1 / 14

Penyertaan dan Pengulangan dalam Melakukan Tindak Pidana

Penyertaan dan Pengulangan dalam Melakukan Tindak Pidana. Faiq Tobroni , SHI., MH. Pengertian dan Dasar Hukum. Penyertaan (DEELNEMING/COMPLICITY) diatur dalam Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP. , yang dibagi dibagi menjadi dua pembagian besar, yaitu:

glenna
Download Presentation

Penyertaan dan Pengulangan dalam Melakukan Tindak Pidana

An Image/Link below is provided (as is) to download presentation Download Policy: Content on the Website is provided to you AS IS for your information and personal use and may not be sold / licensed / shared on other websites without getting consent from its author. Content is provided to you AS IS for your information and personal use only. Download presentation by click this link. While downloading, if for some reason you are not able to download a presentation, the publisher may have deleted the file from their server. During download, if you can't get a presentation, the file might be deleted by the publisher.

E N D

Presentation Transcript


  1. PenyertaandanPengulangan dalam Melakukan Tindak Pidana FaiqTobroni, SHI., MH

  2. Pengertian dan Dasar Hukum • Penyertaan (DEELNEMING/COMPLICITY) diatur dalam Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP., yang dibagidibagi menjadi dua pembagian besar, yaitu: • Pembuat/Dader (Pasal 55) yang terdiri dari: a) pelaku (pleger); b) yang menyuruhlakukan (doenpleger); c) yang turut serta (medepleger); dan d) penganjur (uitlokker). • Pembantu/Medeplichtige (Pasal 56) yang terdiri dari: a) pembantu pada saat kejahatan dilakukan; dan b) pembantu sebelum kejahatan dilakukan. • Orang yang turut serta (Medepleger). • Penganjur (Uitlokker).

  3. Penjelasan • Pembuat/Dader . Pelaku adalah orang yang melakukan sendiri perbuatan yang memenuhiperumusan delik dan dipandang paling bertanggung jawab atas kejahatan. • Orang yang menyuruh lakukan (Doenpleger)adalah orang yang melakukan perbuatan dengan perantaraanorang lain, sedang perantara itu hanya digunakan sebagai alat. Dengandemikian ada dua pihak, yaitu pembuat langsung (manus ministra/auctor physicus), dan pembuat tidak langsung (manus domina/auctor intellectualis). • Unsur-unsur pada doenpleger adalah:a). alat yang dipakai adalah manusia; b). alat yang dipakai berbuat;danc.) alat yang dipakai tidak dapat dipertanggungjawabkan. Sedangkan hal-hal yang menyebabkan alat (pembuat materiel) tidak apatdipertanggungjawabkan adalah: a). bila ia tidak sempurna pertumbuhan jiwanya (Pasal 44); b) bila ia berbuat karena daya paksa (Pasal 48); c). bila ia berbuat karena perintah jabatan yang tidak sah (Pasal 51 (2)); d.) bila ia sesat (keliru) mengenai salah satu unsur delik; dan e). bila ia tidak mempunyai maksud seperti yang disyaratkan untuk kejahatanybs. Jika yang disuruhlakukan seorang anak kecil yang belum cukup umur makatetapmengacu pada Pasal 45 dan Pasal 47 jo. UU Nomor 3 Tahun 1997 tentang Peradilan Anak.

  4. Penjelasan 3. Orang yang turut serta (Medepleger) Medepleger menurut MvT adalah orang yang dengan sengaja turutberbuat atau turut mengejakan terjadinya sesuatu. Oleh karena itu, kualitasmasing-masing peserta tindak pidana adalah sama.Syarat adanya medepleger:a). ada kerjasama secara sadar kerjasama dilakukan secara sengaja untukbekerja sama dan ditujukan kepada hal yang dilarang undang-undang; danb). ada pelaksanaan bersama secara fisik, yang menimbulkan selesainya delikybs. 4. Penganjur (Uitlokker) Penganjur adalah orang yang menggerakkan orang lain untuk melakukansuatu tindak pidana dengan menggunakan sarana-sarana yang ditentukan olehundang-undang secara limitatif, yaitu memberi atau menjanjikan sesuatu, menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, kekerasan, ancaman, atau penyesatan, dengan memberi kesempatan, sarana, atau keterangan (Pasal 55(1) angka 2). Penganjuran (uitloken) mirip dengan menyuruhlakukan (doenplegen), yaitu melalui perbuatan orang lain sebagai perantara. Namun perbedaannya terletakpada: • Pada penganjuran, menggerakkan dengan sarana-sarana tertentu (limitatif)yang tersebut dalam undang-undang (KUHP), sedangkan menyuruhlakukanmenggerakkannya dengan sarana yang tidak ditentukan; • Pada penganjuran, pembuat materiel dapat dipertanggungjawabkan, sedangdalam menyuruhkan pembuat materiel tidak dapat dipertanggungjawabkan. Syarat penganjuran yang dapat dipidana a). ada kesengajaan menggerakkan orang lain; b). menggerakkan dengan sarana/upaya seperti tersebut limitatif dalam KUHP; c). putusan kehendak pembuat materiel ditimbulkan karena upaya-upaya tersebut; d). pembuat materiel melakukan/mencoba melakukan tindak pidana yangdianjurkan; dane). pembuat materiel dapat dipertanggungjawabkanPenganjuran yang gagal tetap dipidana berdasarkan Pasal 163 bis KUHP.

  5. Penjelasan 5. Pembantuan (Medeplichtige) Sebagaimana disebutkan alam Pasal 56 KUHP, Pembantuan ada duajenis: • Pembantuan pada saat kejahatan dilakukan. Cara bagaimana pembantuannya tidak disebutkan dalam KUHP.Ini mirip dengan medeplegen (turut serta), namun perbedaannya terletakpada: 1). pada pembantuan perbuatannya hanya bersifat membantu/menunjang,sedang pada turut serta merupakan perbuatan pelaksanaan; dan 2) pada pembantuan, pembantu hanya sengaja memberi bantuan tanpadisyaratkan harus kerja sama dan tidak bertujuan/berkepentingan sendiri, sedangkan dalam turut serta, orang yang turut serta sengaja melakukantindak pidana, dengan cara bekerja sama dan mempunyai tujuan sendiri; dan 3) pembantuan dalam pelanggaran tidak dipidana (Pasal 60 KUHP),sedangkan turut serta dalam pelanggaran tetap dipidana; dan4.)Maksimum pidana pembantu adalah maksimum pidana yangbersangkutan dikurangi sepertiga, sedangkan turut serta dipidana sama. • Pembantuansebelumkejahatandilakukan, yang dilakukandengan cara memberi kesempatan, sarana atau keterangan. Ini mirip dengan penganjuran(uitlokking). Perbedaannya pad niat/kehendak, pada pembantuan kehendakjahat pembuat materiel sudah ada sejak semula/tidak ditimbulkan olehpembantu, sedangkan dalam penganjuran, kehendak melakukan kejahatanpada pembuat materiel ditimbulkan oleh si penganjur.

  6. Pertanggungjawaban pembantu Berbeda dengan pertanggungjawaban pembuat yang semuanya dipidanasama dengan pelaku, pembantu dipidana lebih ringan dari pada pembuatnya,yaitu dikurangi sepertiga dari ancaman maksimal pidana yang dilakukan (Pasal57 ayat (1)). Jika kejahatan diancam dengan pidana mati atau pidana seumurhidup, pembantu dipidana penjara maksimal 15 tahun. Namun ada beberapacatatan pengecualian: • pembantu dipidana sama berat dengan pembuat, yaitu pada kasus tindak pidana: 1) membantu merampas kemerdekaan (Pasal 333 (4)) dengan cara memberitempat untuk perampasan kemerdekaan; 2) membantu menggelapkan uang/surat oleh pejabat (Pasal 415),;3) meniadakan surat-surat penting (Pasal 417). • pembantu dipidana lebih berat dari pada pembuat, yaitu tindak pidana: 1) membantu menyembunyikan barang titipan hakim (Pasal 231 (3)); 2) dokter yang membantu menggugurkan kandungan (Pasal 349); 3) Sedangkan pidana tambahan bagi pembantu adalah sama dengan pembuatnya(Pasal 57 ayat (3)) dan pertanggungjawaban pembantu adalah berdiri sendiri,tidak digantungkan pada pertanggungjawaban pembuat.

  7. C. Penyertaan yang tak dapat dihindarkan (Noodzakelijke Deelneming/Necessary Complicity) Penyertaan yang tak dapat dihindarkan terjadi apabila tindak pidana yang dilakukan tidak dapat terjadi tanpa adanya penyertaan dengan orang lain. Jadi tindak pidana itu terjadi kalau ada orang lain sebagai penyerta. Delik-delik yang termasuk dalam kategori ini adalah: • menyuap/membujuk orang lain untuk tidak menjalankan hak pilih (Pasal 149); • membujuk orang lain untuk masuk dinas militer negara asing (Pasal 238); • bigami (Pasal 279); • perzinahan (284); • melakukan hubungan kelamin dengan anak perempuan di bawah 15 tahun (Pasal 287); dan • menolong orang lain untuk bunuh diri (Pasal 345)

  8. Pengulangan

  9. Pengertian Pengulangan Tindak Pidana (Recidive)terjadi dalam hal seseorang yang melakukan tindak pidana danntelah dijatuhi pidana dengan suatu putusan hakim yang telah berkekuatanhukum tetap (in kracht van gewijsde), kemudian melakukan tindak pidana lagi. Sama seperti dalam concursus realis, dalam recidive terjadi beberapa tindakpidana. Namun dalam recidive telah ada putusan hakim yang telah berkekuatanhukum tetap. Recidive merupakan alasan yang dapat memperberat pemidanaan.Sebagai contoh, seperti yang diatur dalam Pasal 12 KUHP bahwa karenaalasan recidive pidana penjara boleh diputuskan sampai 20 tahun, walaupunsecara umum pidana penjara maksimum dijatuhkan selama 15 tahun. Recidive tidak diatur secara umum dalam Buku I "Aturan Umum", namundiatur secara khusus untuk sekelompok tindak pidana tertentu baik yang berupakejahatan dalam Buku II maupun pelanggaran dalam Buku III.

  10. Dasar Hukum dan Macam Recidive KUHP Indonesia saat ini menganut sistem recidive khusus, artinyapemberatan pidana hanya dikenakan terhadap pengulangan jenis tindak pidanatertentu saja dan dilakukan dalam tenggang waktu tertentu. KUHP membedakan recidive kejahatan ini menjadi dua kelompok besar,yaitu: a. Recidive kejahatan kelompok sejenis, yang tersebar dalam 11 pasalkejahatan KUHP, yaitu Pasal 137 (2), 144 (2), 155 (2), 157 (2), 161 (2), 163(2), 208 (2), 216 (2), 321 (2), 393 (2), dan 303 bis (2). Syaratnyasecaraumumadalah: 1). Kejahatan yang diulangi harus sama/sejenis; 2). Antara kejahatan yang terdahulu dengan kejahatan yang diulangi harustelah ada putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap; 3). Pelaku melakukan kejahatan pada waktu menjalankan pencaharian,kecuali Pasal 216, 303 bis dan 393; dan 4). Pengulangan tindak pidana dalam tenggang waktu tertentu, yaitu:a). 2 tahun sejak adanya putusan hakim yang tetap (Pasal 137, 144,208, 216, 303 bis, dan 321); danb). 5 tahun sejak adanya putusan hakim yang tetap (Pasal 155, 157,161, 163, dan 393).

  11. Macam Recidive Pemberatan pidana yang dapat dijatuhkan dalam recidive kejahatansejenis ini, juga tampak berbeda-beda, yaitu: • Pidana tambahan berupa pencabutan hak menjalankan pencahariannya; • Pidana pokok ditambah 1/3. • Pidana penjara dikalikan 2 X (berlaku khusus Pasal 393) b. Recidive kejahatan kelompok jenis Recidive kejahatan kelompk jenis diatur dalam Pasal 486, 487, dan 489KUHP. Dalam pasal-pasal tersebut dimasukkan beberapa kejahatan yangmasuk kelompok jenis, yaitu: • Pasal 486 tentang kejahatan terhadap harta benda dan pemalsuanyang terdiri atas:Pasal 244-248 (pemalsuan mata uang); Pasal 263-264 (pemalsuan surat); Pasal 362,363,365 (pencurian); Pasal 368 (pemerasan); Pasal 369 (pengancaman); Pasal 372,374,375 (penggelapan); Pasal 378 (penipuan); Pasal 415,417,425,432 (kejahatan jabatan); Pasal 480,481 (penadahan). • Pasal 487 tentang kejahatan terhadap orang yang terdiri atas:Pasal 131,140,141 (penyerangan dan makar kepada Kepala Negara); Pasal 338,339,340 (pembunuhan); Pasal 341,342 (pembunuhan anak); Pasal 344 (euthanasia); Pasal 347-348 (abortus); Pasal 351,353,354,355 (penganiayaan); Pasal 438-443 (kejahatan pembajakan pelayaran); Pasal 459-460 (insubordinasi). • Pasal 488 tentang kejahatan penghinaan dan yang berhubungandengan penerbit/percetakan, yakni: Pasal 134-137 (penghinaan kepada Presiden/Wakil Presiden); Pasal 142-144 (penghinaan kepada Kepala Negara sahabat); Pasal 207-208 (penghinaan kepada penguasa badan umum); Pasal 310-321 (penghinaan kepada orang pada umumnya); danPasal 483,484 (kejahatan penerbit/percetakan).

  12. Persyaratan Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk recidive kelompokjenis ini adalah: • Kejahatan yang diulangi harus termasuk dalam satu kelompok jenisdengan kejahatan terdahulu. Oleh karena itu, tidak dapat dikatakanrecidive jika orang melakukan pencurian (Pasal 362), kemudianmelakukan pembunuhan (Pasal 338), dan kemudian melakukanpenghinaan (Pasal 310). Kejanggalannya adalah adanya beberapa tindak pidana yang tidakdimasukkan dalam beberapa kelompok jenis ini, seperti Pasal 104(delik makar), Pasal 281-303 (delik-delik kesusilaan), Pasal 356 (bentuk) terkualifikasi tindak pidana Pasal 351-355), dan Pasal 349 (bentukterkualifikasi delik abortus Pasal 346-348). • Antara kejahatan yang terdahulu dengan kejahatan yang diulangi harustelah ada putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap. • Pidana yang pernah dijatuhkan hakim terdahulu berupa pidanapenjara.

  13. Persyaratan (2) • Tenggang waktu melakukan pengulangan tindak pidana adalah:a). belum lewat 5 tahun; b). belum lewat tenggang waktu daluwarsa kewenangan menjalankanpidana. Sebagaicontoh:Pada tahun 2000, A melakukan tindak pidana pembunuhan (Pasal 338)dijatuhi pidana penjara 10 tahun. Kemungkinan tenggang wakturecidivenya adalah: • Apabila A menjalani keseluruhan pidana, tenggangwakturecidivenya 2000 + 10 tahun + 5 tahun = 2015; • Apabila A menjalani sebagian, misalnya 5 tahun kemudian (tahun2005) A mendapatkan pelepasan bersyarat, maka tenggang wakturecidivenya 2000 + 5 + 5 = 2010; • Apabila A menjalani sebagian karena melarikan diri, misal setelah 7tahun di penjara A melarikan diri, maka tenggang waktu recidivenyaadalah sebelum tenggang waktu daluwarsa kewenanganmenjalankan pidana penjara terdahulu. Jadi tenggang wakturecidivenya = 2000 + 7 + 16 tahun = 2023. Dalam recidive kelompok jenis ini, pemberatan pidananya adalahancaman pidana pokok maksimum ditambah 1/3. Dalam Pasal 486 danPasal 487, yang dapat diperberat adalah pidana penjara. Sedangkandalam Pasal 488, pemberatan berlaku bagi semua jenis pidana pokok.

  14. Recidive Pelanggaran Recidive PelanggaranSama seperti recidive kejahatan, recidive pelanggaran dalam KUHPmenganut sistem recidive khusus, dalam arti bahwa hanya pelanggaran-pelanggaran tertentu saja yang dapat dijadikan recidive. Terdapat 14 jenis pelanggaran dalam KUHP yang jika dilakukan dipidanasebagai recidive, yaitu Pasal 489, 492, 495, 501, 512, 516, 517, 530, 536, 540,541, 544, 545, dan 549. Persyaratan recidive pelanggaran yang diatur dalammasing-masing pasal adalah: • pelanggaran yang diulangi harus sama atau sejenis.Khusus Pasal 492, dapat merupakan alasan recidive untuk pelanggaranPasal 536 dan sebaliknya. Pasal 302 dapat merupakan alasan recidiveuntuk pelanggaran Pasal 540 dan 541. • Antara pelanggaran yang terdahulu dengan pelanggaran yang diulangiharus telah ada putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap. • Belum tenggang waktu pengulangannya, yaitu: a) belum lewat waktu 1 tahun, untuk pelanggaran Pasal 489, 492, 495,536, 540, 541, 544, 545, dan 549; dan b). belum lewat waktu 2 tahun, untuk pelanggaran Pasal 501, 512, 516,517, dan 530.

More Related