20 likes | 229 Views
Resilience pada Wanita Bekerja Dra. Fifie Nurofia Psik., MM. Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha Bandung. Logo. Logo. Pendahuluan. Pembahasan.
E N D
Resilience pada Wanita Bekerja Dra. Fifie Nurofia Psik., MM. Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha Bandung Logo Logo Pendahuluan Pembahasan Multi peran yang melekat pada wanita bekerja, sarat dengan ekspekasi yang berbeda yang bisa terjadi pada waktu yang sama. Ekspektasi ini ini bisa berbentuk kompetisi maupun konflik (Backman & Seccord, 1974:431) . Kesulitan yang dihadapi oleh wanita bekerja ini ketika menghadapi kompetisi ekspektasi dan konflik adalah dirasakannya stress yang dapat berdampak pada melemahnya fisik, mental dan perilaku. Melemahnya fisik dapat menggejala dalam bentuk sakit fisik seperti nyeri punggung, sakit perut dan gangguan pencernaan, sakit kepala, dsb. Melemahnya mental terlihat dari munculnya kecemasan, kurang sabar, mudah lupa, sulit konsentrasi, sedih, pesimis, depresi, dsb. Sedangkan terganggunya perilaku akibat stress dapat berbentuk sulit tidur, mudah marah, menjauh dari lingkungan sosial, performance menurun/buruk, dsb (Maddi & Khoshaba, 2005:30). Resilience dapat tumbuh pada wanita bekerja ketika dia menghadapi konflik maupun kompetisi ekspektasi akibat multi peran yang dia lakoni dalam kesehariannya. Dengan tetap komit terhadap permasalahan yang dihadapinya, mereka akan engage secara total baik dalam pekerjaan, maupun dalam kehidupan keluarganya. Mereka tetap melibatkan diri dalam proses pelaksanaan tugas-tugas pekerjaannya, mereka juga akan tetap melibatkan diri dengan perkembangan putra-putrinya dan kebutuhan suaminya, dengan senantiasa membangun komunikasi yang berkualitas dengan keluarganya dan organisasi dimana mereka bekerja (commitment). Dengan terlibat langsung dalam proses pelaksanaan tugas maupun perkembangan kondisi keluarganya, maka mereka dapat mengendalikan outcome dari kedua faset kehidupannya tadi yaitu di pekerjaannya maupun di keluarganya (control). Dengan memperlakukan masalah sebagai tantangan melalui usahanya yang kontinu untuk memahami, belajar dan men-solusikan-nya (challenge), maka mereka memiliki keberanian dan motivasi untuk melakukan coping. Dampaknya adalah berkembangnya transformational coping skill dan social interaction, sehingga outcome yang dihasilkanya integritas keluarga dan tingkat produktivitas yang terjaga. Wanita merupakan tokoh sentral dalam kehidupan, karena mereka melahirkan dan mendidik generasi selanjutnya. Peran yang dilakoninya bukanlah sekedar melahirkan dan merawat melalui memberi makan dan minum tetapi memberikan kualitas pendidikan bagi putra-putrinya sehingga putra-putrinya ini kelak tumbuh tidak sekedar pandai dan berpendidikan tetapi memiliki integritas yang tinggi, serta memiliki bekal untuk selanjutnya mendidik cucu2 mereka. Sebagai istri, wanita diharapkan dapat memerankan lakon sebagai teman dan sahabat, dan sekaligus partner dalam berdiskusi dengan suami. Peran ini semakin rumit ketika mereka memasuki dunia kerja. Bekerja tidak sekedar mendapatkan penghasilan untuk membantu perekonomian keluarga, tetapi bekerja adalah merupakan personal identification dan self worth (Bandura, 1997:422). Untuk memenuhi ekspektasi ini, maka berkinerja secara optimal dan menjaga integritas keluarga menjadi prioritas utama. Apa artinya keberhasilan dipekerjaan jika tidak berhasil dalam menjaga keutuhan keluarga. Goal wanita bekerja ini tidak mudah untuk dicapai, berbagai kesulitan menghantam setiap saat pada waktu yang tidak direncanakan. Hantaman kesulitan ini dapat mengakibatkan wanita bekerja ini merasa tidak berdaya dan menyerah pada keadaan. Namun dilain pihak sejumlah wanita bekerja lainnya tetap tangguh menghadapi hantaman demi hantaman dengan tetap komit terhadap masalah yang dihadapinya, berusaha untuk mengendalikan output/hasil, dan berusaha untuk memahami, mempelajarinya dan mensolusikannya. Ketangguhan ini menurut Salvatore R. Maddi dan Deborah M. Khoshaba disebut sebagai resilience. Kajian teoretik ini akan membahas bagaimana multiple peran yang dihadapi wanita bekerja yang menjadi sumber kesulitan dan bagaimana resilience dapat mengubah kesulitan yang dihadapinya menjadi tantangan bahkan memenangkannya melalui aspek-aspeknya yaitu 3C (commitment, Control & Challenge). Bagan Kerangka Pikir Kerangka teoretik Resilience adalah kapasitas untuk bertahan dan berkembang dibawah situasi stress (Maddi & Khoshaba, 2005:27). Stress merupakan kondisi terdapatnya jarak antara apa yang diinginkan dan apa yang didapat. Terdapat 2 jenis stress yaitu stress yang akut dan kronis. Kedua jenis stress ini berdampak pada melemahnya fisik, mental dan perilaku. Disisi lain stress tidak selamanya buruk. Stress menarik keluar mekanisme untuk mengatasinya yang dikenal dengan coping stress. Ketrampilan coping stress berkembang seiring dengan terdapatnya keberanian dan motivasi untuk mengatasi stress yang dihadapi. Keberanian dan motivasi ini merupakan Hardiness atau Ketangguhan yang terbentuk melalui pola sikap yaitu Commitment, Control & Challenge. Hardiness mengubah keadaan yang stressfull menjadi peluang dan mendorong berkembangnya ketrampilan interaksi sosial, sehingga ia mampu menerima dan memberi bantuan dari dan kepada orang lain.Hardiness membantu individu yang mengalami stress, bangkit dan menghadapinya secara lebih bertanggung jawab. Ketangguhan ini selanjutnya menjamin outcome yang resilience. Hardiness ini merupakan hakekat dari resilience (Maddi & Khoshaba, 2005:27).Tetapi jika coping sudah dilakukan dan stress masih terus berlangsung, adakalanya individu akan jatuh ke perasaan tidak berdaya, dan menjauhkan diri dari sumber stress tsb. Individu seperti ini dikatakan lemah dalam ketangguhannya. Sikap Commitment merupakan sikap seseorang dalam memandang pekerjaannya sebagai penting dan pantas mendapatkan perhatian penuh, imajinasi dan upaya; sehingga dengan commitment ia akan engage secara total dalam pekerjaan dan kehidupan. Control merupakan usaha yang dilakukan untuk secara positif mempengaruhi outcome atas permasalahan yang terjadi pada diri seseorang. Dengan control ia dapat secara langsung men-transformasi-kan permasalahan melalui sumber daya yang ada. Challenge melihat permasalahan sebagai cara baru untuk menjalani dan memenuhi kehidupan, dengan berusaha memahami, belajar dan men-solusi-kannya. Masalah didekati dan bukan dihindari. Dengan challenge seseorang melihat permasalahan sebagai tantangan dan melihat peluang disetiap kesulitan yang dihadapinya. Keberanian dan motivasi dari ketiga attitude menghasilkan transformational coping skills dan social support skills. Pada Transformational coping, individu membuka perspektif sehingga situasi stress menjadi lebih tolerable, dan problem solving dapat dilakukan dalam situasi yang tidak panik atau depresif. Pada social support, individu menjaga relasi sosial dan mencegah terjadinya konflik interpersonal, dan menurut mereka problem merupakan peluang untuk memperkuat relasi sosial (Maddi & Khoshaba, 2005:18-19). Pada dasarnya setiap orang sudah memiliki kemampuan coping dan skill interaksi sosial, tetapi kemampuan menggunakannya yang berbeda. Menurut Maddi & Khoshaba, resilience dapat dilatihkan, sehingga setiap individu dapat memiliki ketangguhan untuk menghadapi masalah dan mengubahnya menjadi peluang. Pelatihan dilakukan dengan mengembangkan transformational coping dan supportivesocial interactions (Maddi & Khoshaba, 2005:44-45). Simpulan Wanita bekerja dengan multi peran yang berpotensi untuk mengalami konflik peran atau konflik ekspektasi dan kompetisi ekspektasi atas peran-peran yang melekat padanya. Konflik peran dan kompetisi ekspektasi yang dihadapinya dikesehariannya baik di pekerjaan maupun di kehidupan keluarganya, berdampak pada dirasakannya stress baik akut maupun kronis. Dengan resilience, wanita bekerja ini dapat menghadapi kesulitan yang dihadapinya dengan lebih berani dan termotivadi, sehingga mereka lebih tangguh dan dapat merubah kesulitan menjadi tantangan untuk dimenangkannya. Dengan demikian, keutuhan dan pendidikan di dalam keluarga maupun keberhasilan di pekerjaan dan karir dapat dipertahankan. Tanpa resilience, para wanita bekerja ini akan jatuh dalam keadaan tidak berdaya dan sulit untuk berhasil dalam mengatasi permasalahan demi permasalahan baik dalam keluarga maupun dalam pekerjaannya, disebabkan lemahnya motivasi dan keberanian untuk menghadapinya. Lemahnya ketangguhan akan resiliensi, dapat diatasi dengan pelatihan, sehingga wanita bekerja ini dapat lebih optimal dalam melaksanakan multiperannya, baik sebagai d tokoh sentral dalam keluarga maupun sebagai pekerja. Daftar pustaka • Bandura, Albert, 1997, pp. 422-476, “Self-Efficacy : The Exercise of Control”, W.H.Freeman & Company, New York. • Maddi, Salvatore R., & Khoshaba, Deborah M., 2005, “ Resilience at Work : How to Succeed No Matter What Life Throw at you”, American Management Association, New York. • Sears, David O., Peplau, Letitia Anne, Taylor, Shelley E.,, 1991, pp.455-460, “Social Psychology”, 7th edition, Prentice-Hall, Inc., Englewood Cliffs, New Jersey • Seccord, Paul F., & Backman, Carl W., 1974, pp. 420-456, “Social Psychology”, 2nd edition, McGraw-Hill Kogakusha, Ltd., Tokyo.