10 likes | 172 Views
12. menjadi kerangka orientasi hidupnya (Koeswara, 1992). Berdasar penelitian. Crurabaugh dan Maholick (dalam Koeswara, 1992) seseorang yang merasa. H l. hidupnya bermakna mampu menggunakan mekanisme pertahanan iaf secara.
E N D
12 menjadi kerangka orientasi hidupnya (Koeswara, 1992). Berdasar penelitian Crurabaugh dan Maholick (dalam Koeswara, 1992) seseorang yang merasa H l hidupnya bermakna mampu menggunakan mekanisme pertahanan iaf secara memadai dibanding dengan subjek yang kurang bermakna hidupnya. Penelitian yang dilakukan Crumbaugh dan Maholick tersebut mendukung pernyataan Bastaman mengenai sikap individu yang menghayati hidupnya bermakna. Bastaman (1995) mengatakan bahwa orang yang menghayati hidupnya bermakna menunjukkan kehidupan yang penuh gairah dan optimis, terarah, dan bertujuan, mampu beradaptasi, luwes dalam bergaul dengan tetap menjaga identitas diri dan apabila dihadapkan pada suatu penderitaan ia akan tabah dan menyadari bahwa ada hikmah di balik penderitaan. Pemeluk agama yang taat bila dihadapkan pada kejadian-kejadian hidup baik yang menyenangkan atau tidak akan dapat mengambil hikmahnya. Menurut Dull dan Skokan (dalam Koeswara, 1995), kejadian-kejadian yang dihadapi oleh subjek pemeluk agama tidak lagi menjadi suatu kejadian yang sembarangan, tetapi merupakan suatu peristiwa yang dituntut oleh kekuatan ilahiah yang tersembunyi. Dengan demikian mereka merasakan bahwa hidup yang dialaminya bukanlah tanpa arti. Bahkan kematian pun menjadi suatu kebersatuan dengan yang kekal dan yang Ilahiah. Tidak mampunya seseorang memaknai hidup dan kematian akan mengakibatkan kekosongan jiwa yang pada akhirnya akan menimbulkan ketidaksiapan dan ketakutan. Seseorang yang dapat menghayati hidupnya bermakna akan mampu mengatur diri dan membentuk harga diri yang kokoh. Seperti yang dikatakan