation Download Policy: Content on the Website is provided to you AS IS for your information and personal use and may not be sold / licensed / shared on other websites without getting consent from its author. Content is provided to you AS IS for your information and personal use only. Download presentation by click this link. While downloading, if for some reason you are not able to download a presentation, the publisher may have deleted the file from their server. During download, if you can't get a presentation, the file might be deleted by the publisher.

E N D

Presentation Transcript


  1. Trend Lubang Resapan Biopori Inovasi Lubang Resapan Biopori Pada dasarnya, lubang resapan biopori merupakan lubang vertikal ke dalam tanah yang berfungsi meningkatkan laju peresapan air hujan. Pembuatan lubang resapan biopori ke dalam tanah secara langsung akan memperluas bidang permukaan peresapan air, seluas permukaan dinding lubang. Lubang resapan biopori merupakan lubang silindris yang dibuat ke dalam tanah dengan diameter 10-30 cm, dengan kedalaman sekitar 100 cm atau jangan melebihi kedalaman muka air tanah. Lubang tersebut kemudian diisi oleh sampah organik agar terbentuk biopori dari aktivitas organisme tanah dan akar tanaman. Sampah organik perlu selalu ditambahkan ke dalam lubang yang isinya sudah menyusut karena proses pelapukan. Karena berdiameter kecil, lubang ini mampu mengurangi beban resapan, sehingga, laju peresapan air dapat dipertahankan. Pembuatan lubang resapan biopori cukup sederhana, murah dan tidak membutuhkan lahan yang luas. Alatnya tergolong sederhana berupa bor hasil modifikasi. Inovator teknologi pembuatan lubang resapan biopori adalah R.Kamir Brata seorang Staf Departemen Ilmu Tanah dan Sumber Daya Lahan, Institut Pertanian Bogor. Ide pembuatan lubang biopori terlintas setelah ia meneliti bongkahan tanah kawasan hutan konservasi di Sumatera. Pada bongkahan itu ia menemukan ratusan lubang mirip terowongan yang berbentuk pori-pori. Lubang-lubang itu dibuat oleh semut, rayap, cacing, dan akar tanaman. Dalam satu bongkahan seukuran kelapa terdapat ratusan lubang yang menyerap air di kala hujan. Setelah diteliti lebih jauh, ternyata ada lubang tak kasat mata pada bongkahan, yakni ratusan lubang biopori di dalam tanah. Lubang-lubang ini berfungsi menyerap air, menyaring air bersih, mengurai sampah organik, serta menjaga unsur hara pada tanah. Bongkahan tanah itu ia temukan di lokasi dengan banyak tumbuhan dan humus. Bagaimana dengan tanah di kota yang sudah dipenuhi beton? Di tanah-tanah perkotaan, jelas tidak ada biopori seperti di hutan. Biopori harus dibuat untuk menjaga kemampuan tanah mengisap dan menyimpan air. Kamir mulai memperkenalkan pembuatan lubang resapan biopori, tapi gayung tak bersambut. Setelah banjir berlalu, orang lupa bahwa air bah bisa kembali datang. Pemerintah maupun pihak swasta tak berminat mengadopsi idenya karena dianggap terlalu sederhana. Memang teknologi ini sederhana. Lebih sederhana dibanding sumur resapan. Sumur resapan menggunakan batu, pasir, dan ijuk yang ditutupi tanah lalu dilapisi semen. Menurut Kamir, teknik sumur resapan justru tidak efektif. Sebab, makhluk hidup di dalam tanah akan kekurangan oksigen. Dan, mereka tidak membutuhkan material tersebut. Akibatnya, banyak hewan-hewan pengurai yang mati dan tingkat resapan dipastikan berkurang. Lubang biopori sebaiknya dibuat di bagian tanah yang tidak terendam air atau lebih tinggi dari saluran air. Jadi, selama musim kering, lubang tidak terendam air. Jika terendam, makhluk-makhluk seperti cacing, rayap, semut akan kekurangan oksigen. Selain itu, menandakan hilangnya kemampuan meresap air karena sudah jenuh. Untuk mengetahui banyaknya lubang yang diperlukan, misalnya dalam areal 100 meter persegi, ada rumusnya. Menurut Kamir, rumus itu adalah hitungan tingkat curah hujan di daerah tersebut dibanding luas tanah. Tanah 100 meter persegi yang berada di daerah curah hujan 50 milimeter (curah hujan sedang) membutuhkan sekitar 20 lubang biopori. Hitungan itu mempertimbangkan kemampuan tanah dalam meresap air. Supaya lubang resapan biopori berfungsi baik, sampah organik seperti daun dan sayuran busuk disimpan di sekitar mulut lubang. Sehingga, setelah dihancurkan oleh hewan pengurai, bahan organik akan jatuh ke dalam lubang dengan sendirinya. Lubang jangan diisi terlalu padat, karena akan mengurangi jumlah oksigen di dalamnya. Risikonya memang tidak enak: sampah akan mengeluarkan bau busuk. Adanya cacing di lubang biopori, akan membuat lubang-lubang kecil, sehingga akan menjadi resapan air. Teknologi sederhana tersebut untuk membantu konservasi lahan, yang dapat mencegah longsor dan banjir. Kebutuhan Lubang Resapan Biopori Lubang biopori merupakan teknologi tepat guna yang bermanfaat untuk mengurangi genangan air dan sampah organik. Khususnya di kawasan pemukiman, antara lain untuk mengurangi tingkat genangan air di pekarangan. Dan jika dibuat secara massal pada taman lingkungan, maka lubang ini juga dapat mengurangi genangan air di kawasan perumahan. Beberapa taman di kawasan Jakarta juga sudah dibuatkan lubang biopori. Selain itu lubang ini juga dapat dijumpai di kediaman beberapa tokoh seperti Jusuf Kalla dan Fauzi Bowo. Di Jakarta, sumur resapan dan kolam resapan sudah dibekukan satu paket dalam Izin Mendirikan Bangunan (IMB), aturan tentang lubang resapan biopori akan ‘naik kelas’. Pejabat Harian Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) DKI Jakarta Ridwan Panjaitan mengatakan pemerintah daerah tengah merencanakan aturan ini diikat dalam ketentuan hukum. Menurut perhitungan pakar, biopori sangat efektif untuk antisipasi banjir jika volumenya sampai 70 juta lubang di Jakarta. Sumber: www.kompas.com dan www.tempo.co.id.

More Related