450 likes | 1.19k Views
Pembuatan Gugatan dalam Beracara Di Pengadilan Hubungan Industrial. Drs. Engkos Kosim Tim Advokasi DPP APINDO Jawa Barat. Disampaikan pada : “Bimtek Negosiator dan PPHI” Di Hotel Bumi Asih – Bandung 6 Juni 2007. A.1. Pengertian.
E N D
Pembuatan Gugatan dalam Beracara Di Pengadilan Hubungan Industrial Drs. Engkos Kosim Tim Advokasi DPP APINDO Jawa Barat Disampaikan pada : “Bimtek Negosiator dan PPHI” Di Hotel Bumi Asih – Bandung 6 Juni 2007
A.1. Pengertian Surat Gugatan adalah surat yang berisikan tuntutan Penggugat yang dimintakan untuk diputus oleh hakim Pengadilan. Tuntutan dilakukan karena Tergugat telah melakukan tindakan melawan hukum yang menimbulkan kerugian terhadap Penggugat.
A.2. Bentuk Gugatan Di Pengadilan Hubungan Industrial • Gugatan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) • Gugatan Perselisihan Hak • Gugatan Kepentingan • Gugatan Perselisihan Antar SP / SB
B.1. Syarat dan Bentuk Gugatan • Pada prinsipnya gugatan diajukan secara tertulis, apabila Penggugat tidak bisa baca tulis dapat mengajukan gugatan secara lisan kepada KPN/KPHI atau Hakim yang ditunjuk yang akan mencatat atau menyuruh mencatat gugatan lisan tersebut (Pasal 120 HIR / Pasal 144 (1) RBG). • Ditandatangani oleh Penggugat atau kuasanya yang syah dengan Surat Kuasa Khusus. • Dibubuhi materai Rp 6.000,- • Ditujukan kepada KPN / KPHI yang daerah hukumnya meliputi tempat Pekerja / Buruh bekerja (Pasal 81 UU No. 2 Tahun 2004).
B.2. Surat Kuasa Khusus • Pasal 132 Ayat (2) – HIR • Pasal 147 Ayat (2) – RBG Bahwa Surat Kuasa yang diberikan untuk menghadap dimuka Hakim adalah Surat Kuasa Khusus • SE MA tanggal 23 Januari 1971 Surat Kuasa Khusus adalah sebagai berikut : • Dibuat secara tertulis • Dibuat dan ditandatangani oleh Pemberi dan Penerima Kuasa diatas meterai • Menyebutkan identitas para pihak yang berperkara • Menegaskan obyek kasus yang diperkarakan • Dapat dibuat dibawah tangan atau Autentik
Isi Surat Gugatan • Identitas Penggugat secara lengkap (Legitima persona stand ini judicio). • Identitas Tergugat secara lengkap (termasuk turut Tergugat). • Posita gugatan : gambaran tentang kejadian materil atau peristiwa yang terjadi baik yang berdasarkan kenyataan atau yang berdasarkan hukum (fundamentum petendi) yang menjadi dasar gugatan Penggugat dan dilengkapi dengan waktu dan tempat kejadian serta hal-hal lain yang meliputinya.
Petitum gugatan (hal-hal yang dimohonkan) : segala sesuatu yang dimohonkan Penggugat yang harus didasarkan pada posita gugatan (petitum) harus didukung oleh posita dan tidak boleh bertentangan. Boleh dimohonkan petitum primer dan subsider (mohon keadilan yang seadil-adilnya / ex aquo et bone).
Gugatan Rekonpensi • Gugatan rekonpensi adalah gugatan balik yang diajukan oleh Tergugat (pasal 132 a HIR / Pasal 157 RBG). • Gugatan rekonpensi diperiksa oleh Hakim bersamaan dengan gugatan semula (gugatan konpensi) dan bermanfaat karena: menghemat ongkos perkara, mempermudah prosedur dan menghindarkan putusan saling bertentangan. • Pada prinsipnya HIR / RBG memperbolehkan gugatan rekonpensi dalam segala hal.
Antara gugatan Penggugat dengan gugatan rekonpensi tidak diharuskan adanya hubungan. • Larangan dalam gugatan rekonpensi : • Bila Penggugat menggugat dalam suatu kwalitas tertentu, sedangkan gugatan rekonpensi diajukan kepada pribadi Penggugat. • Jika PN yang memeriksa gugatan konpensi tidak berkuasa untuk memeriksa gugatan rekonpensi (kompetensi absolut). • Dalam perselisihan / sengketa tentang eksekusi.
Gugatan rekonpensi wajib diajukan bersama-sama dengan jawaban baik tertulis maupun lisan (Pasal 132 b (1) HIR / 158 (1) RBG. • Catatan : Yurisprudensi dan praktek peradilan membolehkan gugatan rekonpensi diajukan pada jawaban kedua (duplik). • Jika dalam pemeriksaan tingkat pertama tidak diajukan gugatan rekonpensi, maka ditingkat banding tidak boleh diajukan lagi (ayat 20).
Gugatan Provisi • Gugatan Provisiyaitu gugatan atau tuntutan yang dimohonkan agar diputus sebelum putusan akhir (selama pemeriksaan masih berjalan) tetapi dalam praktek peradilan gugatan provisi atau putusan provisi dikenal dan diperlukan. • Pasal 96 UU No. 2 tahun 2004 mewajibkan Hakim menjatuhkan putusan sela (putusan provisi) jika terbukti pada sidang pertama Pengusaha tidak melaksanakan kewajibannya seperti dimaksud dalam No. 13 tahun 2003. Putusan tersebut atas permohonan Penggugat dalam surat gugatannya (gugatan Provisi).
Perubahan Gugatan • Perubahan gugatan atau tambahan tuntutan tidak boleh melewati dan merubah batas kejadian materil yang menjadi sebab adanya perkara/sengketa antara kedua belah pihak seperti yang telah dikemukakan dalam surat gugatannya. • Perubahan gugatan tidak boleh merugikan kepentingan pembelaan diri Tergugat.
Gugatan perwakilan kelompok (Class Action) • Dasar hukum : PERMA No. 1 tahun 2002. • Gugatan Perwakilan Kelompok adalah suatu tata cara pengajuan gugatan dalam mana satu orang atau lebih yang mewakili kelompok mengajukan gugatan untuk diri atau sendiri-sendiri dan sekaligus mewakili sekelompok orang yang jumlahnya banyak yang memiliki kesamaan fakta atau dasar hukum antara wakil kelompok dan anggota kelompok dimaksud.
Syarat – syarat gugatan perwakilan : • Jumlah anggota kelompok sedemikian banyak, sehingga tidaklah efektif dan efisien apabila gugatan dilakukan secara sendiri-sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu gugatan. • Terdapat kesamaan fakta atau peristiwa dan kesamaan dasar hukum yang digunakan yang bersifat substansial, serta terdapat kesamaan jenis tuntutan diantara wakil kelompok dengan anggota kelompoknya.
Wakil kelompok memiliki kejujuran dan kesungguhan untuk melindungi kepentingan anggota kelompok yang diwakilinya. • Hakim dapat menganjurkan kepada wakil kelompok untuk melakukan penggantian pengacara, jika pengacara melakukan tindakan-tindakan yang bertentangan dengan kewajiban membela dan melindungi kepentingan anggota kelompoknya.
Kumulasi Gugatan • Kumulasi gugatan dikenal dalam praktek peradilan dan yurisprudensi. • Kumulasi subjektif, jika dalam satu surat gugatan terdapat beberapa Penggugat atau beberapa Tergugat. • Kumulasi objektif, jika penggugat mengajukan beberapa gugatan melawan seorang tergugat. • Yurisprudensi menegaskan bahwa antara gugat-gugat yang digabungkan itu harus ada hubungan batin (innerlijke samenhang) atau connexiteit.
Pasal 86 UU No. 2 tahun 2004 mengatur kumulasi gugatan dan kewajiban Hakim dalam memeriksa kumulasi gugatan tersebut. • Dalam hal perselisihan hak dan atau perselisihan kepentingan diikuti dengan perselisihan pemutusan hubungan kerja, maka Pengadilan Hubungan Industrial wajib memutus terlebih dahulu perkara perselisihan hak dan atau perselisihan kepentingan.
Pencabutan Gugatan • Pasal 85 ayat (1) UU No. 2 tahun 2004 menentukan : Penggugat dapat sewaktu-waktu mencabut gugatannya sebelum tergugat memberikan jawaban. • Pasal 85 ayat (2) U No. 2 tahun 2004 menentukan : apabila tergugat sudah memberikan jawaban atas gugatan itu, pencabutan gugatan oleh Penggugat akan dikabulkan oleh PHI, apabila disetujui oleh Tergugat.
Daluarsa Pengajuan Gugatan Pasal 82 UU No. 2 tahun 2004 : “gugatan oleh Pekerja/Buruh atas pemutusan hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 159 dan Pasal 171 UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, dapat diajukan dalam tenggang waktu 1 (satu) tahun sejak diterimanya atau diberitahukannya keputusan dari pihak Pengusaha”.
K.1. Contoh Surat Kuasa Khusus SURAT KUASA No. ………… Pada hari ini, ……..….. tanggal …...…………………………………………………., yang bertanda tangan dibawah ini : Nama : ….................................................................. Jabatan : ….................................................................. Kewarganegaraan : ….................................................................. Alamat : ….................................................................. dalam hal ini bertindak dalam jabatannya tersebut untuk dan atas nama PT. ….................… Jl. ..………………………………………………... selanjutnya disebut PEMBERI KUASA, dengan ini memberikan kuasa kepada : ..................................................... yang berkedudukan di ………………………………… Selanjutnya disebut PENERIMA KUASA, dalam hal ini bertindak secara bersama-sama ataupun sendiri K H U S U S untuk mewakili PEMBERI KUASA selaku Penggugat / Tergugat dalam menyelesaikan kasus ........................................................................................................................... dalam Perkara Nomor ........................................ tanggal ......................................................
Sehubungan dengan pemberian kuasa ini, maka PENERIMA KUASA berhak mewakili PEMBERI KUASA untuk : • Mengajukan tuntutan dan atau gugatan kepada Instansi yang berwenang dan menghadap Pejabat Instansi Pemerintah dan Pejabat lainnya untuk bertemu dan berbicara serta membuat kesepakatan-kesepakatan dengan semua pihak dengan arahan dari PEMBERI KUASA sesuai pula dengan ketentuan hukum yang berlaku dalam penyelesaian kasus ini. 2. Melakukan bantahan dan sanggahan serta jawaban terhadap tuntutan / gugatan pihak lawan dan memasukkan segala surat-surat permohonan yang diperlukan, akte-akte dan surat-surat lain yang berhubungan dengan kasus ini, menjalankan perbuatan-perbuatan dan memberikan keterangan-keterangan yang menurut hukum harus dijalankan atau diberikan oleh seorang kuasa dan umumnya menjalankan segala hal-hal yang perlu untuk PEMBERI KUASA dalam menangani kasus ini. 3. Menandatangani dan mengesahkan surat-surat tersebut, mengajukan bukti-bukti, meminta didengar saksi atau menolaknya, mengatur dan menyusun pembelaan, menawarkan / menerima perdamaian atau menolak perdamaian, menerima uang dan memberi kwitansi, meminta keputusan dan menyuruh menjalankan putusan dengan segala jalan menurut hukum.
4. Mengajukan bantahan, banding maupun kasasi, terhadap segala putusan yang dianggap perlu, demi kepentingan PEMBERI KUASA. 5. Melakukan tindakan-tindakan lain yang dipandang perlu demi kepentingan PEMBERI KUASA sehubungan dengan penyelesaian kasus PHK tersebut. Surat Kuasa ini diberikan dengan hak substitusi dan retensi. ..................., .............2007 Penerima Kuasa, Pemberi Kuasa, ( ……………………… ) ( …………………….. ) Meterai Rp 6.000,-
Contoh Surat Gugatan Bandung, 20 Mei 2007 Perihal : Gugatan Perselisihan Hubungan Industrial Kepada Yth, Ketua Pengadilan Hubungan Industrial Pada Pengadilan Negeri Bandung Jl. Soekarno Hatta 584 Bandung Dengan Hormat, Saya, ……………….. , beralamat di ………….., dalam hal ini bertindak untuk diri sendiri sebagai buruh PT. Gersang, beralamat di ……………………, selanjutnya disebut penggugat; Dengan ini mengajukan Gugatan Perselisihan Hubungan Industrial terhadap : PT. ………… beralamat di ……………………, selanjutnya disebut Tergugat;
Adapun alasan pengajuan gugatan ini adalah sebagai berikut : (Disebut dengasn posita) Bahwa tergugat merupakan Perusahaan Tergugat terhitung sejak 15 Januari 1995, sebagaimana tertera dalam perjanjian kerja yang ditandatangani pada tanggal 15 Januari 1995; (P-1) Bukti Penggugat nomor 1) Bahwa adapun jabatan terakhir Tergugat adalah sebagai supervisor audit, dengan jumlah upah sebesar Rp. 3.000.000,- (tiga juta rupiah) setiap bulan; (P-2) Bahwa pada tanggal 13 Desember tahun 2006 tergugat telah melakukan audit di Departemen Pengadaan dan Keuangan, dan melalui audit tersebut telah ditemukan penyimpangan keuangan dalam jumlah yang cukup besar; Bahwa atas temuan tersebut Penggugat telah mengkonsultasikannya dengan Pimpinan (Bapak Bani) dan kemuadian juga membuat laporan kepada Direktur Perusahaan; Bahwa setelah pengaduan atas penyimpangan dilakukan, ternyata kedua pimpinan departemen tempat terjadinya penyimpangan tersebut telah membuat laporan yang mendiskreditkan Penggugat, sehingga Penggugat dianggap tidak bisa melakukan pekerjaannya dengan baik;
Bahwa pada tanggal 14 Januari 2007 Penggugat telah dipanggil oleh Manajer Personalia dan diminta mengundurkan diri, karena Penggugat dianggap tidak bisa bekerja sama dengan pimpinan perusahaan Bahwa karena permintaan pengunduran diri tersebut bertentangan dengan hukum ketenagakerjaan, maka penggugat menolak mengundurkan diri. Akibat penolakan tersebut maka tergugat telah memberikan surat skorsing kepada Penggugat menunggu keluarnya surat izin PHK dari PHI terhitung sejak tanggal 13 Februari; (P – 3) Bahwa alasan Tergugat dalam mengajukan PHK sangat sangat mengada-ngada, yakni bahwa Tergugat sedang melakukan efisiensi dan likuidasi terhadap Departemen Audit; Bahwa atas persoalan tersebut Penggugat dan Tergugat telah melakukan perundingan secara Bipartit, sebagaimana yang tertuang dalam risalah rapat tanggal tanggal 22 Februari, 29 Februari dan 2 Maret 2007, namun perundingan tersebut telah gagal menyelesaikan perselisihan secara damai; (P – 3) Bahwa terhitung sejak bulan Maret 2007 Tergugat telah pula menghentikan pembayaran upah Penggugat dengan alasan masa skorsing telah melampaui 6 (enam) bulan;
Bahwa tindakan-tindakan Tergugat tersebut telah nyata-nyata bertentangan dengan hukum yang berlaku, yaitu melakukan PHK berdasarkan ketidaksenangan terhadap Penggugat; Bahwa sampai saat ini Penggugat belum pernah melakukan kesalahan dalam bentuk apa pun (peringatan lisan, SP 1, SP II, SP III), sehingga tidak ada alasan yang sah dari Tergugat untuk melakukan PHK; Bahwa mengingat PHK tersebut tidak mempunyai alasan yang sah secara hukum, maka menurut Pasal 170 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 PHK tersebut harus batal demi hukum; Bahwa mengingat skorsing dan PHK tersebut batal demi hukum, maka undang-undang mewajibkan Tergugat mempekerjakan Penggugat dan membayar seluruh upah dan hak-hak yang seharusnya diterima oleh Penggugat, yang sampai dengan Mei 2007 telah mencapai Rp. 23.500.000,- (dua puluh tiga juta lima ratus ribu rupiah).
Maka, berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas, dengan ini Penggugat memohon kepada Majelis Hakim Yang Terhormat untuk berkenan memutus perkara ini dengan amar sebagai berikut : (disebut dengan petitum) DALAM PROPISI • Mengabulkan seluruh Gugagatan Propisi; • Memerintahkan Tergugat agar membayar upah dan seluruh hak-hak Penggugat sekalipun masih ada upaya hukum banding dan kasasi DALAM POKOK PERKARA • Mengabulkan seluruh Gugatan Penggugat; • Menyatakan Tergugat telah melakukan perbuatan yang bertentangan dengan Undang-undang Ketenagakerjaan • Memerintahkan Tergugat untuk mempekerjakan kembali dan memulihkan seluruh hak-hak yang selama ini diperoleh Penggugat;
Menolak permohonan PHK yang diajukan Tergugat karena bertentangan dengan hukum Ketenagakerjaan yang sedang berlaku; • Menghukum Tergugat untuk membayar biaya perkara. Atau apabila Majelis Hakim berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono). Hormat Saya ………………..
Isi Surat Jawaban • Bantahan / tangkisan / perlawanan atas dalil-dalil atau hal-hal yang dituduhkan oleh Penggugat dalam surat gugatannya. • Segala sesuatu yang dianggap tidak benar harus dibantah dengan mengemukakan fakta-fakta serta dasar hukum yang nyata, apabila dalil atau tuduhan yang diajukan oleh penggugat tidak dibantah oleh Tergugat, maka dalil / tuduhan tersebut secara hukum dianggap benar.
Bantahan-bantahan tersebut bertujuan untuk meyakinkan hakim bahwa Penggugat adalah Penggugat yang tidak benar sehingga gugatannya harus ditolak.
Beberapa aspek tangkisan / bantahan / perlawanan dalam Hukum Acara Perdata, antara lain : • Eksepsi kompetensi absolut, yaitu kewenangan Pengadilan untuk mengadili. • Eksepsi kompetensi relatif, yaitu kewenangan mengadili dari badan-badan peradilan. • Error in personal, yaitu Penggugat tidak cakap melakukan perbuatan hukum.
Obscuur Libel, yaitu gugatan Penggugat kabur atau tidak jelas. • Ne bis in idem, yaitu apabila perkara sudah pernah diajukan sebelumnya, kemudian diajukan kembali. • Rei Judicata Deductae, yaitu perkara yang digugat sudah pernah diajukan dan belum putus. • Daluarsa, yaitu apabila yang digugat sudah melewati batas yang ditentukan oleh undang-undang.
Contoh Surat Jawaban Jakarta 24 Mei 2007 Perihal : Jawaban atas Gugatan PHI Kepada Yth, Ketua Pengadilan Hubungan Industrial Pada Pengadilan Negeri Bandung Pusat Jl. Soekarno Hatta No. 584 Bandung Dengan Hormat, Kami, ……………….. , beralamat di ………….., dalam hal ini diwakili oleh Direkturnya, Drs………………., selanjutnya disebut tergugat, dengan ini mengajukan Jawaban atas Gugatan yang diajukan oleh Penggugat pada tanggal 13 Mei 2007, sebagai berikut :
Bahwa Tergugat menolak dengan atas seluruh dalil yang dikemukakan oleh Penggugat, kecuali apabila Tergugat mengakuinya. Bahwa benar Penggugat telah bekerja pada Tergugat sejak 15 Januari 1995, namun tidak benar jabatan terakhir Penggugat sebagai supervisor audit, melainkan sebagai staf biasa, sebagaimana supervisor audit, melainkan sebagai staf biasa, sebagaimana yang tertera dalam perjanjian kerja; (T – 1) (Bukti Tergugat Nomor 1). Bahwa tidak benar gaji terakhir Penggugat sebesar Rp. 3.000.000,- (tiga juta rupiah), melainkan hanya sebesar Rp. (2.100.000,- (dua juta seratus ribu rupiah); (T – 2) Bahwa tergugat menolak dengan tegas seluruh keterangan Penggugat sehubungan dengan audit yang dilakukan pada tanggal 13 Desember tahun 2006, dengan alasan sebagai berikut :
Tidak benar terjadi penyimpangan keuangan dalam beberapa departemen yang diaudit Penggugat. Yang terjadi adalah, karena kurangnya pengetahuan / kemampuan Penggugat, maka telah terjadinya kesalahan penghitungan keuangan. Kesalahan penghitungan Penggugat tersebut sangat nyata, karena setelah dilakukan audit oleh akuntan publik, ternyata tidak ada penyimpangan dana; (T-3) Salah satu kesalahan fatal Penggugat dalam audit tersebut adalah karena pembocoran hasil audit kepada pihak luar yang tidak seharusnya tahu, sehingga hal itu diklasifikasikan sebagai tindakan membongkar rahasia perusahaan;
Bahwa sehubungan dengan dalil Penggugat tentang adanya permintaan Tergugat kepada Penggugat untuk mengundurkan diri, hal itu adalah tidak benar. Yang benar adalah, tergugat menyampaikan akan melakukan PHK terhadap Penggugat karena dinilai tidak cakap dalam melaksanakan pekerjaannya dan telah pula melakukan pembocoran atas rahasia perusahaan; Bahwa mengenai tindakan skorsing, hal itu benar dilakukan Tergugat terhadap Penggugat karena tergugat sangat khawatir, apabila Penggugat tetap bekerja maka bisa saja Penggugat merusak sistem atau membocorkan rahasia perusahaan lainnya kepada orang yang tidak berkepentingan, termasuk terhadap saingan bisnis Tergugat;
Bahwa mengenai tidak dibayarnya upah Penggugat, hal itu dilakukan Tergugat karena proses skorsing itu sendiri telah lebih dari 6 bulan, sehingga sesuai dengan PP / PKB jo Pasal ………. UU No. 13 Tahun 2003, Tergugat tidak lagi wajib membayarkan upah kepada pekerja; Bahwa benar dalam perkara ini telah dilakukan upaya bipartit dan mediasi, namun karena Penggugat hanya berusaha menguntungkan diri sendiri secara melawan hukum, maka upaya penyelesaian secara damai tidak dapat tercapai; Bahwa berdasarkan fakta-fakta di atas, maka sudah terbukti Penggugat telah melakukan kesalahan berat sebagaimana yang diatur dalam pasal …… UU No. 13 Tahun 2003 jo PP / PKB, sehingga tergugat dapat mem-PHK Penggugat tanpa harus memberikan pesangon.
Berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas, maka dengan ini Tergugat memohon kepada Yang Terhormat Majelis Hakim untuk berkenan memeriksa dan memutus perkara ini dengan amar sebagai berikut : (disebut dengan pititum). DALAM PROPISI 1. Menolak seluruh Gugatan Penggugat; DALAM POKOK PERKARA Menolak seluruh Gugatan Penggugat; Atau apabila Majelis Hakim berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).
Dalam berperkara di Pengadilan Negeri, apabila pihak Tergugat ternyata merasa dirugikan atas tindakan Penggugat, maka bersamaan dengan menyampaikan jawaban, Tergugat dapat mengajukan gugatan balik kepada Penggugat. Inilah yang disebut dengan Gugatan Rekonpensi. Dengan mengajukan gugatan rekonpensi maka Tergugat bukan saja hanya memberikan jawaban atau sangkalan terhadap gugatan Penggugat, melainkan juga mengajukan tuntutan atau gugat balik terhadapPenggugat awal. Dalam contoh di atas, karena tergugat tidak mengajukan Gugatan Gugatan Rekonpensi maka Tergugat hanya diperbolehkan menjawab setiap gugatan Penggugat. Sedangkan untuk mengajukan permintaan sejumlah ganti rugi. Hal itu tidak diperkenankan.
Agar dapat menuntut penggantian atas kerugian yang dideritanya, maka Tergugat harus mengajukan Gugatan Rekonpensi. Dalam Gugatan Rekonpensi, maka posisi para pihak akan berubah. Penggugat Konpensi (Penggugat awal) akan berubah menjadi Tergugat Rekonpensi dan Tergugat Konpensi.(Tergugat awal) akan berubah menjadi Penggugat Rekonpensi. Mengingat Gugatan Rekonpensi dilakukan bersamaan dengan penyampaian jawaban, maka posisi kedua belah pihak menjadi rangkap, yaitu Penggugat Konpensi/Tergugat Rekonpensi dan Tergugat Konpensi/Penggugat Rekonpensi. Untuk contoh jawaban di atas, maka petitumnya bisa berubah menjadi: DALAM KONPENSI : (Dalam gugatan awal/semula) DALAM PROPISI 1. Menolak seluruh Gugatan Penggugat dalam Propisi; DALAM POKOK PERKARA 1. Menolak seluruh Gugatan Penggugat
DALAM REKONPENSI : (Gugat balik) • Mengabulkan seluruh Gugatan Penggugat Rekonpensi; • Menyatakan Tergugat Rekonpensi Telah melakukan Kesalahan berat sebagaimana dimaksud dalam pasal 158 Undang-undang No. 13 Tahun 2003; • Memberikan izin kepada Penggugat Rekonpensi untuk melakukan PHKterhadap Tergugat Rekonpensi karena telah melakukan kesalahan berat. • Menghukum Tergugat Rekonpensi untuk minta maaf kepada Tergugat melalui dua media massa nasional segera setelah putusan ini dibacakan; • Memerintahkan kepada Tergugat Rekonpensi untuk tidak membocorkan rahasia perusahaan terhadap pihak manapun.
DALAM KONPENSI DAN REKONPENSI : • Menghukum Penggugat Konpensi/Tergugat Rekonpensi untuk membayar biaya yang timbul dalam perkara ini. Atau apabila Majelis Hakim berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono). Hormat kami …………….
Terima kasihatas perhatiannya, dan sampai jumpa…..!