360 likes | 912 Views
Tantangan Pemikiran Islam Kontemporer Oleh ; Ahmad Arif Rifan, SHI., MSI. Apa arti penting materi ini?. Membangun Peradaban Islam Menjawab Tantangan Pemikiran. Tantangan Pemikiran Islam Kontemporer. Tantangan Peradaban Barat Masalah Kristenisasi Kolonialisme dan Imperialisme Modern
E N D
Tantangan Pemikiran Islam KontemporerOleh ; Ahmad Arif Rifan, SHI., MSI.
Apa arti penting materi ini? • Membangun Peradaban Islam • Menjawab Tantangan Pemikiran
Tantangan Pemikiran Islam Kontemporer • Tantangan Peradaban Barat • Masalah Kristenisasi • Kolonialisme dan Imperialisme Modern • Masalah Orientalisme • Masalah Kajian terhadap Al-Quran dan Tafsir Al-Quran • Masalah Studi Agama-agama • Masalah Pluralisme Agama
“… di saat sekarang ini selama beberapa waktu dunia Islam telah dihadapkan pada ancaman kemurtadan yang menyelimuti bayang-bayang di atasnya dari ujung ke ujung…Inilahkemurtadan yang telah melanda muslim Timur pada masa dominasi politik Barat, dan telah menimbulkan tantangan yang paling serius terhadap Islam sejak masa Rasulullah saw…” Syekh Abul Hasan Ali an-Nadwi, ulama besar India:
Iman wajib dijaga. Jangan mati kecuali dalam keadaan Islam. (3:101). Perlu mengetahui shirathal mustaqim dan jalan yang bengkok. Pepatah: ‘araftu asy-syarra laa li syarri wa laakin li tawqii’ihi’. Disamping tahu ilmu tentang gizi, juga perlu tahu ilmu penyakit; iman yang kokoh laksana pohon yang kokoh, maka disamping harus tahu ilmu agronomi juga harus tahu ilmu penyakit tanaman.
LIBERALISASI ISLAM Syariat Islam Konsep wahyu&Tafsir Aqidah Islam Pluralisme Agama Perombakan Syariat Islam DEKONSTRUKSI Legitimasi Kerusakan Akhlak, nilai, dan hukum Barat Dekonstruksi Islam sebgai Agama final dan benar
Al-Quran Bukan Lafdhan wa-Ma’nan dari Allah, tetapi kata-kata Muhammad Al-Quran adalah Rekayasa Politik Utsman AL-Quran Bukan KItab Suci DEKONSTRUKSI AL-QUR’AN -- Studi Kritik Quran Perlu Dibuat Al-Quran Baru: EDISI KRITIS AL-QURAN Al-Quran adalah Produk Budaya Arab Al-Quran masih Meninggalkan Sejumlah Masalah Mendasar
“Al-Quran bukan lagi dianggap sebagai wahyu suci dari Allah SWT kepada Muhammad saw, melainkan merupakan produk budaya (muntaj tsaqafi) sebagaimana yang digulirkan oleh Nasr Hamid Abu Zaid. Metode tafsir yang digunakan adalah hermeneutika, karena metode tafsir konvensional dianggap sudah tidak sesuai dengan zaman... ‘’ Hasil Penelitian Badan Litbang dan Diklat Depag tentang ‘Faham-faham keagamaan liberal pada masyarakat perkotaan’ di Yogyakarta (Dipresentasikan 14 Nov. 2006):
“Jika kita memahami konteks waktu turunnya ayat itu (QS 60:10. pen.), larangan ini sangat wajar mengingat kaum kafir Quraisy sangat memusuhi Nabi dan pengikutnya. Waktu itu konteksnya adalah peperangan antara kaum Mukmin dan kaum kafir. Larangan melanggengkan hubungan dimaksudkan agar dapat diidentifikasi secara jelas mana musuh dan mana kawan. Karena itu, ayat ini harus dipahami secara kontekstual. Jika kondisi peperangan itu tidak ada lagi, maka larangan dimaksud tercabut dengan sendirinya." (Buku Muslimah Reformis, 2005:63) Prof. Dr. Siti Musdah Mulia, Dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta
”..menarik sekali membaca ayat-ayat al-Qur'an soal hidup berpasangan (Ar-Rum, 21; Az-Zariyat 49 dan Yasin 36) disana tidak dijelaskan soal kelamin biologis, yang ada hanyalah soal gender (jenis kelamin sosial). Artinya, berpasangan itu tidak mesti dalam konteks hetero, melainkan bisa homo, dan bisa lesbian" (Siti Musdah Mulia)
“Soal pernikahan laki-laki non-Muslim dengan wanita Muslim merupakan wilayah ijtihadi dan terikat dengan konteks tertentu, diantaranya konteks dakwah Islam pada saat itu. Yang mana jumlah umat Islam tidak sebesar saat ini, sehingga pernikahan antar agama merupakan sesuatu yang terlarang. Karena kedudukannya sebagai hukum yang lahir atas proses ijtihad, maka amat dimungkinkan bila dicetuskan pendapat baru, bahwa wanita Muslim boleh menikah dengan laki-laki non-Muslim, atau pernikahan beda agama secara lebih luas amat diperbolehkan, apapun agama dan aliran kepercayaannya.” (A. Mun’im Sirry (ed.), Fiqih Lintas Agama, Paramadina&The Asia Foundation), 2004:164)
Hasil penelitian Depag …: • Tentang nikah beda agama: “Larangan nikah beda agama menurut Islam Liberal dipandang sudah tidak relevan lagi, karena sesuai dengan tuntunan Al-Quran bahwa Al-Quran menganut pandangan universal tentang martabat manusia yang sederajat, tanpa melihat perbedaan agama.”
DEKONSTRUKSI HUKUM “…apa bedanya pelacur dengan perempuan yang berstatus istri? Posisinya sama. Mereka adalah penikmat dan pelayan seks laki-laki. Seks akan tetap bernama seks meski dilakukan dengan satu atau banyak orang. Tidak, pernikahan adalah konsep aneh, dan menurutku mengerikan untuk bisa kupercaya.”
DEKONSTRUKSI HUKUM “Hanya orang primitif saja yang melihat perkawinan sejenis sebagai sesuatu yang abnormal dan berbahaya. Bagi kami, tiada alasan kuat bagi siapapun dengan dalih apapun, untuk melarang perkawinan sejenis. Sebab, Tuhan pun sudah maklum, bahwa proyeknya menciptakan manusia sudah berhasil bahkan kebablasan. Jika dulu Tuhan mengutus Luth untuk menumpas kaum homo karena mungkin bisa menggagalkan proyek Tuhan dalam penciptaan manusia (karena waktu itu manusia masih sedikit), maka sekarang Tuhan perlu mengutus “Nabi” untuk membolehkan kawin sejenis supaya mengurangi sedikit proyek Tuhan tersebut. Itu kalau Tuhan masih peduli dengan alam-Nya. Bagi kami, jalan terus kaum homoseks. Anda di jalan yang benar. (Redaksi Justisia).
DOSEN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) INJAK LAFADZ ALLAH(Majalah GATRA, edisi 7 Juni 2006)
Pada 5 Mei 2006, Sulhawi Ruba, 51 tahun, dosen mata kuliah Sejarah Peradaban Islam, di hadapan 20 mahasiswa Fakultas Dakwah, menerangkan posisi Al-Quran sebagai hasil budaya manusia. "Sebagai budaya, Al-Quran tidak sakral. Yang sakral adalah kalamullah secara substantif.” • "Sebagai budaya, • posisi Al-Quran • tidak berbeda • dengan rumput."
Ia lalu menuliskan lafaz Allah pada secarik kertas sebesar telapak tangan dan menginjaknya dengan sepatu. "Al-Quran dipandang sakral secara substansi, tapi tulisannya tidak sakral," katanya setengah berteriak, dengan mata yang sedikit membelalak.
“Agama tidak bisa “seenak udelnya” sendiri masuk ke dalam bidang-bidang itu (kesenian dan kebebasan berekspresi) dan memaksakan sendiri standarnya kepada masyarakat…Agama hendaknya tahu batas-batasnya.” (Ulil Abshar Abdalla).
LIBERAL JUDAISM Sinagog Yahudi Liberal Dr. Abraham Geiger Simbol Gay Yahudi Liberal Gay Yahudi
Ibnu Khaldun (1332-1406): • Al-Maghlub mula‘un abadan bi l-iqtida’ bi l-ghalib fi shi‘arihi wa ziyyihi wa milatihi wa sa’iri ahwalihi wa ‘awa’idihi (Yang kalah cenderung senantiasa meniru yang menang, baik dalam slogan, cara berpakaian, beragama dan seluruh gaya serta adat istiadatnya).
“pembaruanharusdimulaidenganduatindakan yang salingerathubungannya, yaitumelepaskandiridarinilai-nilaitradisionaldanmencarinilai-nilai yang berorientasi kemasadepan. Nostalgia, atauorientasidankerinduanpadamasalampau yang berlebihan, harusdigantidengan pandangankemasadepan. Untukitudiperlukansuatuprosesliberalisasi. Prosesitudikenakanterhadap “ajaran-ajarandanpandangan-pandangan Islam” yang adasekarangini...”(N. Madjid, “KeharusanPembaruanPemikiran Islam danMasalahIntegrasiUmat,” 3 Januari 1970). MODERNISME PEMBARUAN AGAMA LIBERALISASI AGAMA
Hasil penelitian Depag…: • Dalam masalah theologi, Islam Liberal berpendapat : ‘’Tuhan apapun yang disembah oleh umat, tidak menjadi masalah. Di sisi lain Tuhan tidak berhak menghukum manusia karena tidak menyembahnya (atheis), karena hal ini bukan wewenang Tuhan untuk mengatur manusia, karena sudah masuk dalam ruang privat.”
Tujuan mata kuliah “Hermeneutika dan Semiotika” di Program Studi Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri Jakarta: Hermeneutika menjadi Mata kuliah wajib Di Perguruan Tinggi Sebagai alternatif metode Penafsiran al-Quran “Mahasiswa dapat menjelaskan dan menerapkan ilmu Hermeneutika dan Semiotika terhadap kajian al-Qur’an dan Hadis”. (Referensi yang dianjurkan: (1) Josef Bleicher, Contemporary Hermeneutics: Hermeneutics as Method, Philosophy and Critique, (2) Umberto Eco, Semiotics and the Philosophy of Language, (3) H.G. Gadamer, L’art de conprehende: Hermeneitique et tradition philosophique.
“Tanpa menegasikan besarnya peran yang dimainkan Mushaf Utsmani dalam mentransformasikan pesan Tuhan, kita terlebih dulu menempatkan Mushaf Utsmani itu setara dengan teks-teks lain. Dengan kata lain, Mushaf itu tidak sakral dan absolut, melainkan profan dan fleksibel. Yang sakral dan absolut hanyalah pesan Tuhan yang terdapat di dalamnya, yang masih dalam proses pencarian.”
Taufik Adnan Amal (Dosen Ulumul Qur’an di Universitas Islam Negeri Makasar), menggagas Edisi Kritis al-Quran
DEKONSTRUKSI AQIDAH ISLAM PLURALISME AGAMA SEMUA AGAMA BENAR DAN JALAN YANG SAH MENUJU TUHAN
“Semua agama sama. Semuanya menuju jalan kebenaran. Jadi, Islam bukan yang paling benar.” (GATRA, 21 Desember 2002). “Dengan tanpa rasa sungkan dan kikuk, saya mengatakan, semua agama adalah tepat berada pada jalan seperti itu, jalan panjang menuju Yang Mahabenar. Semua agama, dengan demikian, adalah benar, dengan variasi, tingkat dan kadar kedalaman yang berbeda-beda dalam menghayati jalan religiusitas itu. Semua agama ada dalam satu keluarga besar yang sama: yaitu keluarga pencinta jalan menuju kebenaran yang tak pernah ada ujungnya.” (Kompas, 18-11-2002) Ulil Abshar Abdalla, mantan Koord. Jaringan Islam Liberal
والله اعلم بالصواب وأخير دعوانا أن الحمد لله رب العالمين