310 likes | 584 Views
PAJAK PENGHASILAN PASAL 22. Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 22 adalah PPh yang dipungut oleh : Bendaharawan Pemerintah Pusat/Daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang
E N D
PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 • Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 22 adalah PPh yang dipungut oleh: • Bendaharawan Pemerintah Pusat/Daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang • Badan-badan tertentu, baik badan pemerintah maupun swasta berkenaan dengan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain
Lanjutan1…….. • Pemungut PPh Pasal 22 • Bank Devisa dan Dirjen Bea dan Cukai, atas impor barang • Dirjen Anggaran, Bendaharawan Pemerintah Pusat/Daerah, BUMN/D, yang melakukan pembayaran atas pembelian barang dari belanja negara dan/atau belanja daerah • Badan usaha yang bergerak di bidang industri semen, industri rokok, industri kertas, industri baja dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri
Pemungut Pasal 22(lanjutan) • Pertamina dan badan usaha selain Pertamina yang bergerak di bidang bahan bakar minyak jenis premix dan gas, atas penjualan hasil produksinya kepada penyalur dan/atau agennya. • Badan Urusan Logistik (Bulog), atas penyerahan gula pasir dan tepung terigu.
Besarnya Pungutan PPH Pasal 22 • Atas Impor : • Yang menggunakan Angka Pengenal Impor (API), sebesar 2,5% dari nilai impor : • Yang tidak menggunakan API, sebesar 7,5% dari nilai impor • Yang tidak dikuasai, sebesar 7,5% dari harga jual lelang (Catatan:Nilai Impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar perhitungan bea masuk yaitu Cost Insurance and Freight (CIF) ditambah dengan bea masuk dan pungutan lainnya yang dikenakan berasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan pabean di bidang impor)
Atas pembelian barang yang dibiayai dengan APBN/APBD sebesar 1,5% dari harga pembelian • Atas penjualan hasil produksi yang dilakukan oleh badan usaha yang bergerak di bidang: • Industri semen sebesar 0,25%dari dasar pengenaan pajak (DPP) Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Industri rokok kretek/putih sebesar 0,1% dari harga bandrol, dan bersifat final • Industri kertas sebesar 0,1% dari DPP PPN • Industri baja sebesar 0,3% dari DPP PPN • Industri otomotif sebesar 0,45% dari DPP PPN * Yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri
Atas penjualan hasil produksi Pertamina dan badan usaha selain Pertamina yang bergerak di bidang bahan bakar minyak jenis premix dan gas kepada penyalur dan/atau agennya: • Premium untuk SPBU Swastanisasi sebesar 0,3% dari penjualan atau Rp. 2.100,-/KL, dan untk SPBU Pertamina sebesar 0,25% dari penjualan atau Rp. 1.750,-/KL • Solar untuk SPBU Swastanisasi sebesar 0,3% dari penjualan atau Rp. 1.140,-/KL dan untuk SPBU Pertamina sebesar 0,25% dari penjualan atau Rp. 950,-/KL
Premix untuk SPBU Swastanisasi sebesar 0,3% dari penjualan dan untuk SPBU Pertamina sebesar 0,25% dari penjualan • Minyak tanah sebesar 0,3% dari penjualan atau Rp. 912,-/KL • Gas LPG sebesar 0,3% dari penjualan atau Rp. 2.250/Kl • Pelumas sebesar 0,3% dari penjualan * Catatan : PPh pasal 22 atas penjualan hasil produksi Pertamina dan badan lain yang bergerak dibidang bahan bakar minyak jenis premix dan gas, bersifat final
Atas penyerahan barang yang dilakukan oleh Bulog berupa: • Gula Pasir kepada: • Penyalur sebesar Rp. 380,-/kuintal • Grosir sebesar Rp. 270,-/kuintal • Pembeli lainnya sebesar Rp. 650,-/kuintal • Tepung Terigu kepada: • Penyalur sebesar Rp. 53,-/zak • Grosir sebesar Rp. 38,-/zak • Pembeli lainnya sebesar Rp. 91,-/zak Catatan: PPh pasal 22 atas penyerahan gula pasir dan tepung terigu oleh Bulog Bersifat Final
Pengecualian Pemungutan PPh Pasal 22 • Impor barang-barang dan/atau penyerahan barang yang bersifat final berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan tidak terutang PPh Pengecualian tersebut harus dinyatakan dengan Surat Keterangan Bebas PPh Pasal 22 yang diterbitkan oleh Dirjen Pajak
Impor barang-barang yang dibebaskan dari bea masuk: • Yang dilakukan ke dalam kawasan berikat dan Entrepot Produksi untuk Tujuan Ekspor(EPTE) • Sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 dan pasal 7 PP Nomor 6 tahun 1969 tentang Pembebanan atas Impor sebagaimana diubah dan ditambah terakhir dengan PP Nomor 26 tahun 1988 Jo. Peraturan Pemerintah Nomor 2 tahun 1973 • Berupa kiriman hadiah • Untuk tujuan keilmuan
Pembayaran atas penyerahan barang yang dibebankan kepada belanja negara/daerah yang meliputi jumlah kurang dari Rp. 500.000,- (bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah) • Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air minum/PDAM, benda-benda pos, dan telepon
Tata cara Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan PPh Pasal 22 • Atas Impor • Impor dilengkapi dengan LKP (PPh pasal 22 disetor oleh importir ke Bank Devisa dengan menggunakan formulir SSP yang berlaku sebagai bukti pungutan pajak) • Impor tidak dilengkapi LKP (PPh pasal 22 dipungut dan disetor oleh Dirjen Bea dan Cukai)
Dirjen Bea dan Cukai wajib menerbitkan Bukti Pemungutan PPh pasal 22 dalam rangkap 3 yaitu :1. lembar pertama untuk pembeli2. lembar kedua untuk disampaikan kepada Dirjen Pajak sebagai lampiranlaporan bulanan3. lembar ke tiga untuk arsip Pemungut Pajak yang bersangkutan Dirjen Bea dan Cukai harus menyetorkan pemungutan PPh Pasal 22 atas impor dalam jangka waktu sehari setelah pemungutan pajak dilakukan ke Kantor Pos dan Giro atau Bank-Bank Persepsi, dan harus melaporkan hasil pemungutannya tersebut ke Kantor Pelayanan Pajak secara mingguan selambat-lambatnya tujuh hari setelah batas waktu penyetoran pajak terakhir
Dirjen Anggaran, Bendaharawan Pemerintah Pusat/Daerah, BUMN/D, harus memungut dan menyetorkan pemungutan PPh Pasal 22 ke Kantor Pos dan Giro atau Bank Persepsi, pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran, dengan menggunakan formulir SSP yang telah diisi oleh dan atas nama rekanan serta ditandatangani oleh Bendaharawan. SSP berlaku sebagai bukti pungutan pajak. Pelaporan harus disampaikan selambat-lambatnya empat belas hari setelah Masa Pajak berakhir
Badan usaha yang bergerak di bidang industri semen, rokok, kertas, baja dan otomotif yang ditunjuk oleh Kepala KPP harus memungut PPh pasal 22 atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri dan wajib menerbitkan Bukti Pemungutan PPh Pasal 22 dalam rangkap tiga, yaitu: • Lembar pertama untuk pembeli • Lembar kedua untuk disampaikan kepada Dirjen Pajak sebagai lampiran bulanan • Lembar ketiga untuk arsip Pemungut Pajak yang bersangkutan
Badan usaha tersebut harus menyetor secara kolektif pemungutan PPh Pasal 22 selambat-lambatnya tanggal lima belas bulan takwim setelah Masa Pajak berakhir. Pelaporan dilakukan dengan cara menyampaikan SPT Masa selambat-lambatnya dua puluh hari setelah Masa Pajak berakhir
PPh Pasal 22 dari penyerahan oleh Pertamina atas hasil produksinya, dari penyerahan bahan bakar minyak dan gas oleh badan usaha selain Pertamina dan dari penyerahan gula pasir dan tepung terigu oleh Bulog, dipungut dengan cara dilunasi sendiri oleh Wajib Pajak ke Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro sebelum Surat Perintah Pengeluaran Barang (Delivery Order) ditebus, dengan menggunakan SSP yang juga merupakan bukti pungutan pajak. • Pelaporn dilakukan dengan cara menyampaikan SPT Masa selambat-lambatnya dua puluh hari setelah Masa Pajak berakhir
PAJAK PENGHASILAN PASAL 24 Pengertian : PPh pasal 24 mengatur tentang perhitungan besarnya pajak atas penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang dapat dikreditkan terhadap pajak penghasilan yang terutang atas seluruh penghasilan Wajib Pajak dalam negeri Pengkreditan pajak luar negeri dilakukan dalam tahun digabungkannya penghasilan dari luar negeri dengan penghasilan di Indonesia. Indonesia menganut Tax credit yang ordinary credit method dengan menerapkan per country limitation
Penggabungan PenghasilanPenggabungan Penghasilan yg berasal dari LN dilakukan sbb: • Penggabungan penghasilan dari usaha dilakukan dalam tahun pajak diperolehnya penghasilan tersebut (accrual basis) • Penggabungan penghasilan lainnya dilakukan dalam tahun pajak diterimanya penghasilan tersebut (cash basis) • Penggabungan penghasilan yang berupa dividen (pasal 18 ayat 2 UU PPh) dilakukan dalam tahun pajak pada saat perolehan dividen tersebut di tetapkan sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan
Batas Maksimum Kredit PajakBatas Maksimum Kredit Pajak diambil yang terendah dari 3 unsur/perhitungan berikut ini : • Jumlah Pajak yang terutang atau dibayardi Luar Negeri • ( Penghasilan Luar Negeri : Seluruh Penghasilan Kena Pajak ) x PPh atas seluruh yang dikenakan tarif pasal 17 • Jumlah pajak yang terutang untuk seluruh penghasilan kena pajak (dalam hal penghasilan kena pajak adalah lebih kecil daripada penghasilan luar negeri)
Batas Maksimum Kredit Pajak untuk setiap Negara(per Country Limitation) Apabila penghasilan luar negeri berasal dari beberapa negara, maka perhitungan batas maksimum kredit pajak dilakukan untuk masing-masing negara
Rugi Usaha di Luar Negeri Dalam menghitung penghasilan kena pajak, kerugian yang diderita oleh Wajib Pajak di luar Negeri tidak boleh dikompensasikan dengan penghasilan yang diterima di dalam negeri ( Indonesia)
Cara Melaksanakan Kredit Pajak Luar NegeriUntuk melaksanakan pengkreditan pajak yang terutang atau dibayar di luar negeri, Wajib Pajak wajib menyampaikan permohonan kepada Dirjen Pajak dengan melampirkan : • Laporan Keuangan dari penghasilan di luar negeri • Fotocopi Surat Pemberitahuan Pajak yang disampaikan di luar negeri • Dokumen pembayaran pajak di luar negeri • Penyampaian permohonan kredit pajak yang terutang atau dibayar di luar negeri tersebut dilakukan bersamaan dengan penyampaian SPT Tahunan PPh.
PAJAK PENGHASILAN PASAL 24 Pengertian : PPh pasal 24 mengatur tentang perhitungan besarnya pajak atas penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang dapat dikreditkan terhadap pajak penghasilan yang terutang atas seluruh penghasilan Wajib Pajak dalam negeri Pengkreditan pajak luar negeri dilakukan dalam tahun digabungkannya penghasilan dari luar negeri dengan penghasilan di Indonesia. Indonesia menganut Tax credit yang ordinary credit method dengan menerapkan per country limitation
Penggabungan Penghasilan Penggabungan Penghasilan yg berasal dari LN dilakukan sbb: • Penggabungan penghasilan dari usaha dilakukan dalam tahun pajak diperolehnya penghasilan tersebut (accrual basis) • Penggabungan penghasilan lainnya dilakukan dalam tahun pajak diterimanya penghasilan tersebut (cash basis) • Penggabungan penghasilan yang berupa dividen (pasal 18 ayat 2 UU PPh) dilakukan dalam tahun pajak pada saat perolehan dividen tersebut di tetapkan sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan
Batas Maksimum Kredit PajakBatas Maksimum Kredit Pajak diambil yang terendah dari 3 unsur/perhitungan berikut ini : • Jumlah Pajak yang terutang atau dibayardi Luar Negeri • ( Penghasilan Luar Negeri : Seluruh Penghasilan Kena Pajak ) x PPh atas seluruh yang dikenakan tarif pasal 17 • Jumlah pajak yang terutang untuk seluruh penghasilan kena pajak (dalam hal penghasilan kena pajak adalah lebih kecil daripada penghasilan luar negeri)
Batas Maksimum Kredit Pajak untuk setiap Negara (per Country Limitation) Apabila penghasilan luar negeri berasal dari beberapa negara, maka perhitungan batas maksimum kredit pajak dilakukan untuk masing-masing negara
Rugi Usaha di Luar Negeri • Dalam menghitung penghasilan kena pajak, kerugian yang diderita oleh Wajib Pajak di luar Negeri tidak boleh dikompensasikan dengan penghasilan yang diterima di dalam negeri ( Indonesia)
Cara Melaksanakan Kredit Pajak Luar NegeriUntuk melaksanakan pengkreditan pajak yang terutang atau dibayar di luar negeri, Wajib Pajak wajib menyampaikan permohonan kepada Dirjen Pajak dengan melampirkan : • Laporan Keuangan dari penghasilan di luar negeri • Fotocopi Surat Pemberitahuan Pajak yang disampaikan di luar negeri • Dokumen pembayaran pajak di luar negeri Penyampaian permohonan kredit pajak yang terutang atau dibayar di luar negeri tersebut dilakukan bersamaan dengan penyampaian SPT Tahunan PPh.