1.1k likes | 1.8k Views
FILSAFAT ILMU. Estetika. Ontology/Metafisika. Axiology. MANUSIA. Etika, Religi. Epistemology. F. Ilmu Logika Metodologi. BIDANG/WILAYAH FILSAFAT. Problem yang dibahas dalam Filsafat Ilmu Pengetahuan:. Problem Epistemologis tentang ilmu
E N D
Estetika Ontology/Metafisika Axiology MANUSIA • Etika, • Religi Epistemology • F. Ilmu • Logika • Metodologi BIDANG/WILAYAH FILSAFAT
Problem yang dibahas dalam Filsafat Ilmu Pengetahuan: • Problem Epistemologis tentang ilmu • Problem metafisis (ruang-waktu, asumsi-asumsi, kausalitas Dll.) • Problem metodologis tentang ilmu • Problem logis tentang Ilmu • Problem etis tentang ilmu • Problem estetis tentang Ilmu
Filsafat Ilmu dibedakan: • Philosophy of Science in-general (Filsafat Ilmu umum). Membahas permasalahan/prinsip ilmu pengetahuan secara umum • Filsafat Ilmu Pengetahuan umum, bisa dibedakan atas: • Filsafat Ilmu Pengetahuan alam dan Filsafat Ilmu sosial & Humaniora • Philosopies of Specific Sciences (Filsafat Ilmu Pengetahuan khusus: Filsafat matematik, fisika, teknologi, fisafat ilmu pengetahuan sosial, dll.)
Sumber Pengetahuan (Ted Hondrich, 1995. 935): 1. Persepsi (Perception). 2. Reason (rasio): Deduction, induction, abduction; dialectic 3. Introspection 4. Sumber lain: Intuition, telepathy, clairfoyance, precognition.
Sumber Pengetahuan (Hosper, 1967, 123-24): • Sense experience (pengalaman indrawi) • Reason • Authority • Intition • Relevation (Wahyu) • Faith (kepercayaan)
Obyek Pengetahuan 1. Fenomena/gejala alam fisis (External world) 2. Masa lalu (the Past) 3. Masa depan (The future) 4. Values (etis, estetis, religius) 5. Abstraksi 6. Mind (dimensi dalam/psikis)
Struktur pengetahuan (hubungan Subyek-Obyek): 1. Obyektivisme (subyek pasif) 2. Subyektivisme (subyek aktif) 3. Relativisme 4. Fenomenalisme 5. Konstruktivisme
F. Bacon (1561-1626) menyebut filsafat sebagai “the great mother of the sciences” (ibu agung dari ilmu-ilmu) • “The queen of all sciences” (ratu dari ilmu-ilmu • Hrndry Sidwick (1839-1900) Scientia Scientiarum” (ilmu dari Ilmu-ilmu)
Pengetahuan prailmiah = commonsense = pengetahuan eksistensial • Filsuf Sophis (yang mempermasalahkan segala sesuatu, mempertanyakan pengetahuan; pendiri epistemologi) • Relativisme (Protagoras): manusia individu ukuran segalanya • Epistemology : episteme (pengetahuan) + logos (teori, ilmu) = pengetahuan sistematis mengenai pengetahuan (Theory of knowledge) • Plato dan Aristoteles menanggapi pandangan para sofis (ada pengetahuan yang tetap dan abadi)
Filsafat & pengetahuan awalnya menyatu • Filsafat disebut induk ilmu (matter scientarum) • Ilmu memisahkan diri dari filsafat dengan tuntutan jastifikasi ilmiah dapat ditingkatkan menjadi ilmu
Teori Kebenaran: • T. Korespondensi (the correspondence theory of truth). Aristoteles “Veritas est adequatio intellectus et rhei” • T. Konsistensi atau koherensi (the Concistence theory of truth) • T. Pragmatis (The Pragmatic theory of truth). Tokoh pragmatisme Amerika Charles Sander Pierce (1834-1914);m William James (1842-1920); John Dewey (1859-19 ), Kemanfaatan, kegunaan, efekltivitas yang menetukan kebenaran. James “Something is true it is works”. Ilmu dilihat sebagai problem solving. Ilmu sebagai instrumen(talisme). • T. Performatif atau tindak bahasa (John Langshaw Austin (1911-1960) • T. Paradigmatis (berdasarkan aturan paradigma yang digunakan)
Batas Pengetahuan • Batas pengetahuan tergantung pada jenis pengetahuan: 1.Pengetahuan biasa 2.Pengetahuan ilmiah 3.Pengetahuan filosofis 4.Pengetahuan teologis
Paradigma Newtonian • Ilmu pengetahuan modern didasarkan atas paradigma Newtonian yang memiliki asumsi-asumsi sebagai berikut; • Alam semesta adalah sebuah mesin yang mengikuti hukum-hukum sebab-akibat (cause-effect); • Ruang dan waktu adalah realitas yang obyektif yang keberadaannya terlepas dari pengamat; • Atom adalah unit terdasar dari materi (ingat penemuan sub-atomik dan quantum makanik); • Manusia seperti mesin, panas tubuh adalah akibat gelombang radio yang bergerak kontinyu; • Ilmu pengetahuan pada akhirnya dapat membawa pengetahuan yang sempurna (obyektif) tentang universe ( bandingkan dengan tentative theory dari Popper dan Kritik Thomas Kuhn dan postmodernis)
Stephen Korner, Fundamental Questions in Philosophy: One Philosopher’s Answer, 1971,278-280 (Philosophical replection will cease only when non-philosophical reflection too is at its end” (pemikiran filsafat berhenti hanya bilamana pemikiran no-filsafat juga tiba pada akhir (kematiannya)”
Positivisme • Positivisme bertujuan untuk menjadikan ilmu pengetahuan dengan fundasi yang kuat dan terpercaya. Ajaran dasar positivisme antara lain: • Dalam alam terdapat hukum-hukum yang dapat diketahui • Penyebab adanya benda-benda dalam alam tidak dapat diketahui, karena ilmuwan tidak dapat melihat penyebab itu (misalnya apakah alam diciptakan atau alam terjadi dengan sendirinya berada di lusar jangkauan indrawi). • Setiap pernyataan yang secara prinsip tidak dapat dikembalikan pada fakta tidak mempunyai arti nyata dan tidak masuk akal. • Hanya hubungan antara fakta-fakta saja yang dapat diketahui. • Perkembangan intelektual merupakan sebab utama perubahan sosial (Osborne, 2001, 134-135).
Prosedur penelitian empiris-eksperimental Comte dapat dirumuskan sebagai berikut: • Observasi: meneliti dan mencari hubungan antara fakta-fakta, lalu meninjaunya dari hukum statika dan dinamika sosial. Dari Observasi dapat dirumuskan hipotresa yang akan dibuktikan melalui penelitisan. • Eksperimen: fenomen sosial dengan cara tertentu diintervensi cara tertentu, sehingga dengan demikian dapat dijelaskan sebab-akibat fenomena masyarakat ( Misalnya studi tentang pathologi dan keresahan) dan mendapat pemahaman tentang bagaimana masyarakat yang normal. • Perbandingan (komparasi) dan metode historis, misalnya dalam biologi dikenal anatomi komparatif. Dalam sosiologi studi komparatif bisa dilakukan antara dua masayarakat/kebudayaan (studi antropologi) atau antara dua periode dalam masyaratakt tertentu (sosiologi historis). Metode historis dimaksudkan adalah penelusuran terhadap hukum-hukum yang menguasai petkembangan pemikiran manusia.
Soberg dan Nett ,mengemukakan berberapa asumsi-asumsi yang teradapat dalam metode ilmiah antara lain: • Bahwa ada peristiwa atau fenomena yang terjadi secara berulang kembali atau peristiwa yang mengikuti alur/pola tertentu. • Ilmu pengetahuan adalah lebih utama dari kebodohan. • Ada keyakinan bahwa pengalaman memberikan dasar yang dapat dipercaya bagi kebenaran ilmu pengetahuan. • Ada tatanan kausalitas dalam fenomena alam dan fenomena sosial dan manusia. • Ada asumsi yang berkaitan dengan pengamat, antara lain: • Dorongan untuk memperolah pengetahuan sebagai alat memperbaiki kehidupan manusia. • Pengamat/peneliti mampu menarik hakekat yang ada pada fenomena yang diteliti. • Masyarakat ilmiah mendukung metode empiris sebagai dasar pencarian ilmu pengetahuan (Chadwick, 1991: 14).
Makna verfikasi adalah: • Satu proposisi hanya berarti bila proposisi itu dapat dibuktikan benar-salahnya. Misalnya, kalau saya katakan, bahwa , ada tuyul di dalam kelas, atau Si Ali sakit karena santet, maka pernyataan itu dinyatakan tidak ilmiah karena tuyul dan santet itu tidak dapat diverifikasi (tidak dapat dibuktikan). • Ada bentuk-bentuk kebenaran logis dan bentuk-bentuk kebenaran faktual. Kebenaran logis dan matematis adalah kebenaran yang sifatnya rasional, sedangkan kebenaran faktual jastifikasinya (pembenarannya) adalah verifikasi fakta yang dapat dilakukan oleh orang yang indranya baik (normal). • Kebenaran faktual hanya dapat dibuktikan melalui pengalaman indrawi (verifikasi). (bandingkan dengan Osborne, 2001; 149). • Dari pembahasan di atas dapat dirumuskan asumsi-asumsi yang terkandung dalam paradigma positivisme itu melalui tabel berikut, (bandingkan dengan Smith, 1998; 76,. Lubis, ):
Dari penelitian yang dilakukan Durkheim dapat ditarik lima aturan fundamental dalam metodenya ( lihat Giddens, Anthony, Daniel Bell, dan Michel Forse’ Cs. (2004, 47) yaitu: 1. Mendefinisikan obyek yang dikaji secara obyektif. Obyek dan focus penelitian adalah peristiwa (fenomena) masyarakat yang dapat diobservasi yang berada di luar kesadaran individu. Definisi tidak boleh mengandung prasangka dan terlepas dari apapun yang kira-kira akan menjadi kesimpulan studi. Misalnya Durkheim merumuskan definisi tujuan pendidikan sebagai berikut, “Pemdidikan adalh tindakan yang dilaksanakan oleh generasi-generasi dewasa kepada generasi yang belum dewasa dalam kehidupan sosial. Pendidikan bertujuan untuk membangkitkan dan mengembangkan sejumlah kondisi fisik, intelektual dan moral pada anak seperti yang dituntut masyarakat politik terhadap si anak dalam keseluruhan dan lingkungan sosial yang diperuntukkannya” 2. Memilih satu atau beberapa kriteria yang obyektif. Dalam buku pertamanya De la division du travail socia l (pembagian Kerja Sosial). Durkheim mempelajari bebagai bentuk solidaritas sosial yang berbeda-beda dari sudut hukum. Ia juga berusaha mencari penyebab tindakan bunuh diri dengan mempergunakan angka klematian akibat bunuh diri. Kana tetapi harus diperhatian berbagai kriteria yang digunakan dalam menganalisis bunuh diri itu
3. Menjelaskan kenormalan patologi Ada beberapa situasi yang bersifat kebetulan dan sementara yang bisa mengacaukan keteraturan peristiwa. Kita harus dapat membedakan situasi normal yang menjadi dasar bagi kesimpulan-kesimpulan teoritis. Dapat kita bendingkan dengan pemikiran dengan metode ideal-tipikasl dari Max Weber. Yang riil akan selalu terlihat orisinal dalam kompleksitasnya, akan tetapi bisa pula kita mencari struktur dan ciri khas yang menonjol . 4. Menjelaskan masalah sosial secara sosial. Satu peristiwa sosial tidak hanya dapat dijelaskan melalui keinginan individual yang sadar namun juga melalui peristiwa atau tindakan sosial sebelumnya. Semua tindakan kolektifmemiliki sati sugnifikansi dalam sebuah sistem interaksi dan sejarah. Inilah yang disebut dengan metode fungsionalis. 5. Mempergunakan metode komparatif secara sistematis demonstrasi sosiologis.
“old paradigm” (paradigma lama) yang pandangannya terlalu ekstrem dan mengandung beberapa ciri dan kelemahan antara lain: • menyingkirkan hegemoni agama (Kristen) pada zaman Pertengahan dengan menggantinya dengan hegemoni ilmu pengetahuan (Paul Feyerabend, 1975). Reduksi realitas pada fakta yang teramati telah menyingkirkan dimensi dan perspektif lain, dan memandang manusia hanya sebagai obyek, pandangan ini tidak dapat dibenarkan; • positivisme telah menciptakan satu model rasionalitas ilmiah (rasionalitas instrumental menurut Habermas) dengan menyingkirkan model rasionalitas lain. Selama tiga dasawarsa terakhir proyek-proyek besar dan kebenaran absolut dan ide rasionalisme Pencerahan (modern) mulai berantakan diserang dari berbagai sisi oleh perkembangan fisika kuatum, postrukturalis dan dekonstruksionis (tentang postrukturalis & Dekonstruksionis akan dibahas secara khusus pada kuliah selanjutnya).
positivisme tidak mengakui sifat kontigensi, relativitas dan historisitas pikiran (rasio) manusia. Pendukung positivisme seperti dikemukakan Hillary Putnam, seakan dapat memposisikan diri sebagaimana Tuhan melihat realitas dengan transparan apa adanya. Pandangan ini ditolak oleh Putnam (1983; 1989), Gadamer, Heidegger. Kuhn , Rorty, dan tokoh paradigma Konstruktivis (tema ini akan dibahas selanjutnya). Putnam dan Rorty dengan jelas mengemukakan bahwa manusia adalah makhluk yang terbatas, sehingga tidak mampu melihat realitas dengan transparan dan holistik • pandangan evolusionisme, pandangan tentang keseragaman serta kesatuan hukum alam (grand theory) tidak mampu menjelaskan keberagaman budaya manusia, karena itu pandangan positivisme ini cendrung ditolak oleh pendukung pascapositivisme dan postmodernisme. Pandangan kesatuan ilmu pengetahuan tidak mampu memperhitungkan situasi budaya lokal, etnis, budaya multikultural, psikologi pribumi (indigeneous psychology), studi budaya-budaya, dan teori-teori feminis yang banyak menjadi perhatian pada pluralisme budaya sekarang ini. Grand-theory tidak menerima cerita-cerita kecil dan suara dari kelompok yang terpinggirkan, karena itu dalam ilmu sosial-budaya pandangan ini banyak dikritik dan ditinggalkan. • Kepercayaan bahwa ilmu pengetahuan akan membawa pada kemajuan ternyata di sisi lain juga menimbulkan hal-hal yang negatif bagi kehidupan (persaingan senjata/perang, kesenjangan antara negara kaya dan miskin, masalah ekologi) dan lain-lain. Masalah ini menjadi salah satu kritik kaum pospositivis terhadap pandangan positivisme ilmiah yang sangat mempercayai kemampuan ilmu pengetahuan untuk menciptakan kemakmuran, keadilan dalam masyarakat modern. Ilmu pengetahuan dan teknologi ternyata bersifat ambivalen, artinya di samping memberi harapan dan kemudahan bagi umat manusia, akan tetapi di sisi lain menimbulkan dampak negatif yang sangat memprihatinkan.
Kuhn menggunakan pengertian paradigma dengan dua puluh satu pengertian yang berbeda-beda. Masterman membantu untuk menjelaskan pengertian paradigma Kuhn dengan mereduksir kedua puluh satu konsep Kuhn itu pada tiga tipe paradigma. Tipe paradigma itu antara lain: 1) paradigma metafisik (metaphysical paradigm) ,: 2) Paradigma sosiologis (sociological paradigm) dan; 3) Paradigma konstruk (construct paradigm) (Ritzer,2002;4).
Paradigma metafisik, memerankan beberapa fungsi: • Untuk menentukan masalah ontologi (realitas, obyek) yang menjadi fokus atau obyek kajian ilmiah dari komunitas ilmuwan tertentu. Misalnya dalam paradigma Positivisme dalam sosiologi obyek yang dikaji adalah fakta sosial • Menunjuk pada komunitas ilmuwan tertentu bagaimana mereka menemukan realitas atau obyek (problem ontologi) yang menjadi pusat perhatiannya. • Menunjuk kepada ilmuwan yang berharap untuk menemukan sesuatu yang sunguh-sungguh ada sesuai dengan pandangan (1) dan (2). (Bandingkan dengan Ritzer; 2002; 5).
Paradigma sosilogi;Pengertian yang dikemukakan Masterman tentang paradigma sosilogi ini mirip dengan exemplar pada Kuhn. Eksemplar berkaitan dengan bekiasaan-kebiasaan, keputusan-keputusan dan aturan yang diterima serta hasil penelitian yang diterima secara umum, Hasil penelitian yang diterima secara umum inilah yang dimaksudkan dengan eksemplar. Misalnya penelitian Durkheim, Max Weber, Atfred Schulz dalam sosiologi; Freud, Skinner, Maslow dalam psikologi, yang hasil penelitian ini kamudian dijadikan contoh penelitian oleh pendukung paradigma tersebut. Durkeim menjadi model bagi paradigma fakta sosial, Max Weber dengan Social Action-nya menduduki eksempakr bagi sosiologi interpretatif, sehingga mereka disebut sebagai “jembatan paradigma”. Hal Yang sama tentu dapat diberikan pada Freud (paradigma Psikoanalisa; Skinner (paradigma Behaviorisme) dan Maslow (paradigma Humanistik) sebagai “jembatan paradigma” ilmiah dalam psikologi
Paradigma Konstruk; adalah konsep yang paling sempit dari ketiga paradigma yang dikemukakan Masterman. Untuk menjelaskan paradigma konstruk ia memberikan contoh: pembangunan reaktor nuklir merupakan paradigma konstruk dalam fisika nuklir, mendirikan laboratorium menjadi paradigma konstruk bagi psikologi eksperimental (behaviorisme) dan seterusnya.
Pergeseran paradigma ilmiah itu mengandung beberapa unsur/pengertian: • Munculnya cara berpikir baru mengenai masalah masalah baru • Dapat berupa prinsip yang selalu hadir, akan tetapi tidak kita kenal/sadari (bandingkan dengan dimensi yang teka terungkap menurut Michel Polanyi) • Paradigma baru tidak dapat diterapkan kecuali dengan meningggalkan paradigma lama (prinsip incommonsurable) • Paradigma baru selalu dihadapi/ditanggapi dengan kecurigaan dan permusuhan (ingat tantangan terhadap Giordano Bruno dan Gelileo Galilei sewaktu mereka mengajukan teori heliosentris yang menggeser teori geosentris yang didukung oleh tokoh-tokoh gereja) (Smith, Linda & W. Raeper,2000, 247).
Dalam sosiologi menurut George Ritzer setidaknya ada tiga paradigma yang bersaing dengan beberapa varian teori yang dipayunginya. Paradigma itu antara lain: • paradigma fakta sosial dengan variannya: a) teori fungsionalisme struktural; b) teori konflik; c) teori sistem; d) teori siologi makro. • Paradigma Definisi sosial dengan varian teori yang dipayunginya antara lain: a) teori aksi (action thory); b) interaksionisme simbolik (simbolic interactionism); c) fenomenologi (Phenomenology). • Paradigma perilaku sosial yang dikenal juga dengan pendekatan behavioris. Varian teorinya adalah, a) Sosilogi tingkah-laku (behavioral sociology); b) teori exhange atau teori pertukaran Ritzer, 2002).
Skema Revolusi ilmiah Kuhn (Smith;1998; ): . Pra paradigma • Paradigma A normal Science Anomalies Crisis Scientific RevolutionParadigma B
Ian Hacking mengemukakan bahwa pemikiran Kuhn telah menghancurkan beberapa gagasan penting dalam ilmu pengetahuan (khususnya positivisme), antara lain: 1. Realisme ilmiah: di mana ilmu pengetahuan dianggap sebagai upaya untuk menemukan/menjelaskan suatu dunia nyata, bahwa kebenaran teori adalah sesuai dengan realitas/ obyek apa adanya, dengan demikian teori adalah pencerminan realitas tanpa keterlibatan subjek di dalamnya. 2. Demarkasi, maksudnya ada garis batas yang jelas dan tegas antara teori ilmiah dengan non-ilmiah atau jenis keperca-yaan lainnya. 3. Kumulasi, yang mengandung pengertian bahwa ilmu penge-tahuan berkembang secara kumulatif dan berkembang berdasarkan apa yang sudah diketahui dan berdasarkan paradigma sebelumnya. 4. Pemilahan antara teori dengan observasi, karena tidak ada keterkaitan antara teori/paradigma dengan observasi. 5. Fundasionalisme, karena adanya pandangan bahwa observasi dan eksperimen merupakan fundasi terpercaya bagi kebenaran hipotesa dan teori (karena dapat diverifikasi).
6. Struktur deduktif teori, yakni bahwa pengujian atas teori-teori berlangsung dengan cara mendeduksi laporan-laporan observasi dari postulat-postulat teoretis. 7. Presisi, yakni bahwa konsep-konsep ilmiah memiliki ketepatan dan memiliki makna yang pasti. 8. Penemuan dan pembenaran, yakni bahwa antara konteks pembenaran dan konteks penemuan adalah dua hal yang benar-benar terpisah. Dalam ilmu pengetahuan harus benar-benar dipisahkan secara tegas antara dimensi sosial, histo-ris, psikologis di mana suatu penemuan dilakukan dengan basis logismetodologis yang mengukuhkan kepercayaan pada fakta-fakta yang ditemukan. 9. Kesatuan ilmu pengetahuan, yakni bahwa ilmu pengetahuan ditegakkan di atas fundasi (bahasa, obyek, metode) yang sama. Paradigma positivisme (metode ilmu alam) menjadi model terpercaya dan dapat diandalkan bagi semua ilmu pengetahuan (Hacking, 1981: 1-2).
Critical Theory ajaran Marx yang ditinggalkan oleh Tokoh Mazhab Frankfurt antara lain: 1. Teori nilai pekerjaan Marx dianggap kehilangan arti, karena dalam masyarakat industri maju ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi tenaga produktif yang utama. Jika Marx menganggap ekonomi sebgaia infrastruktur yang menentuka suprastriuktur, maka pada abad xxi ini sering disebut sebagai era ekonomi yang berbasis ilmu pengetahuan. Jadi ilmu pengetahuan dianggap sebagai modal (capital) utama. • Pertentangan modal (kapital) dengan pekerjaan juga kehilangan relevansinya, karena penindasan manusia tidak lagi penindasan kaum kapitalis pada pekerja (buruh), akan tetapi semuanya ditindas oleh sistem, di mana proses produksi yang ditentukan oleh teknologi sudah tidak terkontrol lagi. Dengan demikian analisis kelas yang begitu penting dalam pemikiran Marx, kehilangan fundamennya atau tidak relevan lagi. • Hilangnya pertentangan kelas, disebabkan meleburnya kaum proletariat ke dalam “sistem” sehingga tidak lagi memiliki semangat revolusioner, Proletariat bukan lagi subyek bagi revolusi menyeluruh.
Critical Theory • Generasi I Teori Kritis menghasilkan karakter Teori sbb : 1. Teori bersifat historis, maksudnya teori didasarkan atas situasi mesyarakat yang kongkrit, lalu melakukan kritik terhadap kondisi masyarakat yang tidak adil dan tidak manusiawi. 2. Teori Kritis bersifat kritis terhadap pandangan/teorinya sendiri 3. Metode dialektik yang digunakan memunculkan kecurigaan terhadap kondisi masyarakat aktual. 4. Teori tidak bersifat kontemplatif tapi bertujuan praxis, di mana teori mendorong transformasi masyarakat yang hanya mungkin bisa diterapkan melalui praxis
Kritik Teori Kritis mencakup: 1. Kritik terhadap marxisme yang terlalu deterministik. Teori kritis mengatasi determinisme ekonomi dengan memperhatikan aspek sosial-budaya di samping ekonomi 2. Kritik terhadap positivisme yang menyamakan kehidupan sosial-budaya dengan alam (fisikalisme), Habermas menyatakan bahwa positivisme mengabaikan peran individu (actor, egent). Positivisme merendahkan pandangan terjhadap manusia dan hukum ilmiah tidak begitu saja berlaku bagi manusia. 3. Kritik terhadap positivisme dalam sosiologi yang menyebabkan sosiologi berwatak konservatif dan mempertahankan status-quo. 4. Teori Kritis menolak ilmu yang kontemplatif dengan mengaitkan teori dengan praxis –emansipatoris.
Asumsi Epistemologi Praktis (Pragmatisme): 1. Tidak ada dasar epistemilogi yang pasti bagi ilmu pengetahuan (antifundasionalisme). 2. Pengetahuan adalah kepingan-kepingan pengalaman. 3. Ilmu pengetahuan adalah konstruksi kognitif & interaksi yang berkaitan dgn lingkungan. 4. Kebenaran ilmu pengetahuan ditentukan oleh kegunaan praktisnya.
Akibatnya revolusi kehilangan arti, revolusi ternyata hanya akan mengembalikan keadaan semula. • Kritik ekonomi kapitalis Marx yang parsial, digantikan oleh kritik yang lebih menyeluruh yaitu kritik terhadap kebudayaan teknokratis. • Karena dalam upaya emansipasi tekanan fungsi kesadaran bersifat primer, maka bidang produksi tidak lagi memiliki kedudukan sentral, Akibatnya skema basis- bangunan atas dianggap tidak berlaku lagi. • Atas dasar itu ajaran (dogma) inti Marxisme tentang hukum perkembangan ekonomi umat manusia yang niscaya menuju penghapusan masyarakat berkelas dan ke arah kebebasan manusia, juga tertolak. (Magnis, 1992; 167-68).