490 likes | 6.08k Views
Rupa-rupa Adat Sunda Definisi: “ Adat istiadat teh nya eta tata-cara atawa kabiasaan sapopoe hiji masyarakat sunda”. Tempat anu biasana mindeng dilalakuan adat istiadat nyaeta di pilemburan Aya sababaraha rupa adat istiadat sunda jaman baheula :
E N D
Rupa-rupa Adat Sunda Definisi: “ Adat istiadat teh nya eta tata-cara atawa kabiasaan sapopoe hiji masyarakat sunda”. Tempat anu biasana mindeng dilalakuan adat istiadat nyaeta di pilemburan Aya sababaraha rupa adat istiadat sunda jaman baheula : 1. Babarit. Nya eta hajat nyalametkeun ( salametan ) lembur
Hajat Bumi atau Babarit(sunda)merupakan sebuah tradisi bagi sebagian masarakat petani berupa selamatan atau syukuran atas nikmat atau pun rizky yang di di limpahkan Alloh SWT atas kekayaan pertanian mereka selama satu tahun. makanya acaraHajat Bumi/Babarit itu di selenggarakan. • Begitu juga dengan Hajat Bumi atau Selamatan Bumi ini setiap tahunnya di adakan diDesa Bagolo, ( Ciamis Jawa barat ) dan itu sudah menjadi rutin, setiap Tanggal 1 Muharram, sebagai masarakat Desa Bagolo, khususnya sebagian besar masarakat tani Bagolo telah mempersiapkan acara selamat bumi tersebut sejak awal. Prosesi itu pun telah berlangsung pada tgl 1 muharam 1431 kemarin, pada hari Jum’at Tgl 18 Desember 2009. Sebagian masarakat Desa Bagolo, khususnya RT mekar sari berbondong – bondong membawa berbagai jenis makanan yang mereka punya, khususnya nasi tumpeng, mereka bawa langsung ke perempata jalan. dan acara selamatan pun langsung di pimpin oleh sesepuh sekaligus Kadus Bagolo yaitu Bapa Marjoko. dan sesepuh itu langsung memimpin acara tersebut hingga selesai dan di akhiri dengan acara pembagian makanan kepada para penduduk yang menghadiri acara itu. • Biasanya di Desa Bagolo prosesi budaya itu di adakan tiap RT dan atas kesadaran warga masarakat Desa Bagolo sendiri. Sedangkan tempat dan waktu nya pun, biasanya pada sore hari sekitar pukul 04 sore, dan di lokasi perempatan jalan, itu mungkin simbol dari 4 sisi arah mata angin itu, kita masarakat petani di beri rezeki dan nikmat oleh ALLOH SWT. • Acara Hajat Bumi biasanya selalu di akhiri dengan pembacaan Do’a yang di lakukan oleh sesepuh daerah setempat. • Demikianlah memang prosesi budaya atau adat ini mesti di pertahankan oleh generasi mendatang dan sebagai bentuk puji syukur masarakat Desa Bagolo atas segala karunia yang di limpah Tuhan kepada kita semua.
2. Ngaliwon orok waktuna unggal jumaah kaliwon. Orok umur bubulanan atawa mimingguan. Isuk-isuk dibawa ka paparaji atawa dukun tuluy dimandian cai kembang tujuh rupa. Biasana sekalian dicekok, diinuman peresan koneng meunang marud. Beres dimandian tuluy dijampean, maksudna supaya ulah babari katerep panyakit
2. Tujuh Bulanan/ tingkeban Upacara Tingkeban adalah upacara yang diselenggarakan pada saat seorang ibu mengandung 7 bulan. Hal itu dilaksanakan agar bayi yang di dalam kandungan dan ibu yang melahirkan akan selamat
Tingkeban berasal dari kata tingkeb artinya tutup, maksudnya si ibu yang sedang mengandung tujuh bulan tidak boleh bercampur dengan suaminya sampai empat puluh hari sesudah persalinan, dan jangan bekerja terlalu berat karena bayi yang dikandung sudah besar, hal ini untuk menghindari dari sesuatu yang tidak diinginkan. Di dalam upacara ini biasa diadakan pengajian biasanya membaca ayat-ayat Al-Quran Di samping itu dipersiapkan pula peralatan untuk upacara memandikan ibu hamil , dan yang utama adalah rujak kanistren yang terdiri dari 7 macam buah-buahan. Ibu yang sedang hamil tadi dimandikan oleh 7 orang keluarga dekat yang dipimpin seorang paraji secara bergantian dengan menggunakan 7 lembar kain batik yang dipakai bergantian setiap guyuran dan dimandikan dengan air kembang 7 rupa. Pada guyuran ketujuh dimasukan belut sampai mengena pada perut si ibu hamil, hal ini dimaksudkan agar bayi yang akan dilahirkan dapat berjalan lancar (licin seperti belut). Bersamaan dengan jatuhnya belut, kelapa gading yang telah digambari tokoh wayang oleh suaminya dibelah dengan golok. Hal ini dimaksudkan agar bayi yang dikandung dan orang tuanya dapat berbuat baik lahir dan batin, seperti keadaan kelapa gading warnanya elok, bila dibelah airnya bersih dan manis. Itulah perumpamaan yang diharapkan bagi bayi yang dikandung supaya mendapatkan keselamatan dunia-akhirat. Sesudah selesai dimandikan biasanya ibu hamil didandani dibawa menuju ke tempat rujak kanistren tadi yang sudah dipersiapkan. Kemudian sang ibu menjual rujak itu kepada anak-anak dan para tamu yang hadir dalam upacara itu, dan mereka membelinya dengan menggunakan talawengkar, yaitu genteng yang sudah dibentuk bundar seperti koin. Sementara si ibu hamil menjual rujak, suaminya membuang sisa peralatan mandi seperti air sisa dalam jajambaran, belut, bunga, dsb. Semuanya itu harus dibuang di jalan simpang empat atau simpang tiga. Setelah rujak kanistren habis terjual selesailah serangkaian upacara adat tingkeban.
4. Meucit Sato Bela nyaeta sahiji adat nu aya di Jawa Barat. Naon baé satona mah, rék hayam jago, domba jalu, atawa munding jalu. Tapi, biasana mah mun lain hayam, paling domba atawa embé. Sato nu dipaké, dipeuncit bareng jeung nyunatan budak. Budak sempring disunatan, sato nu dipaké béla gérésél dipeuncit. Tujuana sangkan budak nu disunatan henteu ngarasa nyeri. Cenah, lantaran rasa nyerina dipindahkeun ka sato nu dipakè bèla tèa.
5. Hajat Laut Acara untuk meminta permohonan keselamatan dari nelayan untuk Dewi Roro Kidul, yang dipercaya sebagai penunggu Pantai Selatan. Acara ini ditandai dengan dibawanya sesaji yang ditaruh di tiga jampana dibawa ke tengah laut dan ditenggelamkan di tengah lautan. Lokasinya dekat perairan Batu Layar, atau sekira lima mil laut dari Pantai Timur Pangandaran.
Ada juga yang mengatakan ini merupakan Pesta Laut yang diselenggarakan setiap awal bulan Syura oleh warga Pangandaran. Hajat Laut atau Pesta Laut dimaksudkan sebagai ucapan syukur terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan berkah serta keselamatan terhadap nelayan. Perayaannya ditandai dengan ratusan perahu dengan berbagai warna dan ornamen ditambah dengan berbagai umbul-umbul ikut mengiringi perahu pengangkut joli atau dongdang yang berisi bermacam sesaji dalam kegiatan syukuran atau hajat laut ini. Kegiatan acara ini sudah dilakukan secara turun-temurun, dan menjadi ajang silaturahmi antar nelayan. Sekaligus juga sebagai langkah ikut melestarikan kebudayaan masyarakat nelayan. Biasanya, acara ini digelar satu bulan penuh diawali dengan perlombaan maupun ketangkasan di laut. Menjelang puncak acara digelar ruatan wayang golek dan dangdutan khas pesisir.
Ruwatan atau ngaruat dalam bahasa Sunda, ternyata merupakan kebiasaan yang bermakna sangat dalam. Ia juga bagian dari keyakinan sebagian masyarakat Sunda. Meski secara fisik, tradisi ini sudah jarang dipraktekkan. Ruwatan dianggap sakral dalam kehidupan. Konon, itu berkait dengan hidup matinya manusia, bahkan kesinambungan negeri dan alam semesta. Sesepuh Sunda R Kardata Puradiredja, pernah mengungkap perihal ruwatan atau ngaruat ini. Menurut beliau, kata ruat berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti patah (potong). Jadi ngaruat mengandung makna mematahkan akibat-akibat yang buruk seperti malapetaka, bala dan bencana, dari pembawaan sesuatu atau seseorang yang telah ditentukan. Walaupun ngaruat mendasarkan pada cerita wayang, namun tata caranya telah ada sebelum masyarakat Sunda mengenal wayang.