350 likes | 770 Views
PAPARAN PENCERAHAN HUKUM BAGI PARA KEPALA SEKOLAH PROVINSI DKI JAKARTA “MENCIPTAKAN APARAT YANG BERSIH DAN BERWIBAWA”. PUSAT PENERANGAN HUKUM KEJAKSAAN AGUNG RI. APAKAH DEFINISI APARAT YANG BERSIH DAN BERWIBAWA??.
E N D
PAPARAN PENCERAHAN HUKUMBAGI PARA KEPALA SEKOLAH PROVINSI DKI JAKARTA“MENCIPTAKAN APARAT YANG BERSIH DAN BERWIBAWA” PUSAT PENERANGAN HUKUM KEJAKSAAN AGUNG RI
APAKAH DEFINISI APARAT YANG BERSIH DAN BERWIBAWA?? • Definisi Aparat yang bersih dapat disamakan dengan definisi Penyelenggara Negara yang bersih dalam Pasal 1 angka 2 UU. No. 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi Kolusi dan Nepotisme : “ Penyelenggara Negara (yang menjalankan fungsi eksekutif, legislatif, yudikatif) yang menaati asas-asas umum penyelenggaraan negara dan bebas dari praktek KKN, serta perbuatan tercela lainnya”
Apakah Pengertian Berwibawa? • Dalam Kamus Besar Indonesia : Mempunyai wibawa (sehingga disegani dan dipatuhi) (http://www.kamusbesar.com/43587/berwibawa) • Bagi Aparat Pemerintah DKI Jakarta istilah ber-wibawa sudah dikenal sejak era Gubernur Wiyogo Atmodarminto dalam Program BMW : Bersih Manusiawi ber-Wibawa
Ber-Wibawa memiliki filosofi disegani dan dihormati, bukannya ditakuti oleh karena kekuatan, kekuasaan maupun kekayaan tetapi karena mampu tampil sebagai teladan, berprestasi dan mengayomi serta senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai luhur. (http://www.jakarta.go.id/jakv1/encyclopedia/detail/3840)
APARAT YANG BERSIH MELAHIRKAN WIBAWA/ MENJADI BERWIBAWA Q : Apa saja yang harus dilakukan oleh aparat pemerintah agar menjadi aparat yang bersih? A : • Aparat menaati Pasal 3 UU No. 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi Kolusi dan Nepotisme yaitu dalam penyelenggaraan pemerintah mengacu : • Asas Kepastian Hukum • Asas Tertib Penyelenggaraan Negara • Asas Kepentingan Umum • Asas Keterbukaan • Asas Proporsionalitas • Asas Profesionalitas • Asas Akuntabilitas
Aparat Melaporkan Harta kekayaannya (LHKPN) Pasal 5 angka 2, 3 UU No. 28 Tahun 1999 • Aparat menaati ketentuan perundang-undangan tentang tindak pidana korupsi • Aparat menaati ketentuan PP. No. 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil, khususnya mengenai kewajiban dan larangan yang harus dipenuhi oleh PNS
UU YANG MENGATUR TINDAK PIDANA KORUPSI • UU NO. 3 TAHUN 1971; SEPANJANG PERBUATAN ITU DILAKUKAN SEBELUM TANGGAL 16 AGUSTUS TAHUN 1999; 2. UU NO. 31 TAHUN 1999 Jo. UU NO. 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI.
DELIK – DELIK (tindak pidana) KORUPSI • Delik yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara (Pasal 2 dan Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi) • Delik penyuapan memberikan atau menjanjikan sesuatu Pasal 5 UU NO. 31 Tahun 1999 JO. UU NO. 20 Tahun 2001yang diadopsi dari Pasal 209KUHP (SUAP AKTIF). • Delik penyuapan memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada Hakim dan Advokat Pasal 6 UU NO. 31 Tahun 1999 JO. UU NO. 20 TAHUN 2001 yang diadopsi dari Pasal 210 KUHP (SUAP AKTIF).
Delik dalam hal membuat bangunan dan menjual bahan bangunan dan korupsi dalam menyerahkan alat keperluan TNI dan Kepolisian RI Pasal 7 UU. No. 31 Tahun 1999 Jo. UU NO. 20 Tahun 2001 yang diadopsi dari Pasal 387 dan 388 KUHP. • Delik Pegawai Negeri menggelapkan Uang dan Surat Berharga Pasal 8 UU. No. 31 Tahun 1999 Jo. UU NO. 20 Tahun 2001 yang diadopsi dari Pasal 415 KUHP. • Delik Pegawai Negeri memalsu buku-buku dan daftar-daftar yang khusus untuk pemeriksaan administrasi Pasal 9 UU. No. 31 Tahun 1999 Jo. UU NO. 20 Tahun 2001 yang diadopsi dari Pasal 416 KUHP.
7. Delik Pegawai Negeri merusakkan barang, akta, surat, atau daftar untuk meyakinkan/membuktikan di muka pejabat yang berwenang Pasal 10 UU. No. 31 Tahun 1999 Jo. UU No. 20 Tahun 2001 yang diadopsi dari Pasal 417 KUHP. 8. Delik Pegawai Negeri menerima hadiah atau janji yang berhubungan dengan kewenangan jabatan, Pasal 11 UU. No.31 Tahun 1999 Jo. UU NO. 20 Tahun 2001 yang diadopsi dari Pasal 418 KUHP. 9. Delik Pegawai Negeri atau penyelenggara negara, hakim dan advokat menerima hadiah atau janji (suap pasif), Pegawai Negeri memaksa membayar, memotong pembayaran, meminta pekerjaan, menggunakan tanah negara, dan turut serta dalam pemborongan, Pasal 12 UU. No.31 Tahun 1999 Jo. UU NO. 20 Tahun 2001 yang diadopsi dari Pasal 419, 420, 423, 425, 435 KUHP.
Delik Pegawai Negeri menerima gratifikasi (Pegawai Negeri atau penyelenggara negara yang menerima gratifikasi pemberian dalam arti luas, yakni : pemberian uang, rabat, komisi pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma dan fasilitas lainnya (Pasal 12 B UU. No.20 Tahun 2001). • Delik suap pada Pegawai Negeri dengan mengingat kekuasaan Jabatan Pasal 13 UU. No.31 Tahun 1999 Jo. UU No.20 tahun 2001. • Delik yang berhubungan dengan hukum acara Pemberantasan Korupsi : Mencegah, merintangi/menggagalkan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan TPK (Pasal 21 UU. No.31 Tahun 1999).
Tersangka tidak memberikan keterangan seluruh hartanya, saksi bank, setiap saksi dan mereka yang wajib menyimpan rahasia jabatan sengaja tidak memberikan keterangan atau memberikan keterangan yang palsu (Pasal 22 UU. No.31 Tahun 1999). 14. Delik saksi menyebut pelapor tindak pidana korupsi (Pasal 24 Jo. Pasal 31 UU. No.31 Tahun 1999).
RUMUSAN KEUANGAN NEGARA DAN KERUGIAN NEGARA: • KEUANGAN NEGARA MENURUT PENJELASAN UU NO. 31 TAHUN 1999 JO. UU NO. 20 TAHUN 2001 YAITU seluruh kekayaan negara dalam bentuk apapun yang dipisahkan atau yang tidak dipisahkan termasuk didalamnya segala bagian kekayaan negara dan segala hak dan kewajiban yang timbul karena : • Berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggung jawaban pejabat lembaga negara, baik tingkat pusat maupun di daerah; b. Berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggung jawaban Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah, Yayasan, Badan Hukum dan Perusahaan yang menyertakan modal negara, atau perusahaan yang menyertakan modal pihak ketiga berdasarkan perjanjian dengan negara.
Lanjutan.... • KERUGIAN NEGARA adalah menurut Pasal 1 angka 22 UU NO. 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara : Kerugian negara/daerah adalah kekurangan uang, surat berharga, dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai. KERUGIAN NEGARA DALAM PRAKTEK PERADILAN : HARUS RIIL DAN TERUKUR.
INSTRUMEN PERATURAN YANG TERKAIT DENGAN TERCIPTANYA APARAT YANG BERSIH • Undang-Undang No. 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik. Prinsipnya : Badan Publik (termasuk Pemerintah Daerah) harus menyediakan informasi bagi publik baik informasi itu diminta atau tidak diminta, seperti informasi yang harus tersedia setiap saat, informasi yang diumumkan secara berkala, informasi yang harus diumumkan secara serta merta) kecuali informasi yang diminta termasuk yang dikecualikan atau rahasia.
UU. Nomor 20 Tahun 2002 Tentang KPK Khususnya mengenai tata cara pelaporan dan penentuan status gratifikasi wajib melaporkan kepada KPK) • UU. No. 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara Khususnya tentang pengelolaan piutang dan utang, Pengelolaan Investasi, Pengelolaan Barang Milik Negara /Daerah ketentuan dalam Penatausahaan dan pertanggungjawaban APBN/APBD • UU. No.17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara Khususnya tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBN dan APBD.
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik Prinsipnya : Memberikan kepastian hukum dalam hubungan antara masyarakat dengan penyelenggara dalam pelayanan publik , diantaranya mengenai terwujudnya batasan dan hubungan yang jelas tentang Hak tanggung jawab kewajiban dan kewenangan seluruh pihak yang terkait dengan penyelenggaraan pelayanan publik
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025 (lampiran BAB IV.1.2, huruf E angka 35) Pembangunan Aparatur Negara dilakukan melalui Reformasi Birokrasi untuk meningkatkan profesionalisme aparatur negara dan untuk mewujudkan tata pemerintahan yang baik, di pusat maupun daerah, agar mampu mendukung keberhasilan pembangunan di bidang lainnya.
UU No. 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman RI Mempunyai kewenangan mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik baik yang diselenggarakan oleh penyelenggara negara dan pemerintahan termasuk yang diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, dan Badan Hukum Milik Negara serta badan swasta atau perseorangan yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publik tertentu yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah. Dalam pelaksanaan pengawasan didasari : • Laporan masyarakat/pelapor (syarat : sudah menyampaikan laporan secara langsung kepada pihak terlapor atau atasannya, tetapi laporan tersebut tidak mendapat penyelesaian sebagaimana mestinya, yaitu pihak terlapor memperlambat penyelesaian, tidak dilakukan penyelesaian menurut prosedur internal di instansi terlapor), tanggapan atau tindak lanjut belum menyelesaikan Maladministrasi yang terjadi atau sama sekali tidak memperoleh tanggapan. • Prakarsa sendiri apabila diduga ada maladministrasi (perilaku atau perbuatan melawan hukum, melampaui wewenang, menggunakan wewenang untuk tujuan lain dari yang menjadi tujuan wewenang tersebut, termasuk kelalaian atau pengabaian kewajiban hukum dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang dilakukan oleh Penyelenggara Negara dan pemerintahan yang menimbulkan kerugian materiil dan/atau immateriil bagi masyarakat dan orang perseorangan) Hasil pengawasan berupa rekomendasi kepada terlapor atau atasan terlapor untuk dilaksanakan, bila tidak dilaksanakan dapat dikenakan sanksi administrasi
Inpres No. 9 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Instruksi tersebut salah satunya ditujukan kepada Gubernur/Bupati/Walikota, yang diantaranya mengatur mengenai : • Mendorong pengaturan dan implementasi Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (PP No. 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP), agar terciptanya ketaatan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, pengamanan asset yang tinggi, laporan keuangan kementerian/lembaga dan pemerintah daerah dapat diandalkan serta berkurangnya perilaku korupsi dalam organisasi pemerintah). • Penuntasan Agenda Reformasi Birokrasi, yang terdiri dari Reformasi Kelembagaan dan Manajemen SDM yang transparan dan bebas KKN
Inpres No. 17 Tahun 2011 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2012 Instruksi tersebut salah satunya ditujukan kepada Gubernur/Bupati/Walikota, yang diantaranya mengatur mengenai : • Mengambil langkah-langkah yang diperlukan sesuai tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing dalam rangka pencegahan dan pemberantasan korupsi Tahun 2012, dengan merujuk pada Prioritas Pembangunan Nasional dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010-2014 dan Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2012. • Dalam mengambil langkah-langkah diatas, berpedoman pada strategi-strategi yang meliputi : 1. Strategi Pencegahan; 2. Strategi Penegakan Hukum; 3. Strategi Peraturan Perundang-Undangan;
4. Strategi Kerjasama Internasional dan Penyelamatan Aset Hasil Korupsi; 5. Strategi Pendidikan dan Budaya Anti Korupsi; 6. Strategi Mekanisme Pelaporan. • Dalam rangka pelaksanaan Instruksi Presiden ini, semua Kementerian, Lembaga Pemerintah Non Kementerian, Pemerintah Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota, wajib berkoordinasi dengan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Bank Indonesia, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, Ombudsman Republik Indonesia, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban, Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial, dan Mahkamah Agung.
Titik Rawan Terjadinya Korupsidi Pemerintah Daerah • Pengadaan Barang dan Jasa • Proses Perizinan & Pembuatan dokumen/Surat Keterangan. • Pengelolaan Aset/Barang Milik Negara/Daerah • Pengelolaan Penerimaan Negara/Daerah/Pendapatan Asli Daerah (Pajak, Retribusi, Denda) • Penggunaan APBD/APBN (Perjalanan Dinas, Honor)
KIAT MEMINIMALISIR TITIK RAWAN KORUPSI • Pengadaan Barang dan jasa secara Elektronik ( E-Procurement) dan bekerjasama dengan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP). • Membuat pelayanan administrasi perizinan/administrasi pembuatan dokumen (KTP, Akte Kelahiran, dll) dengan sistem satu atap atau One Stop Service. • Membuatstandarisasi pelayanan (Standart Operating Procedure/SOP) dan sertifikasi pelayanan, seperti melalui International Organization For Standardization (ISO) • Penandatanganan Pakta Integritas dari para pejabat • Melaksanakan keterbukaan Informasi Publik
6. Membuat layanan Pengaduan Publik baik secara elektronik (website, sms dan media sosial : Facebook,Twitter,BBM) ataupun konvensional (Wasakat, Wasnal / Inspektorat) • Percepatan pelaksanaan reformasi birokrasi untuk merubah pola pikir (mind set) dan budaya kerja (culture set) di jajaran birokrasi sehingga kesan aparat di mata masyarakat yaitu : lamban menyelesaikan pekerjaan, datang kantor terlambat, pulang kantor lebih awal, sering menggunakan fasilitas negara untuk kepentingan pribadi, birokrasi yang berbelit-belit, suka menerima suap /korupsi dapat dikurangi atau dihilangkan • Membuat MOU/Partnership dengan lembaga yang memiliki fungsi pengawasan seperti KPK dan Lembaga Ombudsman RI.