451 likes | 783 Views
Cara Berfikir Etis. Dosen : Rudy Wawolumaja Disiapkan: Ferly David, M.Si. Kasus Parlin. Parlin meminta ijin kepada ayah dan ibunya untuk pergi ke pesta ulang tahun seorang temannya. Orangtuanya mengijinkan dengan satu syarat: Parlin sudah harus kembali di rumah sebelum jam 11 malam.
E N D
Cara Berfikir Etis Dosen : Rudy Wawolumaja Disiapkan: Ferly David, M.Si.
Kasus Parlin • Parlin meminta ijin kepada ayah dan ibunya untuk pergi ke pesta ulang tahun seorang temannya.
Orangtuanya mengijinkan dengan satu syarat: Parlin sudah harus kembali di rumah sebelum jam 11 malam. • Parlin berjanji, lalu pergi.
Parlin mengatakan, ia tidak ingin melanggar janjinya, tetapi ia tidak mempunyai pilihan lain. • Di Pesta, tidak ada seorangpun temannya yang pulang sebelum pukul 11. Ketika ia pamit, semua teman menertawakan dan mengejek dia. Karena itu, ia tidak jadi pulang. Ia tidak mau jadi malu.
Dan sesudah itu, walau ia tahu bahwa ia sudah terlambat, ia masih harus mengantar dua teman wanitanya pulang. Maklum rumah mereka jauh dan hanya Parlin yang yang membawa mobil.
Parlin berkata: “Saya mengakui salah, tetapi saya tidak bisa berbuat lain”.
Mendengar itu, ayah Parlin berkata: “Parlin, aku memahami keadaanmu. Tetapi ketahuilah, bahwa janji adalah janji. • Dan janji harus ditepati. Apapun alasannya, engkau tetap bersalah. Dan karena itu, engkau harus dihukum.
Ibu Parlin protes. “Aku tahu, bahwa si Parlin memang bersalah. Ia sudah mengakuinya. Tetapi mengapa ia harus dihukum. • Parlin toh tidak berbuat jahat. Maksudnya baik. Ia malah mengantar teman-teman wanitanya pulang. Ini kan perbuatan luhur?
Siapa yang paling etis? Parlin, Ayah, atau Ibunya?
Cara Berfikir Etis: Ayah Benar atau salah Tindakan benar jika sesuai dengan hukum atau aturan, dan salah jika melanggarnya Aturan / Hukum / Norma Parlin, kamu salah karena Tidak menepati janji
Cara Berfikir Etis: Prinsip atau hukum mesti berlaku dalam keadaan apapun. Menaati prinsip berarti benar, melanggar prinsip berarti salah. Tidak ada kompromi. Cara berfikir deontologis memberi pegangan yang tegas dan jelas. Ayah Disebut: Deontologis
Pemikir Deontologis Bertindaklah atas dalil bahwa apa yang anda lakukan itu sebagai hukum yang universal Immanuel Kant
Persoalan dalam cara berfikir Deontologis: Bagaimana membuat hukum bagi setiap kemungkinan tindakan? Mis: Tindakan Membunuh Hukum “jangan membunuh” Bagaimana: ketika perang?
Hukum “Jangan Membunuh”: Bagaimana dengan Hukuman Mati bagi pelaku kejahatan besar? atau bela diri jika mendapat ancaman?
Persoalan lain: Misalnya tentang Perjanjian Bisnis Bagaimana diaturnya?
Berfikir Deontologis bisa memunculkan Ekses negatif yaitu: Sikap Legalistik • Hukum tidak melayani manusia, tetapi manusia melayani hukum. • Perhatikan kasus berikut ini: LEGALISME:
Cara Berfikir Etis: Ibu Baik atau Jahat Tindakan dinilai sebagai baik jika tujuannya baik, atau jahat jika tujuannya jahat. Parlin memang salah, tapi tidakjahat. Tujuannya baik. Tujuan & Akibat.
Cara Berfikir Etis: Ibu Disebut: Teleologis • Hukum bukan diabaikan atau diacuhkan, tetapi itu bukan ukuran terakhir. Yang lebih penting adalah tujuan dan akibatnya. • Suatu tindakan baik, jika bertujuan dan berakibat baik. Sebaliknya, suatu tindakan jadi jahat, jika bertujuan dan berakibat jahat. • Kategorinya, buka “benar” atau “salah”, tetapi “baik” atau “jahat”.
Pemikir Teleologis The greatest good for the greatest number (Sebuah tindakan baik jika bertujuan dan berakibat membawa kebaikan paling besar bagi sebanyak mungkin orang) John Stuart Mill
Persoalan dalam berfikir secara Teleologis Bagaimana menentukan ukuran obyektif tentang tujuan yang baik atau jahat. Keputusan USA untuk berperang? Dikatakan itu keputusan baik, tetapi buat siapa?
Berfikir Teleologis juga bisa memunculkan Ekses negatif, yaitu: Sikap Hedonistik • Hedonisme adalah sikap yang lebih mengutamakan kesenangan diri sendiri. • Sikap Hedonistik: Menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan (yaitu kebaikan bagi diri sendiri saja) • Perhatikan kasus dibawah ini: HEDONISME:
Cara Berfikir Etis: Parlin Tepat atau Tidak Tindakan disebut tepat atau tidak tepat sesuai dengan situasi dan kondisi. Situasi & Kondisi Saya mengakui salah, Tapi tidak bisa berbuat lain.
Cara Berfikir Etis: Parlin Disebut: Kontekstual • Meletakkan situasi dan kondisi tertentu sebagai pertimbangan pokok. • Yang penting ditanyakan sebelum melakukan tindakan, bukanlah apa yang secara universal “benar” ataupun apa yang secara universal “baik”, tetapi apa yang secara kontekstual paling “bertanggungjawab”. • Perhatikan kasus dibawah ini:
Kasus wanita yang terpaksa jadi pelacur karena dijerat oleh Germo
Pemikir Kontekstual Yang paling penting bukanlah “apa yang secara universal benar atau baik”, tetapi apa yang secara kontekstual paling “bertanggung-jawab” Richard H. Niebhur
Persoalan pada cara berfikir Kontekstual yaitu: sangat subyektif • Situasi dan kondisi (yang disebut memaksa) itu bersifat subyektif, (apakah sama sekali tidak ada pilihan tindakan?) • jadi bagaimana menentukan ukuran obyektif pada tindakan.
Berfikir Kontekstual pun bisa memunculkan ekses negatif, yaitu: Sikap Situasional • Situasional, berarti sepenuhnya tergantng pada situasi dan kondisi. • Situasional sama dengan merelatifkan semua norma(relativisme) dan menempatkan pertimbangan diri sendiri secara mutlak(subyektivisme) • Perhatikan kasus dibawah ini: SITUASIONAL
Tidak ada cara berfikir yang “paling etis” karena masing-masing punya kekuatan dan kelemahan. Pilihannya tidak mudah (seperti memilih jalan selamat atau celaka).
Seseorang bisa saja (seharusnya!) untuk suatu masalah menggunakan beberapa cara berfikir yang berbeda-beda
Yang perlu diusahakan adalah tindakan apa yang paling benar, baik dan tepat.