E N D
Peletakan Jabatan Banyak suka duka yang kami alami selama enam tahun tinggal di Jalan Medan Merdeka Selatan 13 ini. Kehidupan kekeluargaan lebih terbuka daripada ketika masih di Yogya, ketika menantu saya sebagai Orang Kedua Negara Republik Indonesia sibuk menghadapi persoalan yang dihadapi negara yang masih muda itu. Dalam pergaulan sehari-hari, Nak Hatta adalah menantu yang istimewa. Ia hormat kepada mertua, selalu lembut dan memperhatikan saran-saran saya. Tetapi kalau ia tidak setuju dengan hal-hal yang bertentangan dengan prinsipnya, kepada siapa pun ia akan menyatakan keberatannya itu. Dalam kesibukannya, ia sangat memperhatikan anak-anaknya. Di akhir tahun 1956, Hatta menyatakan tidak setuju atas niat Soekarno untuk memasukkan unsur komunis dalam kabinet. Perpisahan antara Dwitunggal terjadi pada waktu itu. Hatta menyatakan niatnya kepada Yuke, dan anak saya mengatakan begini, “Buat saya, apa yang menjadi keputusan Kak Hatta, akan saya turuti. Apa yang telah menjadi keputusan Kak Hatta, pasti adala keputusan yang baik. Demikianlah apa yang menjadi keputusan Hatta, menjadi keputusan Rahmi juga, dan menjadi keputusan kaum keluarga lainnya. Dalam hal ini kami selalu bersifat kompak. Maka terjadilah peletakan jabatan Bung Hatta sebagai wakil presiden Republik Indonesia sejak 1 Desember 1956. Kami semua pindah dari Jalan Medan Merdeka Selatan 13. Nak Hatta dan anak-istri tinggal di Jalan Diponegoro 57 yang selama ini ditunggui dan ditempati oleh Prof. Aulia, kemudian diperbaiki, sedangkan saya tinggal bersama suami saya di Jalan Diponegoro 24. Beruntunglah kami dapat membeli rumah yang tidak jauh dari rumah menantu saya, sehingga kami dapat terus berhubungan tanpa kesukaran. Ny. H.S.S.A. Rachim, Pribadi Manusia Hatta, Seri 1, Yayasan Hatta, Juli 2002