280 likes | 759 Views
Kelompok 2. Catur Baimi Setyaningsih ( 09104241002) Vivie Widayati ( 09104241011) Hara Permana ( 09104241029) Anggun Budiawan ( 09104241033) . Biografi . Edward Lee Thorndike Lahir 31 Agustus 1874 Wafat 10 Agustus 1949 Riwayat pendidikan S1 di Universitas Wesleyan tahun 1895
E N D
Kelompok 2 Catur Baimi Setyaningsih ( 09104241002) Vivie Widayati ( 09104241011) Hara Permana ( 09104241029) Anggun Budiawan ( 09104241033)
Biografi • Edward Lee Thorndike • Lahir 31 Agustus 1874 • Wafat 10 Agustus 1949 • Riwayat pendidikan S1 di Universitas Wesleyan tahun 1895 S2 di Harvad tahun 1896 S3 di Columbia tahun 1898 • Riwayat pekerjaan ( profesi ) pendidik dan psikolog bekerja di Teacher College of Columbia
Buku karyanya 1. Educational Psychology (1903 ) 2. Mental and Sosial Measurments (1904) 3. Animal Inteligence (1911) 4. A Teacher’s Word Book (1921) 5. Your City (1939) 6. Human Nature and the Sosial Order (1940) 7. Principles of Theaching Based on Psychology (1906) 8. Psychology of Wants, Interest, and Attitudes ( 1935 )
TEORI KONEKSIONISME ( EDWARD LEE THORNDHIKE ) TEORI BAHAVORISTIK Teori belajar TEORI CLASSICAL CONDITIONING ( PAVLOV) TEORI OPERANT CONDITIONING ( SKINNER ) TEORI BELAJAR TEORI GESTALT ( KOHLER dkk) TEORI KOGNITIF TEORI MEDAN ( KURT LEWIN) TEORI HUMANISTIK ( MASLOW dkk)
Teori belajar Koneksionisme Teori Koneksionoisme merupakan suatu teori yang menghubungan antara stimulus dan respon yang dibutuhkan adanya trial and error learning.
Eksperimen Teori belajar Koneksionoisme muncul karena hasil eksperimen Thorndike yang dilakukan sebagai berikut : Kucing lapar dimasukan ke dalam sangkar ( puzzle box ) dan diluar diletakan daging. Kucing lapar ini melakukan berbagai cara ( tingkah laku ) untuk keluar dari sangkar. Pada saat dia tidak sengaja memijak tombol, pintu sangkar terbuka dan kucing keluar dari sangkar untuk makan daging yang telah di sediakan. Setelah percobaan ini dilakukan berkali – kali, ternyata tingkah laku kucing keluar dari sangkar menjadi semakin efisien. Ini berarti selama eksperimen, kucing dapat memilih atau menyeleksi respon yang berguna dan respon yang tidak berguna. Respon yang berhasil untuk membuka pintu, yaitu menginjak tombol, akan di ingat, sedangkan respons lain yang tidak berguna, dilupakan.
Kesimpulan dari eksperimen Dari eksperimen di atas dapat disimpulkan bahwa : • Belajar dapat terjadi dengan dibentuknya hubungan, atau ikatan, atau asosiasi, ataupun koneksi neural yang kuat antara stimulus dan respons. • untuk dicapainya hubungan antara stimulus dan respons, perlu adanya kemampuan untuk memilih respon yang tepat, serta melalui usaha – usaha atau percobaan (trials) dan kegagalan ( error ) terlebih dahulu. Dengan ini Thorndike mengutarakan bila bentuk paling dasar dari belajar adalah trial dan error learning atau selecting and connecting learning ( Dengan ini teori belajar Thorndike disebut teori koneksionisme )
Hukum – hukum belajar dari Thorndike Teori Koneksionisme Hukum kesiapan Teori belajar Thorndike Hukum latihan Hukum akibat
Hukum Kesiapan ( The Law of Readiness ) Rumusnya : A. Bila seseorang sudah siap melakukan suatu tingkah laku, maka pelaksanaan tingkah laku tersebut memberi kepuasan baginya sehingga tidak akan melakukan tingkah laku lain. B. Bila seseorang sudah siap melakukan sesuatu tingkah laku, tetapi tidak dilaksanakan tingkah laku tersebut, maka akan menimbulkan kekecewaan baginya, sehingga menyebabkan dilakukanya tingkah laku lain untuk mengurangi kekecewaanya.
C. Bila seseorang belum siap melakukan suatu tingkah laku tetapi dia harus melakukanya, maka akan menimbulkan ketidak puasan, sehingga dilakukan tingkah laku lain untuk menghalangi terlaksananya tingkah laku tersebut. D. Bila seseorang belum siap melakukan suatu tingkah laku dan tidak dilakukanya tingkah laku tersebut, maka akan menimbulkan kepuasan.
Hukum Latihan ( The Law of Exercise ) Hukum ini dibagi dua, yaitu hukum penggunaan ( the law of use ) dan hukum tidak ada penggunaan ( the law of disuse ). Untuk hukum penggunaan dinyatakan, dengan latihan yang berulang – ulang, hubungan stimulus dan respons makin kuat. Untuk hukum tidak ada penggunaan dinyatakan, hubungan antara stimulus dan respons bila latihan dihentikan. Dari hukum ini dapat diambil inti sarinya, bila prinsip utama belajar adalah ulangan. Makin sering suatu pelajaran diulangi, makin dikuasailah pelajaran tersebut, dan makin tidak pernah diulangi, pelajaran tersebut makin tidak dapat dikuasai.
Hukum Akibat ( The Law of Effect ) Dari hukum ini dinyatakan bahwa hubungan stimulus Respons diperkuat bila akibatnya memuaskan. Dengan perkataan lain, suatu perbuatan yang diikuti oleh akibat yang menyenangkan cenderung untuk diulang, dan bila akibatnya tidak menyenangkan, cenderung dihentikan. Dengan ini nampak bila hukum akibat erat hubunganya dengan hadiah dan hukuman. Tingkah laku yang menghasilkan hadiah akan terus dilakukan, sedang yang mengakibatkan hukuman akan dihentikan.
Lima hukum tambahan dari Thorndike : 1. Multiple Respons atau reaksi yang bervariasi Merupakan langkah permulaan dalam proses belajar. Melalui proses “ trial and error “ seseorang akan melakukan bermacam – macam respons sebelum memperoleh respons yang tepat dalam memecahkan masalah yang di hadapi. 2. Sikap ( set atau attitude ) Merupakan situasi di dalam diri individu yang menentukan apakah sesuatu itu menyenangkan atau tidak bagi individu tersebut. Proses belajar individu dapat berlangsung dengan baik, lancar, bila situasi menyenangkan dan terganggu bila situasi tidak menyenangkan.
3. Prinsip aktivitas berat sebelah ( partial activity/prepotensi of elements) Merupakan prinsip yang menyatakan bahwa manusia memberikan respons hanya pada aspek tertentu sesuai dengan presepsinya dari keseluruhan situasi ( respons selektif ), dengan demikiaian orang dapat memberi respons yang berbeda pada stimulus yang sama. 4. Response by analogy Menurut thorndike, manusia dapat melakukan response pada situasi yang belum dialami karena mereka dapat menghubungkan situasi yang baru yang belum pernah dialami dengan situasi lama yang pernah mereka alami, selanjutnya terjadi perpindahan ( transfer ) unsur – unsur yang telah mereka kenal kepada situasi baru.
5. Perpindahan Asosiasi ( Associative Shifting ) Perpindahan Asosiasi adalah proses peralihan suatu situasi yang telah dikenal ke situasi yang belum dikenal secara bertahap, dengan cara ditambahkanya sedikit demi sedikit unsur – unsur ( elemen ) baru dan membuang unsur – unsur lama sedikit demi sedikit, yang menyebabkan suatu respons dipindahkan dari suatu situasi yang sudah dikenal ke situasi lain yang baru sama sekali.
REVISI HUKUM BELAJAR THORNDIKE Eksperimen – eksperimen yang dilakukan oleh Thorndike banyak mengalami perkembangan sehingga timbulah revisi – revisi pada teorinya, antara lain : • Hukum latihan ditinggalkan, karena ditemukan bila pengulangan saja tidak cukup untuk memperkuat hubungan stimulus dengan respons, demikian pula tanpa ulangan belum tentu melemahkan hubungan stimulus – respons. • Hukum akibat direvisi, karena dalam penelitianya lebih lanjut ditemukan bahwa hanya sebagian saja dari hukum ini yang benar. Dengan ini maka untuk hukum akibat dijelaskan, bila hadiah akan meningkatkan hubungan stimulus – respons, tetapi hukuman ( punisment ) tidak mengakibatkan efek apa – apa. Dengan revisi ini berarti Thorndike tidak menghendaki adannya hukuman dalam belajar.
c. Belongingness, yang intinya, syarat utama bagi terjadinya hubungan stimulus – respons bukannya kedekatan, tetapi adanya saling sesuai antara kedua hal tersebut. Dengan demikian situasi belajar akan mempengaruhi hasil belajar. d. Spread of Effeck, yang intinya dinyatakan, akibat dari suatu perbuatan yang dapat menular.
Penerapan teori Thorndike dalam pendidikan ( belajar ) • Thorndike berpendapat, bahwa cara mengajar yang baik bukanlah mengharapkan murid tahu bahwa apa yang telah di ajarkan, tetapi guru harus tahu apa yang hendak diajarkan. Dengan ini guru harus tahu materi apa yang harus diberikan, respon apa yang diharapkan dan kapan harus memberi hadiah atau membetulkan respons yang salah. Maka tujuan pendidikan harus dirumuskan dengan jelas. • Tujuan pendidikan harus masih dalam batas kemampuan belajar peserta didik dan harus terbagi dalam unit – unit sedemikian rupa sehingga guru dapat menerapkan menurut bermacam – macam situasi.
c. Supaya peserta didik dapat mengikuti pelajaran, proses belajar harus bertahap dari yang sederhana sampai yang kompleks. d. Dalam belajar, motivasi tidak begitu penting karena perilaku peserta didik terutama ditentukan oleh external rewards dan bukan oleh intrinsic motivation. Yang lebih penting dari ini ialah adanya respons yang benar terhadap stimulus. Bila peserta didik melakukan respons yang salah, harus segera diperbaiki, sebelum sempat diulang – ulang. Dengan demikian ulangan yang teratur diperlukan sebagai kontrol bagi guru, untuk mengetahui apakah peserta didik sudah melakukan respons yang benar atau belum terhadap stimulus yang diberikan oleh guru.
e. Peserta didik yang sudah belajar dengan baik harus segera diberi hadiah, dan bila belum baik harus segera diperbaiaki. f. Situasi belajar harus dibuat menyenangkan dan mirip dengan kehidupan dalam masyarakat sebanyak mungkin, sehingga dapat terjadi transfer dari kelas ke lingkungan di luar kelas. g. Materi pelajaran yang diberikan kepada peseta didik harus ada manfaatnya untuk kehidupan anak kelak setelah keluar dari sekolah. h. Dengan diberikannya pelajaran – pelajaran yang sulit, yang melebihi kemampuan anak, itu tidak akan meningkatkan kemempuan penalaranya.
KESIMPULAN Teori Koneksionisme adalah teori yang menyatakan bahwa terjadinya suatu hubungan karena adanya stimulus dan respon, perlu adanya kemampuan untuk memilih respon yang tepat serta melalui usaha – usaha atau percobaan – percobaan ( trials ) dan kegagalan – kegagalan ( error ) terlebih dahulu. Thorndike mengemukakan bahwa terjadinya asosiasi antara stimulus dan respon ini mengikuti hukum – hukum berikut : • Hukum Kesiapan ( Law of Readiness ) • Hukum Latihan ( Law of Excercise ) • Hukum Akibat ( law of Effect )
Jangan pernah merasa puas dengan ilmu yang telah didapat Terima kasih ..< -.- >..