280 likes | 498 Views
Menguatkan Mekanisme HAM untuk Perempuan. Konsultasi Publik Komnas Perempuan Hotel Lumire – Jakarta, 13 Des 2010.
E N D
Menguatkan Mekanisme HAM untuk Perempuan Konsultasi Publik Komnas Perempuan Hotel Lumire – Jakarta, 13 Des 2010 "Lembaga independen yang merupakan mekanisme nasional untuk menghapuskan kekerasan terhadap perempuan yang didirikan berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 181/1998 pada tanggal 15 Oktober 1998."
Komnas Perempuan Dari Periode ke Periode (1998 – sekarang) "Lembaga independen yang merupakan mekanisme nasional untuk menghapuskan kekerasan terhadap perempuan yang didirikan berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 181/1998 pada tanggal 15 Oktober 1998."
Temuan Evaluasi Eksternal 1998 - 2001 • Dalam 3 tahun pertama: banyak tantangan struktural dan kultural terkait masalah kekerasan terhadap perempuan di tingkat lokal dan internasional • Meletakkan batu pijak peta kekerasan terhadap perempuandanmelaksanakan upayapenegakan HAM perempuan • Gambaran program kerja: • Advokasi Kebijakan Pemerintah: mendorongpemenuhan tanggung jawab pemerintah untuk penanggulangan KtP • Reformasi Hukum & Kebijakan:reformasi perangkat hukum dan perundang-undangansertapenguatan aparatpenegak hukum; advokasi tentang kejahatan terhadap kemanusiaan berbasis gender • Dokumentasi dan Pendidikan • Penguatan Kapasitas Layanan bagi Korban
Temuan Evaluasi Eksternal 2002 • Melanjutkan perjuangan dalam meredifinisi dan restrukturisasi KP • Gambaran program yang dilakukan • GPPBM (GerakanPerempuanuntukPerlindunganBuruhMigran) • JANGKA – PKTP (JaringanAdvokasi – PenghapusanKekerasanterhadapPerempuan) • PemetaanBentuk-bentukKekerasanterhadapPerempuan • Pelatihan HAM berbasis Gender • Pelayananpada Survivors • PEKKA (Perempuan Kepala Keluarga) • PerlindunganSaksidanKorban • KampanyeuntukPerlindunganPekerjaKemanusiaan • Dialog PubliktentangHukumSyariahdi Aceh
Temuan Evaluasi Eksternal 2003 - 2006 • Mengembangkan perangkat, pengetahuan & pelibatan publikuntuk penegakan HAM bagi perempuan indonesia • Secara substantiftelah menghasilkan landasan atau fondasi bagi kerja jangka panjang penegakan HAM perempuan • Gambaranprogam yang dilakukan : • Pemantauan: konsep dasar penyusunan protokol pemantauan pelanggaran HAM BG, peningkatan kapasitas jaringan mitra kerja, pengembangan sistem informasi & dokumentasi kasus, pelaksanaan pemantauan kejahatan seksual, peradilan kejahatan seksual dan tahanan perempuan di Aceh, quick response pelanggaran HAM perempuan di wilayah konflik • PengembanganSistemPemulihan:pengembangansistempemulihandalammaknaluas, meningkatkan kapasitas orgasnisasi perempuan tingkat lokal • PerlindunganKelompokrentanDiskriminasi:database&dokumentasi, advokasinasionaldaninternasional • ReformasiHukum& Kebijakan: advokasiperubahankebijakan, perundangankondusifbagiperempuan, RUU PSK, pemantauanperadilan • PendidikandankampanyePublik: pendidikan HAM BG, pelatihankekerasanterhadapperempuansebagaikejahatanterhadapkemanusiaan, Kampanye 16 hari, pundiperempuan
Periode 2010 – 2014: Penguatan Mekanisme HAM untuk perempuan EE Tahun 2010 (Enny Soeprapto & Ery Seda), dilakukan untuk mengevaluasi kinerja KP selama sepuluh tahun Dilakukan dengan wawancara & FGD: 88 orang dari lembaga mitra pemerintah (tk nasional & daerah), OMS dan lembaga pengada layanan lain "Lembaga independen yang merupakan mekanisme nasional untuk menghapuskan kekerasan terhadap perempuan yang didirikan berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 181/1998 pada tanggal 15 Oktober 1998."
Kekuatan Komnas Perempuan – Hasil EE 2010 • Independensi: dalam seleksi komisioner, perancangan dan pelaksanaan program • Kemitraan – jaringan kerja: organisasi perempuan pengada layanan yang merupakan konstituen pertama khususnya karena keterikatan dalam pendidian Komnas Perempuan • Komitmen pelaksanaan mandat: dalam hal penyebarluasan pemahaman, pemantauan & pencarian fakta, penelitian & kajian kebijakan, pemberian pertimbangan, penguatan jaringan (nasional & internasional)
“Komnas Perempuan memang telah melaksanakan tugas atau kegiatan yang diamanatkan oleh instrumen-instrumen konstitutifnya, lebih dari pada yang layak dapat diharapkan dari sebuah lembaga dengan sejumlah keterbatasannya, baik yang menyangkut kewenangan , maupun sumber daya manusia, ataupun ketersediaan dana”. (EE, 2010, hlm. 35)
Tantangan Komnas Perempuan – Hasil EE 2010 • Kesinambungan (program & kegiatan): program yang telah dikembangkan terus berlanjut tetapi intensitas pendampingan berkurang sesuai dengan target masing-masing periode, institusionalisasi memori lembaga kepada seluruh komisioner dan BP dari waktu ke waktu • Exit strategy: Komnas Perempuan belum menemukan ‘formula’ yang tepat untuk kerja jaringan pasca kerja sama intensif di suatu wilayah pemantauan atau dengan komunitas yang dibentuk untuk advokasi kebijakan
Tantangan Komnas Perempuan – Hasil EE 2010 • Kemanfaatan di tingkat daerah terbatas: representasi KP di daerah, fasilitasi penggunaan CATAHU atau temuan pemantauan lainnya untuk advokasi di tingkat daerah, daya respon KP terhadap kebutuhan jaringan untuk dukungan penanganan kasus • Merawat jaringan: keseimbangan merawat jaringan yang sudah ada dengan memperluas jaringan, cara berkomunikasi yang meneguhkan rasa saling percaya, saling bergantung, dan saling menguatkan, serta antisipatif terhadap sistem kepegawaian aparat negara
Tantangan Komnas Perempuan – Hasil EE 2010 • Pengetahuan publik tentang KP: relasi media – cenderung low profle, keseimbangan kelompok sasaran antara selektif sekaligus inklusif (hlm. 101) • Harapan (ekspektasi) berlebih terhadap KP
“Untuk pertama kali dalam sejarah Indonesia, terdapat lembaga non-struktural negara yang secara legal dan resmi diberi mandat, sekalipun terbatas, untuk memperjuangkan HAM perempuan korban kekerasan dalam masyarakat ini ... Kekurangpahaman mengenai mandat [yang terbatas] ini dengan dibarengi adanya harapan berlebih membuat kaum perempuan korban kekerasan dan kaum kerabat serta pendampingnya kerap mempertanyakan peran Komnas Perempuan yang dianggap tidak dapat secara jelas dan tuntas membantu dan menyelesaikan proses litigasi kasus yang tengah mereka hadapi”. (EE, 2010, hlm 99)
Kewenangan rekomendatif (mengikat lembaga-lembaga pemerintah dan negara) • Kewenangan kuasiyurisdiksional (fungsi investigasi, memberikan pertimbangan pada pengadilan) • Kewenangan kepegawaian dan anggaran Konsultasi dengan SC
LAN (Purwanti & Titin): • mendukung indepensi KP – tertulis di konvensi internasional dan UU • Dibuat matriks untuk melihat TUPOKSI antara lembaga-lembaga terkait untuk melihat overlap • Kepegawaian: struktur KP berbeda, fungsi sekjen sebagai apa karena tidak ada PNS • Anggaran KP menempel di KHAM – fungsi sekjen (eselon 2 – PNS) untuk mengelola satker – KPA (kuasa pengguna anggaran) • Perlu mendapatkan data berkaitan dengan metode dan informan EE • Perlu kerja sama dengan media • Kewenangan rekomendatif: tidak mengikat dan tergantung pada keputusan politis • Kontribusi secara kuantitatif bagi korban • Apakah ada evaluasi dari BPK • LNS berbeda dengan lembaga pemerintahan berbeda – harus ada PNS untuk bisa mendapatkan satker • Akan ada grand design (tahun 2012) dari Menpan untuk LNS dan Kelembagaan: sementara terus berjalan seperti yang sudah ada – yang penting memperhatikan tupoksi dan kerja sama dengan kementrian dan lembaga lain Diskusi SC (1 - SC)
Dirjen HAM (DEPKUMHAM): • Mendukung KP • Anggaran menempel KHAM dan ada Sekjen – KHAM statusnya dengan UU sehingga kekuatan sangat besar, ditingkatkan menjadi UU • Komda tidak ada, sementara bisa bekerja sama dengan RANHAM sampai tingkat kabupaten – kota • Untuk pengenalan KP perlu sosialisasi (tentang HAM) sebanyak-banyaknya di tingkat daerah – lewat media atau/dan pelatihan Diskusi SC (2 - SC)
BAPPENAS (Tanti pengganti Diani): • MOU – kewenangan dan kelembagaan KP seperti KY (yang mempunyai MOU dengan MA) – perlu diperbanyak MOU dengan pihak2 khususnya APH – hakim dengan memberikan sertifikasi hakim yang sensitif gender • Database untuk penguatan jaringan di daerah • Pengenalan KP di multi media – contoh BPHN Diskusi SC (3 - SC)
SETNEG (Jacob): • Perkembangan yang signifikan – tim independen EE untuk penguatan kelembagaan • Perlu EE berkala dilanjutkan sebagai laporan kepada Presiden • Rekomendasi: sebagai acuan bagi pemerintah dan terekspos ke masyarakat bahwa ada kasus-kasus KTP yang tidak/ belum ditangani oleh pemerintah • Pengembangan MOU dengan pihak-pihak relevan & strategis supaya rekomendasi ada tindak lanjutnya • Peningkatan status menjadi UU • Audiensi ke Presiden berkaitan dengan event besar (internasional) karena untuk penyampaian laporan dan rekomendasi cukup disampaikan kepada Setneg • Perlu memikirkan outcome (jangan hanya output) • KEPPRES ranahnya eksekutif – ada keterbatasan, kalau UU ranahnya legislatif juga, jadi tingkat keterlibatan publiknya besar Diskusi SC (4 - SC)
Tim EE (Enny Soeprapto): • Evaluasi mencakup masa 11 tahun: Keppres – Perpres, 2 AD, 1 ART, 2 Renstra, evaluasi makro – 3 periode • Laporan (3 set): laporan eksekutif, tubuh/inti laporan, lampiran • Sasaran rekomendasi: menyangkut kebijakan yang memerlukan keputusan politis – tidak mengikat, yang diperlukan KP menyangkut fungsi pemantauan – positif / affirmative action yang sifatnya action dan represif misal aparat keamanan yang melakukan KTP perlu ada tindakan pidana. Contoh Korea: mengikatkan rekomendasi secara publik – ketika sudah 2 kali menyampaikan rekomendasi tidak ada tanggapan maka bisa dipublikasikan kepada publik • Kewenangan kuasiyurisdiksional: perlu ada UU • Peran Amicus Currie: Komnas yang bersangkutan bisa memberikan ‘jasa’ pendampingan yang diperlukan Diskusi SC (5 - SC)
Mekanisme HAM Nasional (Enny Soeprapto): • Mekanisme adalah suatu sistem yang melalui sistem itu pemerintah ingin mencapai sesuatu – dalam hal ini untuk memajukan HAM Perempuan • Sistem bisa bermacam-macam: badan, kerja sama, sistem, dll • Di tataran internasional: PBB secara khusus membentuk mekanisme dan deklarasi khusus untuk perempuan karena kelompok rentan, di tataran regional pun baru-baru ini dibentuk ACWC karena perempuan dan anak termasuk rentan • Matriks tupoksi dibuat agar tidak ada duplikasi, kuncinya hanya pada selalu konsultasi, komunikasi, koordinasi, dan kerja sama, serta saling mendukung • Konsepnya tidak perlu saling menghapus satu dari yang lain karena sebenarnya keadaan ini seperti dokter umum dan dokter khusus Diskusi SC (6 - SC)
Merawat Jaringan • Exit Strategy (ISTILAH TIDAK COCOK!?) • Kemanfaatan lokal • Kewenangan kuasiyurisdiksional Konsultasi Publik
MD: • Tidak jelas dan harus dijelaskan: persepsi komisioner tentang peran KP yang sudah diambil, sedang dan akan diambil – multiperan tetapi tidak didefinisikan • Titi Sumbung: • Apresiasi yang dikerjakan oleh KP selama ini, tapi fokus atau peran utama KP perlu dijelaskan • Sebutan Komnas menjadikan suatu kekuatan (dalam struktur), tidak ada Komda tetapi perlu ada jaringan yang dibentuk – punya mandat seperti yang dikerjakan Komnas dan mengerjakan pekerjaan serupa KP • Pekerjaan KP lebih banyak advokasi sampai pada advokasi kebijakan – hak politik (dan sipil) perempuan Diskusi SC (7 – Publik/Mitra)
Samsidar: • Menurut mitra daerah: sebagai sebuah mekanisme penegakan HAM yang ada di tingkat nasional – tetapi karena LNS tidak ada komda maka perlu merawat jaringan – tidak ada exit strategy karena kerja jangka panjang • Perluasan jaringan menjadi perlu dengan mengintensifkan komunikasi dengan jaringan yang sudah ada • Banyak hal yang telah dilakukan KP jadi perlu ditingkatkan – tidak ada exit strategy • Sr. Esthu: • Merawat jaringan penting karena KP berada di Jakarta – tidak tahu dan tidak mungkin terus di daerah – pertemuan tahunan seperti ini merupakan salah satu upaya merawat jaringan, saling memberi informasi supaya terupdate info pusat-daerah • Tukar informasi: RUU yangseringkali tidak diketahui oleh mitra daerah – kewajiban KP untuk meneruskan info ini supaya tidak terlambat merespon– sama-sama berjuang Diskusi SC (8 – Publik/Mitra)
Budi Putra (Tangerang): • Menguatkan posisi KP dalam konteks kelembagaan: di Tangerang tidak diperhitungkan – perkuat jaringan ke media supaya di daerah bisa dikenal • Pemahaman exit strategy membingungkan karena banyak kasus KTP di daerah masih terjadi (terus) – saling bersinergi agar saling mensupport • Sri Sulistiawati(Korban 65): • Apakah bisa KP bekerja sama dengan eksekutif karena lahirnya perda-perda yang merugikan perempuan – seluruh departemen harus ada wakil dari KP (?) • Pekerja migran – penanganan dan perlindungannya – program KP?? Diskusi SC (9 – Publik/Mitra)
Meningkatkan dan memperkuatkan jaringan di tingkat kelurahan, kampung-kampung dan desa-desa • Ery Seda: • Tidak secara khusus mewawancarai komisioner tentang persepsi komisioner berkaitan dengan definisi peran komisioner KP • Irawan (MenPan – Deputi SDM): • Honorarium bagi komisioner dan BP (ada perhatian dari Presiden) • Laporan-laporan bisa disampaikan kepada Presiden dan MenPan • ‘membumi’ – memperhatikan wong cilik, KP jangan dicampuri politik praktis • Nur Ayu(Bareskrim): • Ada kesenjangan pengetahuan tentang perempuan dan anak di Polres/Kanit – perlu sosialisasi penanganan perempuan dan anak Diskusi SC (10 – Publik/Mitra)
Perlu ada lembaga seperti KP karena di dalam kepolisian masih ada diskriminasi • Bonanza (Kemenlu): • NHRI: advisory capacity, role of remedies, dissemination of HR & education of HR – merupakan mandat dan peran KP • HAM terkait dengan pembangunan, demokrasi dan rule of law, dan security – NHRI merupakan satu elemen yang terkait dalam state untuk pemenuhan konvensi internasional • Konstelasi KP di antara banyak actor yang berperan dalam rangka pemajuan HAM – positioning KP (?) • Sri (SAPA Institute): • Pendanaan tidak menjadi masalah • KP kurang melibatkan secara aktif untuk merawat dan memperluas jaringan – pelibatan dalam makna luas Diskusi SC (11 – Publik/Mitra)
Lely (KPPD) • KP harus tampil di media sebagai satu strategi advokasi – akan mengangkat jaringan KP juga • Jaringan bisa dan mau dimanfaatkan – secara etis perlu ada rekognisi kerja kawan-kawan jaringan di daerah • Capaian bisa disampaikan tidak hanya di konsultasi publik • Daden Sukendar (Sukabumi): • Keberadaan KP sangat penting dan dirasakan manfaatnya di tingkat lokal – perlu dipertahankan eksistensinya • Bermitra dengan media diperlukan dalam rangka memperkuat bargaining position KP • Pemantauan perda diskriminatif perlu dilanjutkan – khususnya di Sukabumi (Perda Buruh Migran) – bisa membangun kesadaran masyarakat lokal, respon cepat pemda dengan melakukan perubahan Perda Buruh Migran (meskipun masih belum sesuai) Diskusi SC (12 – Publik/Mitra)
Eni Maslahah (Mitra Wacana, Jogya): • Perlu merawat jaringan • KP sebagai resource center – dalam rangka pemahaman dan penyebaran pengetahuan tentang HAM – dokumen KP perlu disebarluaskan ke masyarakat sipil • Posisi tawar antara KP dengan eksekutif dan legislatif – di daerah pihak-pihak ini apresiatif terhadap KP – ada dialog tetapi belum terimplementasi, jadi harus ada strategi untuk memperkuat rekomendasi yang perlu diimplementasikan, haru ada dorongan kuat dari KP ke daerah-daerah Diskusi SC (13 – Publik/Mitra)