700 likes | 1.9k Views
TINDAK PIDANA PERBANKAN. TINDAK PIDANA PERBANKAN SEBAGAI BAGIAN DARI TINDAK PIDANA DI BIDANG EKONOMI. WHITE COLLAR CRIME
E N D
TINDAK PIDANA PERBANKAN SEBAGAI BAGIAN DARI TINDAK PIDANA DI BIDANG EKONOMI • WHITE COLLAR CRIME • TINDAK PIDANA YANG MEMPUNYAI MOTIF EKONOMI DAN LAZIMNYA DILAKUKAN OLEH ORANG YANG MEMPUNYAI KEMAMPUAN INTELEKTUAL DAN MEMPUNYAI POSISI PENTING DALAM MASY. ATAU PEKERJAANNYA
TINDAK PIDANA PERBANKAN DALAM UU PERBANKAN 7/1992 SEBAGAIMANA DIUBAH DENGAN UU 10/1998 2 JENIS: • KEJAHATAN • PELANGGARAN
APA PERBEDAANNYA? KEJAHATAN AKAN DIKENAKAN ANCAMAN HUKUMAN YANG LEBIH BERAT DIBANDINGKAN DENGAN PELANGGARAN
TINDAK PIDANA PERBANKAN DALAM UU PERBANKAN 7/1992 SEBAGAIMANA DIUBAH DENGAN UU 10/1998 PASAL 51 AYAT (1): “TINDAK PIDANA SEBAGAIMANA DIMAKSUD DALAM PASAL 46, 47, 48 (1), 49, PASAL 50, DAN PASAL 51 A ADALAH KEJAHATAN” PASAL 51 AYAT (2): “TINDAK PIDANA SEBAGAIMANA DIMAKSUD DALAM PASAL PASAL 48 AYAT (2) ADALAH PELANGGARAN”
KEJAHATAN PERBANKAN • PASAL 46 (1): PENGHIMPUNAN DANA DARI MASYARAKAT DALAM BENTUK SIMPANAN TANPA IJIN USAHA DARI BI • PASAL 47: TERKAIT DENGAN RAHASIA BANK • PASAL 48: INFORMASI / LAPORAN KEUANGAN BANK (MEMBUAT, MEMALSUKAN, MENGHILANGKAN, MENGUBAH, MENGABURKAN, MENYEMBUNYIKAN DLL) • PASAL 49 (2): MEMINTA ATAU MENERIMA, MENGIZINKAN, MENYETUJUI IMBALAN, KOMISI, UANG TAMBAHAN, PELAYANAN DLL. • PASAL 50: PIHAK TERAFILIASI
PELANGGARAN PERBANKAN PASAL 48 (2): ANGGOTA DEWAN KOMISARIS, DIREKSI, PEGAWAI BANK YANG LALAI MEMBERIKAN KETERANGAN YANG WAJIB DIPENUHI SEBAGAIMANA DIMAKSUD…..”
TINDAK PIDANA PERBANKAN DI LUAR UU PERBANKAN • KUHPIDANA BUKU II TENTANG KEJAHATAN DAN BUKU III TENTANG PELANGGARAN • UU 31/1999 JO. UU 20/2001 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI • UU 15/2002 JO. UU 25/2003 TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
PENDAHULUAN “OEANG” BUKAN HANYA UANG ORI, ADALAH OEANG, BUKTI EKSISTENSI NEGERI DI JAMANNYA, OEANG BUKAN HARTA SEMATA OEANG BUKAN HANYA UANG OEANG ADALAH KOMITMEN PERJUANGAN OEANG ADALAH BUKTI ADA PERJUANGAN OEANG ADALAH HARGA DIRI BANGSA.
Fungsi Uang • AWAL: alat tukar • PERKEMBANGAN:berfungsi: • ukuran umum dalam menilai sesuatu (common measure of value), • Sebagai aset likuid (liquid asset), • komponen dalam rangka pembentukan harga pasar (framework of the market allocative system), • faktor penyebab dalam perekonomian (a causative factor in the economy), dan • faktor pengendali kegiatan ekonomi (controller of the economy). (Glyn Davies, A History of Money From Ancient Times to the Present Day (2002))
Fungsi Uang (Presiden SBY) • Bagi bangsa kita, mencetak uang bukan sekedar melakukan kegiatan usaha di bidang jasa percetakan belaka. Tetapi, kegiatan itu juga merupakan bagian dari upaya Negara dalam menjaga dan mempertahankan ketahanan nasionalnya. • Uang suatu negara bukanlah sekedar alat pembayar, tetapi juga simbol dari suatu negara yang merdeka dan berdaulat.
Dasar Pemikiran Pengaturan Mata Uang oleh Bank sentral • Best practice di berbagai negara: fungsi dan tugas di bidang pengelolaan dan pengedaran uang dilakukan oleh bank sentral. • Pencetakan dan penerbitan uang oleh suatu negara tidak dapat semata-mata diterbitkan begitu saja, melainkan pencetakan dan penerbitan uang tersebut sangat terkait dengan kebijakan moneter suatu negara.
TUJUAN DAN TUGAS BI MENGATUR DAN MENJAGA KELANCARAN SISTEM PEMBAYARAN MENCAPAI & MEMELIHARA KESTABILAN NILAI RUPIAH MENETAPKAN & MELAKSANAKAN KEBIJAKAN MONETER MENGATUR & MENGAWASI BANK Ps 7 dan 8
TUGAS MENGATUR & MENJAGA KELANCARAN SISTEM PEMBAYARAN MENGATUR & MENJAGA KELANCARAN SISTEM PEMBAYARAN TUNAI DAN NON TUNAI . TUNAI : MENGEDARKAN, MENCABUT, MENARIK DAN MEMUSNAHKAN UANG, MENETAPKAN MACAM, HARGA, CIRI UANG YANG AKAN DIKELUARKAN NON TUNAI : MENGATUR DAN MENYELENGGARAKAN KLIRING SERTA PENYELESAIAN AKHIR TRANSAKSI PEMBAYARAN ANTAR BANK
KEWENANGAN MENGELUARKAN DAN MENGEDARKAN UANG • DI INDONESIA, LEMBAGA YANG MEMILIKI KEWENANGAN UNTUK MENGELUARKAN DAN MENGEDARKAN UANG RUPIAH SERTA MENCABUT, MENARIK, DAN MEMUSNAHKAN UANG DIMAKSUD DARI PEREDARAN ADALAH BANK INDONESIA. • LEMBAGA YANG MELAKUKAN PENCETAKAN UANG RUPIAH ADALAH PERUM PERURI.
INDISCHE MUNTWET 1912 • Di masa pemerintahan Hindia Belanda, pernah berlaku Indische Muntwet 1912 sebagai Undang-Undang yang mengatur tentang mata uang. • Tetap diberlakukan pada masa awal kemerdekaan Republik Indonesia hingga dinyatakan dicabut pada masa berlakunya UUDS 1950, yaitu dengan UU Darurat No. 20 Tahun 1951 tentang Penghentian Berlakunya “Indische Muntwet 1912” dan Penetapan Peraturan Baru tentang Mata Uang, yang lebih dikenal sebagai UU Mata Uang 1951.
UU NO. 13 TAHUN 1968 TENTANG BANK SENTRAL • Dengan UU ini maka UU tentang Mata Uang tahun 1951 dengan tambahan dan perubahannya dinyatakan tidak berlaku. • Sejak dicabutnya “UU Mata Uang eks UUDS 1950” itu, maka sejak tahun 1968 sampai dengan saat ini Indonesia tidak mempunyai UU yang khusus mengatur tentang mata uang.
DELIK KEJAHATAN TERHADAP MATA UANG • Wetboek van Strafrecht (Stbl.1915 No.732) yang kemudian diberlakukan atas dasar UU No.1 tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana Untuk Seluruh Wilayah Republik Indonesia.
PASAL 23 B UUD 1945 (PERUBAHAN KEEMPAT) • Macam dan harga mata uang ditetapkan dengan Undang-undang
Hukum Positif saat ini • Perangkat hukum yang berlaku pada dewasa ini yang mengatur tentang aspek-aspek mata uang: • UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2004 (UUBI) dan • Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang pada dasarnya merupakan peraturan yang dibuat pada masa pemerintah kolonial Belanda 100 tahun yang lalu (Stbl.1915 No.732).
UU BI NO 23 TAHUN 1989 DAN PERUBAHANNYA UU 3 TAHUN 2004 • Pengaturan dalam UUBI, yaitu: • Pasal 2, • Pasal 19 s.d 23, serta • Pasal 65 dan 66,
Pasal 2 • Mengatur mengenai: • satuan mata uang RI adalah Rupiah; • uang rupiah sebagai alat pembayaran yang sah (legal tender); • kewajiban untuk menggunakan dan menerima uang rupiah bagi setiap orang atau badan yang berada di wilayah NKRI; • pengecualian penggunaan uang rupiah.
Pasal 19. s.d. 23 • Mengatur mengenai kewenangan BI dalam: • menetapkan macam, harga, ciri, bahan, dan tanggal mulai berlakunya; • mengeluarkan, mengedarkan, mencabut, menarik, dan memusnahkan uang; • tidak memberikan penggantian atas uang yang hilang/musnah; • memberikan penggantian dengan nilai yang sama terhadap uang yang dicabut dari peredaran dalam batas waktu tertentu.
Pasal 65 dan 66 UUBI merumuskan bentuk pelanggaran serta ancaman pidana dan sanksi administratif, yaitu: • pelanggaran dengan sengaja terhadap kewajiban penggunaan uang rupiah diancam dengan pidana kurungan paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 3 (tiga) bulan, serta denda paling sedikit Rp 2.000.000,00 (dua juta rupiah) dan paling banyak Rp 6.000.000,00 (enam juta rupiah); dan
UU BI 19. s.d. 23 (Lanjutan) • pelanggaran karena sengaja menolak uang rupiah diancam dengan pidana kurungan paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun, serta denda paling sedikit Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp 3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
KUHP Pasal 244 • KUHP dalam Bab X tentang pemalsuan mata uang dan uang kertas pada Pasal-Pasal 244 s.d 252, mengatur delik kejahatan terhadap mata uang dan ancaman pidana, sebagai berikut: • Pasal 244: Barangsiapa meniru atau memalsu mata uang atau uang kertas dengan maksud untuk mengedarkan atau menyuruh edarkan, diancam dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun;
KUHP Pasal 245 • Pasal 245: Sengaja mengedarkan, menyimpan, memasukkan, dan menyuruh mengedarkan uang palsu, diancam dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun;
KUHP Pasal 246 • Pasal 246: Mengurangi nilai mata uang dengan maksud untuk mengeluarkan atau menyuruh edarkan, diancam karena merusak uang, diancam dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun;
KUHP Pasal 247 • Pasal 247: Sengaja mengedarkan mata uang yang dikurangi nilainya atau menyimpan atau memasukkan dengan maksud mengedarkan atau menyuruh edarkan, diancam dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun;
KUHP Pasal 249 • Pasal 249 (Pasal 248: dihapuskan atas dasar Stbl. 1938 No. 593): Sengaja mengedarkan uang yang dipalsu atau dirusak, diancam, kecuali yang ditentukan dalam Pasal 245 dan 247, dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau denda paling banyak tiga ratus rupiah.
KUHP Pasal 250 • Pasal 250: Membuat atau mempunyai persediaan bahan atau benda untuk meniru, memalsu atau mengurangkan nilai mata uang, diancam dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun atau denda paling banyak tiga ratus rupiah;
KUHP Pasal 250 bis • Pasal 250 bis: Dalam hal pemidanaan karena salah satu kejahatan yang diterangkan dalam bab ini, maka mata uang palsu, dipalsu atau dirusak; uang kertas negara atau bank yang palsu atau dipalsu; bahan-bahan atau benda-benda yang menilik sifatnya digunakan untuk meniru, memalsu atau mengurangkan nilai mata uang atau uang kertas, sepanjang dipakai untuk atau menjadi obyek dalam melakukan kejahatan, dirampas juga apabila barang-barang itu bukan kepunyaan terpidana;
KUHP Pasal 251 • Pasal 251: Dengan sengaja tanpa izin Pemerintah, menyimpan atau memasukkan ke Indonesia keping-keping atau lembar-lembar perak untuk dianggap sebagai uang, diancam dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak sepuluh ribu rupiah;
KUHP Pasal 252 - Pasal 252: Dalam hal pemidanaan karena salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 244-247 itu, dapat dicabut hak-hak tersebut pada Pasal 35 No. 1 – 4 yaitu: (i). hak memegang jabatan pada umumnya atau jabatan yang tertentu; (ii). hak memasuki angkatan bersenjata; (iii). hak memilih dan dipilih dalam pemilihan yang diadakan berdasarkan aturan-aturan umum; (iv). hak menjadi penasihat atau pengurus menurut hukum, hak menjadi wali, wali pengawas, pengampu atau pengampu pengawas atas orang yang bukan anak sendiri.
Beberapa kelemahan delik kejahatan terhadap mata uang dalam KUHP 1. Unsur Delik • Delik yang diatur dalam KUHP yang mencantumkan syarat “dengan maksud untuk mengedarkan atau menyuruh edarkan” dapat melemahkan penuntutan dalam hal uang palsu dimaksud belum diedarkan. • Seyogianya dengan terpenuhinya unsur meniru atau memalsu uang, maka delik tersebut telah memenuhi unsur pemalsuan uang. Sedangkan unsur mengedarkan seyogianya adalah merupakan unsur yang memberatkan.
Beberapa kelemahan delik kejahatan terhadap mata uang dalam KUHP 2. Tidak fokus pada timbulnya kerugian. • Dalam kasus pemalsuan uang rupiah, seharusnya tidak terfokus pada timbulnya kerugian setelah uang palsu tersebut diedarkan, akan tetapi haruslah dilihat pula dari sisi yang lain, yaitu bahwa uang rupiah adalah merupakan salah satu simbol kenegaraan, sehingga tindakan pemalsuan uang rupiah dapat pula dianggap sebagai kejahatan terhadap simbol negara. • Oleh karena itu, belum diedarkannya uang palsu dimaksud seyogianya tidak dijadikan alasan yang meringankan hukuman karena terdakwa belum menikmati hasil kejahatannya.
Fokus: Pemalsuan Uang • Seharusnya, yang dijadikan fokus adalah dengan telah selesainya perbuatan memalsukan uang rupiah, maka kejahatan tersebut telah selesai dilakukan. • Perbuatan mengedarkan uang palsu seharusnya adalah delik yang berdiri sendiri (terpisah dari perbuatan memalsukan uang), sehingga apabila pelaku pemalsuan uang juga sekaligus mengedarkan uang palsu tersebut, maka hukumannya harus lebih berat.
Pelaku Kejahatan Mata Uang • Kejahatan yang sifatnya tidak berdiri sendiri namun merupakan kejahatan yang terorganisir dengan baik, bahkan sangat mungkin merupakan kejahatan yang bersifat transnasional(transnational crime); • Pelaku tindak pidana di bidang mata uang pada umumnya dilakukan oleh para residivis. Hal ini kemungkinan karena hukuman yang dijatuhkan bagi para pelaku sangat ringan; • Pemalsuan terhadap mata uang memerlukan suatu proses yang cukup rumit, oleh karena itu biasanya pelaku tindak pidana pemalsuan uang tersebut dilakukan oleh orang-orang yang memiliki keahlian khusus.
Pentingnya penerapan sanksi yang berat : • Aspek Filosofis • Aspek Sosiologis • Aspek Ekonomi • Aspek Yuridis • Aspek Politis
Aspek Filosofis • Mata uang merupakan salah satu simbol negara dan mata uang mempunyai fungsi yang sangat penting bagi perekonomian suatu negara, yaitu sebagai: • alat tukar; • penyimpan nilai; • satuan hitung; • ukuran pembayaran yang tertunda (menghitung jumlah pembayaran pinjaman).
Aspek Sosiologis • Uang suatu negara haruslah dapat diterima oleh masyarakat sehingga ada kepercayaan masyarakat terhadap uang dimaksud.
Aspek Ekonomi • Pada umumnya korban kejahatan mata uang adalah masyarakat dengan kemampuan ekonomi yang rendah, misalnya pedagang kecil (warung/asongan). Apabila masyarakat tersebut mendapat uang palsu dari pembeli, hal tesebut tidak hanya menimbulkan kerugian sebesar jumlah uang palsu tersebut, tetapi dapat mengancam kelangsungan usahanya karena pedagang kecil/asongan pada umumnya tidak memiliki simpanan uang yang cukup untuk menutupi kerugian dimaksud.
Aspek Ekonomi-Security features uang • Bertujuan untuk menghindari pemalsuan uang • Diperlukan teknologi tinggi dengan biaya yang tinggi. Memerlukan keahlian dan kecermatan yang tinggi, • Merupakan kerugian bagi negara, karena harus meciptakan uang baru yg memiliki security fitures berbeda
Aspek Yuridis • Terkait dengan hal ini perlu diperhatikan pula konvensi internasional mengenai pemberantasan uang palsu, yaitu International Convention for the Suppression of Counterfeiting Currency and Protocol (Geneva, 1929) yang telah diratifikasi dengan UU No. 6 tahun 1981 tentang Pengesahan Konvensi Internasional mengenai Pemberantasan uang Palsu beserta Protokol.
Aspek Politis • Salah satu simbol kedaulatan suatu negara dan di dalamnya sekaligus terkandung makna menjaga kestabilan ekonomi nasional. • ORI pada masa mempertahankan kemerdekaan RI
Hukuman Terhadap Pelaku • Kejahatan terhadap mata uang perlu diberikan hukuman yang berat (setimpal) dengan mempertimbangkan lamanya jangka waktu beredarnya suatu emisi uang rupiah. Hukuman bagi pemalsu uang dikaitkan dengan jangka waktu edar suatu emisi uang agar para pemalsu tersebut setelah menjalani hukuman tersebut tidak dapat melakukan pemalsuan lagi terhadap uang rupiah dengan emisi yang sama.
Hukuman Tambahan • Selain itu, pidana penjara saja tidak cukup untuk menimbulkan efek jera, oleh karena itu terhadap para pemalsu uang perlu ditambahkan hukuman lain yaitu berupa penggantian kerugian materil yang diakibatkan oleh kejahatan tersebut. (biaya yg dikeluarkan oleh negara (Penegak Hukum) untuk mengungkap kasus cukup besar)
Ketentuan Pidana • Perlu ancaman pidana yang relatif berat (meliputi pidana penjara dan denda dengan batas minimum dan maksimum). • Dari berbagai kasus tindak pidana di bidang mata uang, hukuman pidana yang dijatuhkan kepada para pelaku berdasarkan peraturan perundang-undangan yang saat ini berlaku relatif rendah, sehingga tidak bersifat deterrent untuk mencegah terjadinya pemalsuan uang