1 / 39

Cara Berfikir Etis

Cara Berfikir Etis. Dosen : Rudy Wawolumaja Disiapkan: Ferly David, M.Si. Kasus Parlin. Parlin meminta ijin kepada ayah dan ibunya untuk pergi ke pesta ulang tahun seorang temannya. Orangtuanya mengijinkan dengan satu syarat: Parlin sudah harus kembali di rumah sebelum jam 11 malam.

sybil
Download Presentation

Cara Berfikir Etis

An Image/Link below is provided (as is) to download presentation Download Policy: Content on the Website is provided to you AS IS for your information and personal use and may not be sold / licensed / shared on other websites without getting consent from its author. Content is provided to you AS IS for your information and personal use only. Download presentation by click this link. While downloading, if for some reason you are not able to download a presentation, the publisher may have deleted the file from their server. During download, if you can't get a presentation, the file might be deleted by the publisher.

E N D

Presentation Transcript


  1. Cara Berfikir Etis Dosen : Rudy Wawolumaja Disiapkan: Ferly David, M.Si.

  2. Kasus Parlin • Parlin meminta ijin kepada ayah dan ibunya untuk pergi ke pesta ulang tahun seorang temannya.

  3. Orangtuanya mengijinkan dengan satu syarat: Parlin sudah harus kembali di rumah sebelum jam 11 malam. • Parlin berjanji, lalu pergi.

  4. Tetapi apa yang terjadi? Ia baru kembali pukul 2.00 pagi.

  5. Parlin mengatakan, ia tidak ingin melanggar janjinya, tetapi ia tidak mempunyai pilihan lain. • Di Pesta, tidak ada seorangpun temannya yang pulang sebelum pukul 11. Ketika ia pamit, semua teman menertawakan dan mengejek dia. Karena itu, ia tidak jadi pulang. Ia tidak mau jadi malu.

  6. Dan sesudah itu, walau ia tahu bahwa ia sudah terlambat, ia masih harus mengantar dua teman wanitanya pulang. Maklum rumah mereka jauh dan hanya Parlin yang yang membawa mobil.

  7. Parlin berkata: “Saya mengakui salah, tetapi saya tidak bisa berbuat lain”.

  8. Mendengar itu, ayah Parlin berkata: “Parlin, aku memahami keadaanmu. Tetapi ketahuilah, bahwa janji adalah janji. • Dan janji harus ditepati. Apapun alasannya, engkau tetap bersalah. Dan karena itu, engkau harus dihukum.

  9. Ibu Parlin protes. “Aku tahu, bahwa si Parlin memang bersalah. Ia sudah mengakuinya. Tetapi mengapa ia harus dihukum. • Parlin toh tidak berbuat jahat. Maksudnya baik. Ia malah mengantar teman-teman wanitanya pulang. Ini kan perbuatan luhur?

  10. Siapa yang paling etis? Parlin, Ayah, atau Ibunya?

  11. Cara Berfikir Etis: Ayah Benar atau salah Tindakan benar jika sesuai dengan hukum atau aturan, dan salah jika melanggarnya Aturan / Hukum / Norma Parlin, kamu salah karena Tidak menepati janji

  12. Cara Berfikir Etis: Prinsip atau hukum mesti berlaku dalam keadaan apapun. Menaati prinsip berarti benar, melanggar prinsip berarti salah. Tidak ada kompromi. Cara berfikir deontologis memberi pegangan yang tegas dan jelas. Ayah Disebut: Deontologis

  13. Pemikir Deontologis Bertindaklah atas dalil bahwa apa yang anda lakukan itu sebagai hukum yang universal Immanuel Kant

  14. Persoalan dalam cara berfikir Deontologis: Bagaimana membuat hukum bagi setiap kemungkinan tindakan? Mis: Tindakan Membunuh Hukum “jangan membunuh”  Bagaimana: ketika perang?

  15. Hukum “Jangan Membunuh”: Bagaimana dengan Hukuman Mati bagi pelaku kejahatan besar? atau bela diri jika mendapat ancaman?

  16. Persoalan lain: Misalnya tentang Perjanjian Bisnis  Bagaimana diaturnya?

  17. Berfikir Deontologis bisa memunculkan Ekses negatif yaitu: Sikap Legalistik • Hukum tidak melayani manusia, tetapi manusia melayani hukum. • Perhatikan kasus berikut ini: LEGALISME:

  18. Kasus Nenek yang tergelincir di salju

  19. Kasus “safety belt”

  20. Cara Berfikir Etis: Ibu Baik atau Jahat Tindakan dinilai sebagai baik jika tujuannya baik, atau jahat jika tujuannya jahat. Parlin memang salah, tapi tidakjahat. Tujuannya baik. Tujuan & Akibat.

  21. Cara Berfikir Etis: Ibu Disebut: Teleologis • Hukum bukan diabaikan atau diacuhkan, tetapi itu bukan ukuran terakhir. Yang lebih penting adalah tujuan dan akibatnya. • Suatu tindakan baik, jika bertujuan dan berakibat baik. Sebaliknya, suatu tindakan jadi jahat, jika bertujuan dan berakibat jahat. • Kategorinya, buka “benar” atau “salah”, tetapi “baik” atau “jahat”.

  22. Pemikir Teleologis The greatest good for the greatest number (Sebuah tindakan baik jika bertujuan dan berakibat membawa kebaikan paling besar bagi sebanyak mungkin orang) John Stuart Mill

  23. Persoalan dalam berfikir secara Teleologis Bagaimana menentukan ukuran obyektif tentang tujuan yang baik atau jahat. Keputusan USA untuk berperang? Dikatakan itu keputusan baik, tetapi buat siapa?

  24. Berfikir Teleologis juga bisa memunculkan Ekses negatif, yaitu: Sikap Hedonistik • Hedonisme adalah sikap yang lebih mengutamakan kesenangan diri sendiri. • Sikap Hedonistik: Menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan (yaitu kebaikan bagi diri sendiri saja) • Perhatikan kasus dibawah ini: HEDONISME:

  25. Kasus Robin Hood.

  26. Kasus Kekerasan agama

  27. Cara Berfikir Etis: Parlin Tepat atau Tidak Tindakan disebut tepat atau tidak tepat sesuai dengan situasi dan kondisi. Situasi & Kondisi Saya mengakui salah, Tapi tidak bisa berbuat lain.

  28. Cara Berfikir Etis: Parlin Disebut: Kontekstual • Meletakkan situasi dan kondisi tertentu sebagai pertimbangan pokok. • Yang penting ditanyakan sebelum melakukan tindakan, bukanlah apa yang secara universal “benar” ataupun apa yang secara universal “baik”, tetapi apa yang secara kontekstual paling “bertanggungjawab”. • Perhatikan kasus dibawah ini:

  29. Kasus wanita yang terpaksa jadi pelacur karena dijerat oleh Germo

  30. Kasus orang yang terpaksa membunuh sopir yang ngebut

  31. Pemikir Kontekstual Yang paling penting bukanlah “apa yang secara universal benar atau baik”, tetapi apa yang secara kontekstual paling “bertanggung-jawab” Richard H. Niebhur

  32. Persoalan pada cara berfikir Kontekstual yaitu: sangat subyektif • Situasi dan kondisi (yang disebut memaksa) itu bersifat subyektif, (apakah sama sekali tidak ada pilihan tindakan?) • jadi bagaimana menentukan ukuran obyektif pada tindakan.

  33. Berfikir Kontekstual pun bisa memunculkan ekses negatif, yaitu: Sikap Situasional • Situasional, berarti sepenuhnya tergantng pada situasi dan kondisi. • Situasional sama dengan merelatifkan semua norma(relativisme) dan menempatkan pertimbangan diri sendiri secara mutlak(subyektivisme) • Perhatikan kasus dibawah ini: SITUASIONAL

  34. Kasus pembuatan SIM / Tilang.

  35. Kasus pengurusan pajak

  36. Jadi Bagaimana?

  37. Tidak ada cara berfikir yang “paling etis” karena masing-masing punya kekuatan dan kelemahan. Pilihannya tidak mudah (seperti memilih jalan selamat atau celaka).

  38. Seseorang bisa saja (seharusnya!) untuk suatu masalah menggunakan beberapa cara berfikir yang berbeda-beda

  39. Yang perlu diusahakan adalah tindakan apa yang paling benar, baik dan tepat.

More Related