430 likes | 772 Views
Astrositoma Derajat Rendah. Introduksi. Introduksi. Pencitraan fisiologik/ Physiologic Imaging. Pencitraan fisiologik/ Physiologic Imaging. Pencitraan fisiologik/ Physiologic Imaging. Pencitraan fisiologik/ Physiologic Imaging. Pencitraan fisiologik/ Physiologic Imaging.
E N D
Astrositoma infiltratif difus berdiferensiasi baik. Gambar. 36.1. Tranformasi anaplasrik astrositoma derajat rendah. Seorang pasien laki-laki usia 61 tahun dengan afasia diketahui memiliki astrositoma derajat II WHO yang melibatkan temporal kiri dan lobus parietal. Lesi tidak meningkat pada gadolinum MRI. (A) namun menunjugkan abnormalitas sinyal yang ektensif selama FLAIR MRI. (B) Tumor tidak terlihat begitu mencolok pada peningkatan kontras CT kepala. (C) pasien telah melalui radiasi dan kemoterapi. Setahun kemudian erdapat perbedaan pencitraan karakteristik tumor. Tumor meningkat (D), namun perluasan sinyal abnormal pda FLAIR MRI tidak berubah secara signifikan. (E)Terdapat beberapa hipodensitas tercata pada CT pada dinding tumor. (F) Tiga bulan kemudian tumor menunjukan progresi signifikan pada CT dan (G) pasien tidak lama kemudian mengalami kematian.
Astrositoma infiltratif difus berdiferensiasi baik. Gambar 36.2. Astrositoma difus berdiferensiasi baik pada batang otak. Seorang pasien laki-laki 43 tahun dengan keluhan kesulitan menelan, lemah dan tremor ditemukan memiliki astositoma derajat II WHO yang melibatkan pedunkel cerebellar tengah kanandan medula oblongata. Tumor tidak meningkat pada pemberian gadolinum. (A) dan tergambar lebih baik pada MRI T2-weighted (B) anak panah.
Astrositoma infiltratif difus berdiferensiasi baik. Gambar 36.3. Astrositoma derajat rendah eksofitik dekat dengan foramen Monro. Seorang laki-laki 35 tahun dengan keluhan nyeri kepala dan mual ditemukan memiliki masa pada MRI (anak panah A) terkait dengan ventrikulomegali. Tumor tersebut tidak berkembang (A) dan kemungkinan muncul dari regio pada foramen Monro. Tumor tersebut memiliki perkembangan den heterogenitas yang kurang yang menunjukan perbedaan pada tumor serupa yang biasanydidapat pada lokasi yang sama seperti subependymal giant cell astrocytoma dan neurotoma sentral. Subependimoma, walaupun tumor tersebut tidak berkembang dan memiliki tampilan yang serupa, namun tidak biasa didapatkan pada keompok usia ini. Studi perfusi echo planar T2 dengan pemetaan aliran darah dan area yang berkepentingan (D) tergambar pada gelombang aktivitas waktu (E) yang mengindikasikan mikrovaskularitas rendah pada neoplasma derajat rendah. Bipsi menunjukan astrositoma difus derajat II WHO pada MRI.
Astrositoma Pilositik Gambar 36.4. Astrositoma pilositik dengan generasi kistik. Seorang anak laki laki 9 tahun dengan keluhan nyeri kepala karena neoplasma cerebral kiri. MRI T1 godolinium yang ditingkatkan menunjukan fokus yang meningkat dalam tumor sama seperti sinyal abnormal T2 dalam tumor yang berkembang (A,B). tTumor tidak begitu tampak pada CT (C, anak panah). Satu tahun kemudian tumor berkembang menjadi sebuah komponen kistik dengan peningkatan cincin dalam pencitraan T1 godolunium yang ditingkatkan (D), dan juga intensitas cairan cerebrospinal pada T2 (E) tetapi bukan pada pencitraan densitas proton (F).
Astrositoma Pilositik Gambar 36.5 Astrositoma pilositik cerebellum. Seorang wanita 36 tahun datang dengan keluhan sakit kepala T1 (A), T1 post godolinium (B) dan FLAIR (C) Gambaran MR menunjukan astrositoma pilositik. Sebuah tampilan seperti komponen kista teridentifikasi dengan tanda panah.
Astrositoma Pilositik Gambar 36.6. Astrositoma pilositik pada korpus kalosum. CT axial (A), T1 sagital (B), T2 axial (C) dan T1 axial post gadolinium (D) gambaran MR pada astrositoma pilositik berpusat pada korpus kalosum. Tampak fokus kalsifikasiyang sering muncul pada tipe ini (tanda panah). Astositoma pilositik berbeda dari tumor lain yang melibatkan korpus kalosum karena tumor tumor terbut biasanya tidak terkait dengan edema vasogenik.
Astrositoma Pilositik Gambar 36.7. Astrositoma pilositik yang melibatkan hipotelamus dan nervus optikus. T1 parasagital (A), T1 midline sagital post gadolinium (B) gambaran T1 axial post gadolinium yang melewati orbit (C) dan gambaran T2 axial yang melewati rego suprasellar (D) menunjukan astrositoma pilositik yang mempunyai kompoen kistik (panah putih) dan juga isointens terhadap grey matter pada T1 dan sedikit relatif hiperintens terhadap gray matter pada gambaran T2-weighted. Tampak hubungan tumor pada arteri-arteri cerebral anterior (kepala panah putih) arteri karotis interna distal (kepala panah hitam) dan diikuti infundibulum pada pituitari seiring dengan berkembanganya tumor pada nervus optikus ( panah putih besar).
Astrositoma Pilositik Gambar 36.8. Astrostoma pilositik yang melibatkan lobus temporal. Astrositoma pilositik dapat muncul dari otak supratentorial seperti yang tergambar pada gambaran MRI T1 post gadolinium ini, kista ini (A, kepala panah) dan peningkatan nodul mural (panah) yang muncul pada lokasi ini dapat juga terlihat pada ganglioglioma dan xanthoastrositoma pleomorfik.
Astrositoma Pilomiksoid Gambar 36.9. Gambaran astrositoma pilositik atipikal T1 sagital (A), T2 axial (B), FLAIR axial (C) dan T1 axial post-gadolinium (D) pada astrositoma pilositik yang terlihat agresif pada histopatologi termasuk peningkatan aktivitas proliferasi. Rentang tumor antara korpus kalosum (kepala panah hitam) dan thalamus (panah hitam). Tampak invasi yang terletak didekat centrum semiovale (panah putih) menunjukan sebuah tumor yang agresif.
Astrositoma Pilomiksoid Gambar 36.10. Astrositoma pilomikoid. Gambaran T2 axial (A) dan T1 koronal post-gadolinium (B) pada otak seorang laki-laki berusia 36 tahun denga lesi kistik hipotalamus tampak komponen kistik (panah) dan infiltasi area otak terdekat (B).
Xanthoastrositoma Pleomorfik Gambar 36.11. Xanthoastrositoma pleomorfik. Seorang pria berumur 25 tahun datang dengan kejang. CT axial (A), FLAIR MRI axial (B), Mri T2 axial (C) dan MRI T1 axial post gadolinium (D) pada sebuah xanthoastrositoma pleomorfik derajat rendah (PXA) terletak pada korteks lobus perietal kanan. Tampak Area hiperdens pada CT (panah). Perbedaan tampilan pada tipe tumor ini meliputi tumor berbatas tegas formasi kista (kepala panah), lokasi kostikal dan peningkatan kontras. Akan sulit untuk membedakan umor ini dari tumor kortikal lain seperti metastasis atau ganglioglioma. Karena hubungan yang sering dengan ujung duramater tumor tersebut akan tampak serupa dengan meningoma kistik.
Xanthoastrositoma Pleomorfik Gambar 36.12. Xanthoastrositoma pleomorfik. Peta MRI T1 sagital (A), T1 post gadolinium (B) dan voluma darah cerebral relatif axial (rCBV) (C) pada xanthoastrosima pleomorfik klasifikasi WHO derajat III berpusat pada gyrus frontal kanan inferior. Amati lokasi kortikal adanya gambaran komponen kista (kepala panah) dan peningkatan komponen sama seperti sinyal isointense relatif terhadap gray matter pada T1, semua gambaran pada PXA. Karena tumor berbatas tegas dan tidak berhubungan dengan edema vasogenik, tumor ini tidak dapat dibedakan dari xanthoastrositoma pleomorfik derajat renah dengan menggunakan MRI konvensional. Walaupun volume darah cerebral yang lebih banyak pada tumor (panah) menunjukan astrositoma pada derajat yang lebih tinggi, pada PXA hal tersebut bisa jadi hanya sebuah indikasi adanya peningkatan vaskularisasi yang idak berhubungan dengan derajat keganasan.
Subependymal giant cell astrocytoma Gambar 36.13. Subependymal giant cell astrocytoma. Ct axial (A), MRI T1 axial (b), MRI T2 axial (C) dan MRI T1 axial post gadolinium (B) pada sebuah subependymal giant cell astrocytoma (SGA) tampak berada di foramen Monro kanan (kepala panah) pada seorang pasien dengan sklerosis tuberous. Amati nodul subependimal tersebut (padanh putih) yang lebih tampak pemeriksaan Ct daripada Mri. Amati hubungan pada tumor di vena cerebral interna (panah hitam) yang mengharuskan dilakukannya operasi. Tumor tampak hiperdense pada CT tampak heterogen pada T2 dan MRI T1 dan meningkatkan kontas pada MRI. Penampakan tersebut walaupun khas pada SGA namun juga ditemukan pada tumoe ventrikuler lateral. Diagnosis dibuat berdasarkan stigmata pada tuberous sklerosis seperti pada nodul subeendimal.
Subependymal giant cell astrocytoma Gambar 36.14. Batang kortikal dengan subependymal giant cell astrocytoma. FLAIR (A), Axial post gadolinium (B) dan MRI T1 sagital (C) pada seorang pasien dengan penurunan fungsi kognitif disertai kejang dan adenomata sebaseum. Diantara rentetan gambar FLAIR MRI tampak batang kortikal (tanda panah). CT kurang sensitif dalam mendeteksi batang kortikal, sebuah lesi berkembang yang berukuran 5 mm pada foramen Monro (panah) merupakan gambaran dari subependymal giant cell astrocytoma. Peninjauan MRI ang agrasif dan pengangkatan dengan pembedahan serring disarankan.