70 likes | 412 Views
PERKEMBANGAN PERATURAN. Pada dasarnya peraturan dan kebijaksanaan tentang pengelolaan lanskap secara implisit termasuk ke dalam peraturan-peraturan dan kebijaksanaan yang berhubungan dengan pengelolaan lingkungan. Hukum-hukum yang berkaitan dengan lingkungan
E N D
PERKEMBANGAN PERATURAN Pada dasarnya peraturan dan kebijaksanaan tentang pengelolaan lanskap secara implisit termasuk ke dalam peraturan-peraturan dan kebijaksanaan yang berhubungan dengan pengelolaan lingkungan. Hukum-hukum yang berkaitan dengan lingkungan sendiri merupakan bidang ilmu yang masih relatif muda. Bila dilihat dari perjalanan perkembangan PERATURAN/KEBIJAKSANAAN PENGELOLAAN LANSKAP DAN LINGKUNGAN hukum lingkungan tersebut, panjang atau pendeknya sejarah tentang peraturan perundang- undangan berbagai aspek lingkungan tergantung dari apa yang dipandang sebagai environmental concern. Code of Hamurabi; Aqueducts. Prof. Dr. Ir. Hadi Susilo Arifin, M.S. Departemen Arsitektur Lanskap Program Pascasarajana IPB Beberapa kasus yang berhubungan dengan masalah lingkungan Pada abad ke 19, akibat adanya Revolusi Industri maka pada saat itu banyak peraturan perundang- undangan dikeluarkaaaan memuat ketentuan- Pada abad ke 17, adanya tuntutan oleh seorang pemilik tanah terhadap tetangganya yang membangun peternakan babi sedemikian rupa, sehingga baunya terbawa angin ke arah kebun ketentuan mengenai pengendalian asap serta gangguan-gangguan yang ditimbulkannya, serta pengendalian pencemaran air. Pada saat itu di Inggris ada „gerakan sanitasi‟ yang juga memuat ketentuan mengenai pembuangan tinja, sampah, hygiene perumahan, dll. Sampai dengan sebelum memasuki abad ke 20, hukum yang berkembang tidaklah ditujukan untuk melindungi lingkungan hidup secara menyeluruh, akan tetapi hanya untuk berbagai aspek yang si pemilik tanah di Inggris. Pada abad ke 18, ditemukan adanya peraturan dalam perundang-undangan di Inggris maupun di Amerika yang ditujukan bagi pengendalian timbulnya asap yang berlebihan. menjangkau ruang lingkup yang sempit. Peraturan perundang-undangan di bidang ling- kungan hidup berkembang dan bersifat menyelu- ruh ke berbagai pelosok dunia khususnya setelah diadakannya Konperensi PBB tentang Lingkungan Hidup Manusia (United Nation Conference on the Human Environment) di Stockholm pada 5-16 Juni 1972. Pertemuan “Ad Hoc Meeting of Senior Go- vernment Officials Expert in Environmental Law” di Montevideo, Uruguay, pada 28 Oktober – 6 November 1981, menghasilkan bahwa hukum lingkungan Di Indonesia sendiri, dalam rangka persiapan menghadapi konperensi PBB tersebut maka pada tanggal 15-18 Mei 1972 di Bandung telah dise-lenggarakan “Seminar Pengelolaan Lingkungan Hidup Manusia dan Pembangunan Hukum Nasional” untuk menyusun “Laporan Nasional”. merupakan alat yang penting untuk pengelolaan lingkungan secara layak dan untuk perbaikan kualitas kehidupan.
Dasar konstitusional bagi peraturan perundang-undangan di Indonesia TAP MPR No. IV/MPR/1973 tentang GBHN, pada Bab III, huruf B, butir 10. Pada GBHN 1973, dalam Bab III tercantum ketentuan tentang lingkungan hidup sebagai komitmen bangsa Indonesia pada pe-laksanaan hasil Konperensi Stockholm. Ketentuan tersebut berlaku untuk program jangka panjang, sehingga tercantum kembali dalam GBHN-GBHN berikutnya. Pembukaan UUD 1945 alinea IV menegaskan kewajib-an negara dan tugas pemerintah untuk melindungi segenap sumberdaya dalam lingkungan hidup Indonesia untuk kebahagiaan seluruh rakyat Indonesia dan sege-nap umat manusia. Keppres RI No. 11 tahun 1974 tentang Repelita II Bab 4 mengenai pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan. Keppres RI No. 27 tahun 1975 tentang Pemben- tukan Panitian Inventarisasi dan Evaluasi kekaya- Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 dengan jelas memberikan hak penguasaan kepada Negara atas seluruh sumberdaya alam Indonesia dan memberikan kewajiban kepada negara untuk menggunakannya bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat an alam. Tujuan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU No. 4/ tahun 1982) TAP MPR No IV/1978 tentang GBHN dan Keppres RI No. 7/1979. Keduanya merupakan penyempurnaan kebijaksanaan lingkungan. Disahkannya UU No. 4/1982 pada 11 Maret 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (UULH) sebagai penjabaran ketentuan dalam GBHN 1978 . Materi bidang lingkungan sangat luas meliputi ruang angkasa hingga perut bumi dan dasar laut yang terdiri dari mulai sumberdaya manusia, sumberdaya alam hayati dan non-hayati, serta sumberdaya buatan. UU No. 4/1982 ini disusun antara lain untuk mengendalikan permasalahan lingkungan yang semakin meningkat, misalnya bagaimana menindak kalangan produsen selaku “perusak lingkungan yang potensial” dan bagaimana melindungi kalangan konsumen masyarakat umum selaku “penderita kerusakan lingkungan potensial”. tercapainya keselarasan hubungan manusia dan lingkungan hidup terkendalinya pemanfaatan sumberdaya secara bijaksana terwujudnya manusia Indonesia sebagai pembina lingkungan hidup terlaksananya pembangunan berwawasan lingkungan terlindunginya negara terhadap dampak kegiatan di luar wilayah negara yang menyebabkan kerusakan dan pencemaran lingkungan UU No. 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang Tata Ruang Pada akhir tahun 1982 dikukuhkan regime negara nusantara melalui Konvensi Hukum Laut UU No. 5/tahun 1983 disyahkan yang mengatur tentang Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE, Exclusive Economic Zone) selebar 200 mil. Pasal 1 angka 3: Penataan ruang adalah proses peren-canaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengen-dalian pemanfaatan ruang. Pasal 20: Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Na- sional merupakan strategi dan arahan kebijaksanaan pemanfaatan ruang wilayah negara. UU No. 17/tahun 1985, tanggal 31 Pasal 21: RTRW Propinsi/DATI I merupakan penja- Desember 1985 Indonesia meratifikasi baran strategi dan arahan kebijaksanaan pemanfaatan ruang wilayah nasional ke dalam Konvensi Hukum Laut (United Nation strategi dan struktur pemanfaatan ruang wilayah propinsi/DATI I Convention of the Law of the Sea UNCLUS) =
Konperensi PBB tentang Lingkungan dan Pembangunan (United Nation Conference on Environment and De-velopment) atau KTT Bumi telah diselenggarakan di Rio de Janeiro pada 3-14 Juni 1992, dan menghasilkan Deklarasi Rio serta Kesepakatan tentang Prinsip Kehu-tanan, agenda 21, Konvensi Perubahan Iklim, Konvensi Keanekaragaman Hayati. Dalam GBHN 1993 temaktub esensi hasil Konperensi Rio yang berisikan tentang “pembangunan berkelan- jutan yang berwawasan lingkungan” dan “pelestarian fungsi lingkungan”. Dengan demikian bangsa Indonesia telah memberikan komitmentnya kepada pelaksanaan prinsip-prinsip yang disepakati di Rio. Pasal 22: RTRW DATI II merupakan penjabaran RTRW Propinsi ke dalam strategi pelaksanaan pemanfaatan ruang wilayah DATI II. (penatagunaan tanah adalah salah satu isi RTRW DATI II). Di bidang penataan ruang, kelembagaan di tingkat pusat ditandai dengan ditetapkannya Badan Kordinasi Tata Ruang Nasional berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1993 tentang Kordinasi Pengelolaan tata Ruang Nasional. Kelembagaan di tingkat daerah berupa Tim Kordinasi pengelolaan Tata Ruang Daerah Tingkat I dan Tingkat II, yang dibentuk berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 19 tahun 1996. Mengkordinasikan keterpaduan sumberdaya manusia, sumberdaya alam, dan sumberdaya buatan dalam pe-ngelolaan lingkungan. Mengupayakan pemanfaatan ruang wilayah secara optimal Menormalisasikan fungsi lingkungan dengan mengu- Pencanangan Dasakarsa (Sepuluh Upaya) Pegelolaan Lingkungan Hidup yang memuat strategi rumusan kebijaksanaan secara umum tentang pengelolaan lingkungan hidup pada tahun pertama Pelita VI (1994/1995) rangi risiko perusakan dan pencemaran lingkungan Melestarikan tatanan lingkungan Menggairahkan peran serta masyarakat Mengantisipasi dan mengandalkan sistem informasi lingkungan dan ekonomi lingkungan Memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk pengelolaan lingkungan serta penegakan hukum pe- Mengindahkan daya dukung lingkungan Menaikan mutu lingkungan Menggerakan perlindungan dan pemanfa- atan keanekaragaman flora dan fauna ngelolaan lingkungan. UULH tidak dapat dilaksanakan dengan baik dikarenakan Pada 19 September 1997 disyahkan UU No. 23/ tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPLH) sebagai pengganti UULH dan juga untuk mengakomodasikan berbagai prinsip yang telah disepakati dalam Konferensi Rio. Masyarkat kurang memahami hak dan kewa- jibannya karena sosialisasi peraturan lingkungan hidup kurang memadai. Aparat penegak hukum (pejabat yang berwenang memberi izin, polisi, jaksa, hakim dan pengacara/ konsultan hukum kurang dapat mengikuti perkem-bangan peraturan di bidang lingkungan hidup. Adanya kekurangan dalam UULH itu sendiri
SISTEM INSENTIF DAN DISINSENTIF Adanya penghargaan piala Adipura untuk kota-kota yang dinilai bersih dan tertib, Penghargaan Kalpataru bagi individu atau masyarakat yang menaruh perhatian tinggi terhadap pelestarian ling-kungan, Penghargaan bagi pemenang lomba taman tingkat nasio-nal (taman rumah, taman kantor, taman sekolah, taman hotel dan taman rumah sakit) merupakan contoh bentuk insentif yang dapat memacu individu atau masyarakat la-innya untuk menjaga dan meningkatkan kualitas keindah-an sistem insentif dengan tujuan untuk menja- ga dan meningkatkankan kualitas lanskap/ lingkungan; sistem disinsentif bertujuan untuk mence- gah dan menanggulangi kerusakan dan pe- nurunan nilai lanskap serta pencemaran lingkungan. lanskap serta kelestarian lingkungan hidup. Pengurangan pajak impor bagi alat-alat yang digunakan untuk mengatasi pencemaran atau mencegah pencemaran; bantuan kredit lunak bagi pengusaha yang membeli alat/ instalasi pencegah pencemaran. ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN Prof. Dr. Ir. Hadi Susilo Arifin, M.S. Departemen Arsitektur Lanskap Program Pascasarajana IPB Di lain pihak bentuk disinsentif, yaitu adanya pungutan pencemaran (pollution charges) bagi individu atau masya-rakat produsen yang karena kegiatannya menyebabkan penurunan kualitas lanskap serta kerusakan lingkungan hidup. Secara umum pada tingkat kegiatan sehari-hari sebenar-nya disinsentif dalam bentuk denda uang atau hukuman kurungan penjara bisa dikenakan bagi masyarakat yang membuang sampah sembarangan, melakukan vandalisme dan lain sebagainya. ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN Di New Zealand (Agustus 1972) telah didirikan Commission for the Environment berdasarkan keputusan kabinet untuk menyusun pedoman tentang EIA;disetujui oleh Kabinet pada bulan November 1973; mulai berlaku pada tanggal 1 Maret 1974. Di Kanada pada Desember 1973 telah ditetapkan adanya Federal Environmental Assessment and Review Proccess; berlaku 1 April 1974; Pelaksanaannya dibantu oleh Federal Environmental Assessment and Review Office (FEARO) yang berada di bawah Environmental Ministry. AMDAL: instrumen pengaman dalam penge-lolaan lingkungan hidup. Amerika Serikat menyusun Environmental Impact assessment (EIA) dalam National Environmental Policy Act pada tahun 1969. Penyusunan EIA di Australia, diputuskan oleh Kabinet pada bulan Mei 1972 dan kemudian dikukuhkan dengan pencantumannya dalam Environment Protection (Impact of Proposals) Act pada tahun 1974.
Ketentuan-ketentuan tentang EIA ini juga Di Indonesia, EIA diterapkan dengan nama Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL). ditetapkan di negara-negara Eropa seperti di Irlandia, Perancis, Inggris, dan juga Belanda Ketentuan-ketentuan tentang analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) tercantum dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982. UULH tersebut memberikan landasan hukum yang kuat tentang keharusan dibuatnya analisis tersebut bagi setiap rencana yang diperkirakan mempunyai dampak penting. Selanjutnya UULH tersebut diganti oleh UU No. 23/ tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPLH) sejak September 1997. yang disebut dengan Milieu Effect Rapportage (MER). Di negara ASEAN, Philipina merupakan negara yang cukup maju dalam bidang perundang-undangan mengenai EIA. Di Malaysia, sejak tahun 1977 EIA diajukan oleh sebuah ‘ad hoc panel’ yang diangkat oleh Direktur Jendral untuk Kualitas Lingkungan. Penggunaan sistem „ad hoc panel‟ ini mengikuti contoh di Kanada. Dampak yang penting ditentukan antara lain oleh: besar dan jumlah manusia yang akan terkena dampak; luas wilayah penyebaran dampak; lamanya dampak berlangsung; intensitas dampak; banyaknya komponen lingkungan lainnya yang akan terkena; sifat kumulatif dampak tersebut berbalik (reversible) atau tidak berbaliknya (irreversible) dampak. Pada dasarnya semua usaha dan kegiatan pembangunan menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup. Perencanaan awal suatu usaha atau kegiatan pembangunan sudah harus memuat perkiraan dampaknya yang penting terhadap lingkungan hidup, baik fisik maupun non-fisik, termasuk sosial budaya, guna dijadikan pertimbangan apakah untuk rencana tersebut perlu dibuat analisis mengenai dampak lingkungan. Dampak meliputi dampak positif dan dampak negatif yang timbul akibat adanya usaha atau kegiatan yang dilakukan. Adanya AMDAL akan dapat diantisipasi, serta dapat mengeliminir dampak negatif dan mengembangkan dampak yang positif. AMDAL pada Tahap Perencanaan Proyek Dari semula sudah diketahui akan adanya dampak penting langsung ANDAL Penyajian Informasi Lingkungan (PIL) Diketahui ada dampak penting TOR ANDAL Dampak (+) > (-) rencana kegiatan disetujui, termasuk saran penanggulan dampak negatifnya. Dampak (-) yang tidak dapat ditanggulangi > (+) rencana kegiatan ditolak Diketahui tidak ada dampak penting kewajiban bagi pemrakarsa untuk membuat Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL). Analisis mengenai dampak lingkungan merupakan sebagian dari studi kelayakan (feasibility study) biaya analisis mengenai dampak lingkungan yang meliputi pembuatan PIL, TOR, ANDAL, RKL, RPL termasuk ke dalam biaya studi kelayakan. Studi kelayakan meliputi unsur teknis, unsur ekonomis dan unsur lingkungan.
Apabila ANDAL disetujui, Pemrakarsa proyek mengajukan kepada instansi yang bertanggung jawab, yaitu dokumen ringkasan ANDAL, dokumen RKL dan RPL. Keputusan ANDAL dianggap kadaluarsa apabila dalam 5 tahun rencana kegiatan tidak dilaksanakan; atau keputusan ANDAL dianggap gugur apabila sebelum rencana kegiatan dilaksanakan telah terjadi perubahan lingkungan secara mendasar misalnya akibat peristiwa alam maupun akibat kegiatan lainnya. Penilaian ANDAL dilakukan oleh instansi yang bertanggung jawab dan dilaksanakan secara lintas sektoral serta interdisipliner. Untuk proyek pusat penilaian dilakukan oleh Departemen terkait serta Lembaga Pemerintah Non-Departemen (LPND) yang bersangkutan. Sedangkan proyek daerah oleh Gubernur. Perhatian dampak, merupakan dampak lingkungan fisik (fisik, biologi dan kimiawi) dan dampak lingkungan non-fisik (sosial dan budaya). Komisi yang berwenang dalam AMDAL yaitu Komisi Pusat (Bapedal?) yang dibentuk oleh Menteri yang bersangkutan, di mana tugas utamanya adalah menetapkan pedoman teknis ANDAL, menilai PIL, menetapkan TOR, menilai ANDAL, RKL dan RPL. Penyusunan ANDAL dilakukan oleh lulusan Kursus B ANDAL, seseorang yang berpengalaman dalam ANDAL (dengan Komisi ini mempunyai susunan anggota tetap yaitu unsur instansi yang bersangkutan, wakil Depdagri dan wakil KLH. Untuk proyek skala daerah, berwenang Komisi Daerah (Bapedalda) yang dibentuk oleh kualifikasi), lulusan training luar negeri (dengan kualifikasi) di mana mereka telah diberi lisensi dan didaftar setelah menempuh ujian negara. Gubernur. Tugas utamanya adalah menilai PIL, menetapkan TOR, menilai ANDAL, RKL dan RPL. Anggota tetapnya terdiri dari perwakilan BAPPEDA, BKLH dan PSL Proyek yang Berjalan tetapi Belum Dibuatkan ANDAL Terima kasih Penyajian Evaluasi Lingkungan (PEL) adanya dampak penting SEL Sudah diketahui telah terjadi dampak penting langsung SEL SEL disertai alternatif pemecahan masalah.