280 likes | 493 Views
TATA CARA PERIZINAN DAN BERBAGAI ASPEKNYA DI BIDANG PERTAMBANGAN UMUM Disusun dalam rangka sosialisasi Tatacara Perizinan Usaha Pertambangan di Kabupaten Takalar Sulawesi Selatan DINAS PERTAMBANGAN DAN ENERGI PROVINSI SULAWESI SELATAN MAKASSAR 2005. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
E N D
TATA CARA PERIZINAN DAN BERBAGAI ASPEKNYADI BIDANG PERTAMBANGAN UMUMDisusun dalam rangka sosialisasi Tatacara Perizinan Usaha Pertambangan di Kabupaten Takalar Sulawesi SelatanDINAS PERTAMBANGAN DAN ENERGI PROVINSI SULAWESI SELATANMAKASSAR2005
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan kegiatan usaha pertambangan umum yang begitu pesat ditandai dengan semakin maraknya pengusaha/perusahaan yang akan/telah melakukan usaha pertambangan umum dalam bentuk KK, PKP2B. KP, SIPD sehingga diperlukan pemahaman tentang Tata Cara Perizinan di Bidang Pertambangan Umum.
B. Maksud dan Tujuan Maksud : memberikan pemahaman kepada aparatur pemerintah, khususnya pelaksana/pengelola pertambangan mengenai tata cara perizinan di bidang pertambangan umum. Tujuan : untuk memberikan informasi tentang tatacara perizinan yang meliputi Kuasa Pertambangan (KP) dan Surat Izin Pertambangan Daerah (SIPD). C. Batasan Masalah Pengelolaan pertambangan yang akan dibahas didalam tulisan ini adalah Tata Cara Perizinan Bidang Pertambangan Umum di tingkat kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya. Izin usaha pertambangan yang akan dibahas hanya meliputi Kuasa Pertambangan (KP) dan Surat Izin Pertambangan Daerah (SIPD).
BAB II DASAR HUKUM DAN PROSES ADMINISTRASI PERIZINAN USAHA PERTAMBANGAN A. Dasar Hukum Sebagaimana yang berdasar atas hukum maka segala tindakan Negara atau Pemerintah dan Aparaturnya harus berdasarkan atas hukum yang berlaku. Begitu pula dalam kegiatan usaha pertambangan tidak terlepas dari prinsip tersebut. Untuk itu perlu dijelaskan lebih lanjut mengenai ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku yang mengatur mengenai kegiatan usaha di bidang Pertambangan Umum, yaitu :
Dasar Konstitusional • Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 3 ayat (3) • Dasar Hukum • Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan- ketentuan Pokok Pertambangan; • Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1969 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan- ketentuan Pokok Pertambangan; • Peraturan Pemerintah Nomor 75 Tahun 2001 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1969 tentang Pelaksanan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan • Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1980 tentang Penggolongan Bahan Galian; • Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1996 tentang Penyerahan Sebagian Urusan Pemerintahan di Bidang Pertambangan Kepada Pemerintah Daerah Tingkat I; • Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2003 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku pada Departemen Energi Sumber Daya Mineral.
Keputusan Menteri Energi dan SDM Nomor 1603.K/40/MEM/2003 tentang Pedoman Pencadangan Wilayah Pertambangan • Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor : 134.K/201/MPE/1996 tanggal 20 Maret 1996 tentang Penggunaan Peta, Penjelasan Batas Luas Wilayah Kuasa Pertambangan, Kontrak Karya dan Kontrak Karya Batubara di Bidang Pertambangan Umum; • Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 135.K/201/MPE/1996 tanggal 20 Maret 1996 tentang Pembuktian Kesanggupan dan Kemampuan Pemohon Kuasa Pertambangan, Kontrak Karya dan Kontrak Karya Batubara; • Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor : 678/20/MPE/1998 tanggal 1 Juni 1998 tentang Pelimpahan Wewenang Pemberian Kuasa Pertambnagan Pemrosesan dan Pelaksanaan Kontrak Karya dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara; • Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 1453K/29/MEM/2000 tanggal 3 Nopember 2000 tentang Pedoman Teknis Penyelenggaraan Tugas Pemerintahan di Bidang Pertambangan Umum
Keputusan Direktur Jenderal Pertambangan Umum Nomor 696.K/201/DDJP/1996 tanggal 31 Desember 1996 tentang Tata Cara Permohonan Perubahan Status Kuasa Pertambangan menjadi Kontrak Karya; • Keputusan Direktur Jenderal Pertambangan Umum Nomor 697.K/201/DDJP/1996 tanggal 31 Desember 1996 tentang Penataan Batas Wilayah Pertambangan Antara KP/KK/PKP2B Bidang Pertambangan Umum; • Keputusan Direktur Jenderal Pertambangan Umum Nomor : 149.K/201/DDJP/1996 tanggal 16 Juni 1996 tentang Pemberian Kuasa Pertambangan;
B. Proses Administrasi Perizinan Usaha Pertambangan Umum PERMOHONAN PENCADANGAN PENCADANGAN WILAYAH Pengecekan tumpang tindih Perhitungan luas/batas Pembuatan Peta Perizinan PERMOHONAN KP/KK/PKP2B PROSES KP PROSES KK PROSES PKP2B KP/KK/PKP2B
BAB III PENCADANGAN WILAYAH A. Definisi Berdasarkan Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1603 Tahun 2003, definisi pencadangan wilayah pertambangan adalah proses permohonan dan pelayanan untuk mendapatkan wilayah pertambangan dalam rangka permohonan Kuasa Pertambangan (KP), Kontrak Karya (KK), Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B), Surat Izin Pertambangan Daerah (SIPD), dan Surat Izin Pertambangan Rakyat (SIPR). Sistem pencadangan wilayah dirancang agar mempunyai kemampuan untuk mengelola berbagai jenis informasi kewilayahan dan menghasilkan informasi yang berkaitan dengan kewilayahan dalam rangka permohonan perizinan di bidang pertambangan umum. Sistem pencadangan wilayah ini mengacu pada sistem informasi kewilayahan Nasional yang pengembangannya dikoordinasikan oleh Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional (BAKOSURTANAL). Diharapkan sistem ini dapat menyediakan suatu sistem administrasi wilayah pertambangan yang handal dan dapat mendukung suprasistemnya, yaitu sistem administrasi perizinan bidang pertambangan.
B. Komponen Sistem Pencadangan Wilayah Sistem pencadangan wilayah mempunyai beberapa komponen yang saling terkait dan tidak terpisahkan, yaitu : Perangkat Keras (Hardware) Perangkat lunak (Software) Data dan Informasi Prosedur Standar Sumberdaya Pengelola. C. Kegiatan Pencadangan Wilayah Proses pencadangan wilayah memanfaatkan teknologi Sistem Informasi Geografis (SIG) dalam melaksanakan tugasnya; sejak dari penyajian informasi hingga pencadangan wilayah pertambangan yang akan dimohon sebagai wilayah KP/KK/PKP2B. Berbagai aturan dan tata cara operasional telah pula diterbitkan dengan maksud untuk menjamin kepastian hukum dari pelaksanaan sistem perizinan yang baru. Selain itu penyempurnaan perangkat peraturan khususnya cara penetapan titik batas wilayah pertambangan yang tunggal dan mengacu kepada sistem pemetaan nasional (dengan datum ID’74 dan DGN’95) dan Internasional (WGS’84).
Kegiatan yang dilakukan didalam proses pencadangan wilayah adalah : • Memberikan pelayanan permintaan informasi tentang status wilayah pertambangan secara nasional kepada masyarakat setiap saat. • Melaksanakan proses pencadangan wilayah pertambangan dalam rangka permohonan KP/KK/PKP2B. • Menyiapkan dokumen teknis yang menyangkut kewilayahan bagi perusahaan yang akan mengajukan berbagai izin pertambangan. D. MANFAAT PENCADANGAN WILAYAH • Beberapa manfaat yang langsung dirasakan oleh instansi yang berwenang dalam penerbitan perizinan bidang pertambangan dan masyarakat sebagai pengguna dan pemohon perizinan, yaitu : • Tersedianya suatu sistem informasi wilayah pertambangan yang transparan dan mudah dimanfaatkan baik oleh instansi yang berwenang untuk keperluan teknis ataupun bagi masyarakat luas. • Membantu dan mempercepat calon investor dalam pengambilan keputusan untuk penentuan wilayah pertambangan yang akan dimohon sebagai KP/KK/PKP2B.
Mengetahui tumpang tindih penggunaan lahan secara dini. • Menjamin kepastian hukum bagi investor pada wilayah pertambangan yang dicadangkan sehingga mempunyai kekuatan hukum yang jelas serta tidak dapat diganggu gugat oleh pihak lain. • Meningkatkan daya tarik bagi calon investor karena memberikan kemudahan, kepastian waktu serta biaya untuk investasi di bidang pertambangan umum. • Menambah Pendapatan Asli Daerah (PAD) jika Unit Pelaksana Proses Pencadangan Wilayah dibentuk di daerah. Selanjutnya Peta Pencadangan Wilayah dan Koordinat Batas Wilayahnya yang merupakan produk dari proses pencadangan wilayah adalah salah satu syarat yang harus dipenuhi/dilampirkan didalam melakukan permohonan Izin KP/KK/PKP2B.
Simulasi LAMPIRAN DAFTAR KOORDINAT Nama Perusahaan: PT. SANGKAROPI RUMANGA MINING Provinsi : SULAWESI SELATAN Kabupaten : TANA TORAJA & LUWU Luas : 1.955 Ha
BAB IV IZIN USAHA PERTAMBANGAN Perizinan dalam pengusahaan pertambangan sangat beragam, mulai dari Kuasa Pertambangan (KP), Kontrak Karya (KK) dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B). Namun demikian didalam tulisan ini dibatasi pada pemaparan Kuasa Pertambangan yang sering diterbitkan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota. Kuasa Pertambangan adalah wewenang yang diberikan kepada badan/perseroan untuk melaksanakan usaha pertambangan. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 75 Tahun 200 1 Pasal 1 ayat (1) bahwa setiap usaha pertambangan bahan galian yang termasuk dalam golongan bahan galian strategis dan golongan bahan galian vital, baru dilaksanakan apabila terlebih dahulu telah mendapatkan Kuasa Pertambangan.
A. Bentuk Kuasa Pertambangan • Didalam Pasal 2 ayat (1) PP Nomor 75 Tahun 2001 disebutkan • bahwa Kuasa Pertambangan diberikan dalam bentuk • Surat Keputusan Penugasan Pertambangan, • Surat Keputusan Izin Pertambangan Rakyat dan • Surat Keputusan Pemberian Kuasa Pertambangan. • Surat Keputusan Penugasan Pertambangan. • Surat Keputusan Penugasan Pertambangan adalah Kuasa Pertambangan yang diberikan oleh Menteri, Gubernur, Bupati/Walikota sesuai kewenangannya kepada instansi pemerintah yang meliputi tahap kegiatan penyelidikan umum dan eksplorasi sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 75 Tahun 2001 Pasal 2 ayat (2). • 2. Surat Keputusan Izin Pertambangan Rakyat • Surat Keputusan Izin Pertambangan Rakyat diberikan oleh Bupati/Walikota kepada rakyat setempat untuk melaksanakan usaha pertambangan secara kecil-kecilan dan dengan luas wilayah yang sangat terbatas yang meliputi tahap kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, eksploitasi, pengolahan dan pemurnian serta pengangkutan dan penjualan sebagaimana dijelaskan pada Peraturan Pemerintah Nomor 75 Tahun 2001 Pasal 2 ayat (3).
3. Surat Keputusan Pemberian Kuasa Pertambangan Surat Keputusan Pemberian Kuasa Pertambangan adalah Kuasa Pertambangan yang diberikan oleh Menteri, Gubernur, Bupati/Walikota sesuai kewenangannya kepada perusahaan Negara, Perusahaan Daerah, Badan Usaha Swasta atau perorangan untuk melaksanakan usaha pertambangan yang meliputi tahap penyelidikan umum, eksplorasi, eksploitasi, pengolahan dan pemurnian, serta pengangkutan dan penjualan sebagaimana dijelaskan pada Peraturan Pemerintah Nomor 75 Tahun 2001 Pasal 2 ayat (4). Adapun untuk melaksanakan usaha pertambangan bahan galian yang tidak termasuk golongan bahan galian vital dan strategis disebut Surat Izin Pertambangan Daerah (SIPD).
Menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 Pasal 47 ayat (1) dan (2) disimpulkan bahwa SIPD adalah Kuasa Pertambangan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah Tk. I untuk melaksanakan usaha pertambangan bahan galian yang tidak termasuk golongan bahan galian vital dan strategis. Surat Izin Pertambangan Daerah, sesuai PP No. 37 Tahun 1986 Pasal 5 ayat (1), diberikan oleh Pemerintah Daerah Tingkat I setempat kepada Perusahaan/Badan Hukum dan perseorangan untuk melakukan usaha pertambangan bahan galian golongan C di daerah; sedangkan didalam Pasal 3 disebutkan bahwa Pemerintah Daerah Tingkat I dapat menyerahkan lebih lanjut sebagian urusan Pemerintahan di bidang Pertambangan kepada Pemerintah Daerah Tingkat II di daerahnya; khususnya, sesuai Pasal 5 ayat (2), mengatur usaha pertambangan bahan galian golongan C dengan Peraturan Daerah sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri.
B. Persyaratan Permohonan Kuasa Pertambangan Persyaratan untuk memperoleh Kuasa Pertambangan (KP) seperti diatur pada Lampiran I Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1453.K Tahun 2000 adalah sebagai berikut :
C. Proses Penerbitan KP Mengacu pada Lampiran II Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1453.K/29/MEM/2000 tanggal 3 Nopember 2000 tentang Prosedur Permohonan KP/KK/PKP2B, maka tata cara memperoleh KP pada wilayah kewenangan Bupati/Walikota seperti tertera pada diagram alir di bawah ini. MESDM GUBERNUR 2 b 2 a BUPATI/ WALIKOTA 1 2 PEMOHON Keterangan : 1. Permohonan diajukan ke Bupati/Walikota 2. Bupati/Walikota memproses permohonan, setelah Surat Keputusan terbit disampaikan ke pemohon 2a. Tembusan Surat Keputusan disampaikan ke MESDM 2b. Tembusan Keputusan disampaikan ke Gubernur.
D. Tahapan Kegiatan Usaha Pertambangan • Kegiatan usaha pertambangan bahan galian ini untuk jangka waktunya • diatur dalam pasal 8 s/d 12 dan untuk luas wilayah diatur pada pasal • 18 s/d 22 UU No. 11 Tahun 1967 adalah sebagai berikut : • Jangka waktu 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang satu kali 1 tahun. Luas untuk satu KP < 5000 Ha, maksimum 5 KP untuk satu perusahaan/badan • Eksplorasi; Jangka waktu 3 (tiga) tahun dan dapat diperpanjang dua kali 1 tahun Luas untuk satu KP < 2000 Ha, maksimum 5 KP untuk satu perusahaan/badan • Eksploitasi; Jangka waktu 30 (tigapuluh) tahun dan dapat diperpanjang dua kali 10 (sepuluh) tahun Luas untuk satu KP < 1000 Ha, maksimum 5 KP untuk satu perusahaan/badan • Pengolahan dan pemurnian; Jangka waktu 30 (tigapuluh) tahun dan dapat diperpanjang dua kali 10 (sepuluh) tahun • Pengangkutan dan Penjualan. Jangka waktu 10 (sepuluh) tahun dan dapat diperpanjang setiap kali 5 (lima) tahun
E. Hak dan Kewajiban Pemegang KP • 1. Hak Pemegang KP • Melakukan segala usaha penambangan bahan galian sesuai wewenang yang diberikan dalam SK. KP • Mendapatkan prioritas pertama untuk memperoleh KP berikutnya. • Memiliki bahan galian yang dihasilkannya. • 2. Kewajiban Pemegang KP • Membuat batas wilayah KP • Mengganti kerugian atas tanah yang dipakainya dan ganti rugi tanam tumbuh kepada pemiliknya yang berhak. • Membayar iuran pertambangan (iuran tetap dan produksi) • Membayar PBB • Membuat laporan kegiatan setiap 3 bulan sekali.
F. Hubungan Pemegang KP dengan Hak Atas Tanah • Pemegang KP wajib mengganti kerugian akibat dari usahanya pada segala sesuatu yang berada di atas tanah kepada yang berhak atas tanah, didalam lingkungan daerah KP nya maupun di luar lingkungannya. • Pemegang KP wajib mengganti kerugian kepada yang berhak atas tanah untuk penggunaan permukaan tanah yang diperlukan sebagai akibat usaha pertambangan atas dasar musyawarah mufakat. • Pemilik tanah diwajibkan mengizinkan pekerjaan pemegang KP di atas tanahnya atas dasar musyawarah mufakat. • Untuk penggunaan tanah yang tidak berhubungan langsung terhadap usaha pertambangan sesuai dengan pemberian KP, maka pemegang KP harus mengajukan permohonan untuk memperoleh hak atas tanah tersebut. • Apabila telah diberikan KP pada sebidang tanah yang di atasnya tidak terdapat hak atas tanah dan telah membayar iuran pertambangan, maka kepada pemegang KP diberikan keringanan untuk pembayaran beban-beban biaya atas pemakaian tanah tersebut, dan mendapatkan pula prioritas untuk memperoleh hak pakai atas tanah tersebut.
G. Pemindahan KP • Pada dasarnya KP berisi wewenang untuk mengusahakan pertambangan oleh karena itu tidak boleh diperjualbelikan dan tidak pula dijadikan sebagai alat permodalan. Dengan adanya kenyataan yang wajar, maka pemindahan suatu KP dapat saja dipertimbangkan, begitu juga pemindahan dapat terjadi dengan meninggalnya pemegang KP perseorangan (kepada ahli warisnya). • Adapun pemindahan-pemindahan tersebut adalah sebagai berikut : • KP dapat dipindahkan kepada badan hukum atau perorangan atas izin menteri/Gubernur/Bupati/Walikota sesuai kewenangannya; • Izin tersebut hanya dapat diberikan jika yang akan menerima KP telah memenuhi persyaratan tentang KP yang ditentukan dalam UU Pokok Pertambangan dengan peraturan pelaksanaannya. • Apabila seorang pemegang KP meninggal, maka ahli warisnya bila tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh UU Pokok Pertambangan, dengan izin tersebut seperti di atas dapat dipindahkan kepada badan hukum atau orang lain yang telah memenuhi syarat.
H. Berakhirnya KP 1. Dikembalikan; 2. Dibatalkan; 3. Habis masa berlaku.