180 likes | 360 Views
PENGARUH RANCANGAN RUANG KAWASAN PERUMAHAN PERKOTAAN TERHADAP EMISI CO2 Astuti.
E N D
PENGARUH RANCANGAN RUANG KAWASAN PERUMAHAN PERKOTAAN TERHADAP EMISI CO2Astuti [1]Disajikan dalam Lokakarya Temu Kenali faktor-faktor emisi CO2 Menuju kearah terbentuknya permukiman perkotaan tahun 2100 (UHS 2100) dengan emisi CO2 rendah. Di Bandung Tgl. 15 Maret 2005.[2] Peneliti pada Pusat Litbang Permukiman
Pengaruh Rancangan • Perancangan dapat membentuk dan mempengaruhi lingkungan dalam hal timbulan emisi CO2 dari sejak pembangunan hingga aktivitas yang berlangsung sesuai dengan fungsi bangunan maupun kawasan tersebut. • Proses pelaksanaan pembangunan, (walaupun hanyasatu kali pada saat pembangunan awal), namun peningkatan emisi CO2 dapat terus terjadi akibat dari : • aktivitas perbaikan, • penambahan bangunan, • perombakan bangunan, • aktivitas - aktivitas yang ditimbulkan akibat pemanfaatan bangunan dan kawasan, seperti : • Pencapaian • pengkondisian udara, • pencahayaan pada bangunan maupun kawasan.
Pencapaian • penelitian ini merupakan bagian dari aktivitas mengukur emisi CO2 melalui perancangan kawasan perumahan yang disebabkan oleh bahan yang dibuang ke lingkungan alam sebagai akibat dari aktivitas manusia dalam membentuk lingkungannya. • faktor pencapaian dari sebagian aktivitas yaitu : kerja, sekolah, pasar/supermarket/mall dan rekreasi di Perumnas Banyumanik (SMG) dan Antapani (BDG). • analisa aktivitas (SPSS) didasarkan pada data • Waktu tempuh • Moda • Jarak - Frekwensi
B. PERILAKU PENGGUNAAN MODA, DALAM KAITAN DENGAN JARAK DAN AKTIVITAS • Moda untuk menunjang aktivitas • Reduksi kebutuhan energi melalui jarak tempuh, moda dan aktivitas, dapat dilakukan dengan mengurangi kebutuhan transportasi, diantaranya melalui tatanan ruang mix use. • Perilaku penggunaan moda harus dikaitkan dengan pendapatan walaupun pembandingan kedua lokasi dilakukan pada kawasan yang diperuntukkan bagi masyarakat berpenghasilan rendah. • Membandingkan kawasan Banyumanik dengan Antapani, terlihat bahwa, walaupun kedua kawasan dibangun oleh Perumnas, terlihat bahwa dengan pola hidup yang berbeda, maka pemakaian energi baik untuk menunjang aktivitas maupun kebutuhan sehari-hari akan berbeda.
1 A B C 2 3 4. PERUMAHAN SARIJADI BANDUNG.
TATANANBANGUNAN • Sempadan samping cenderung dimanfaatkan untuk pengembangan. • Bangunan rumah di 6 lokasi di atas menunjukkan bahwa bangunan rumah merupakan bangunan satu lantai. Pengembangan bangunan menjadi 2 lantai pada umumnya tidak didasarkan pada kebutuhan tata masa dengan pertimbangan campuran tinggi rendah yang mengarah pada penghematan energi dalam skala kawasan. (Data site plan dan data jumlah lantai). • Orientasi bangunan terhadap angin, belum dibuktikan, namun berdasarkan kondisi site plan terlihat kecendurang akan pengabaian hal tersebut. • Bentuk tatanan kawasan cenderung berbentuk kluster, bukan berbentuk linier.
C. DENSIFIKASI DAN PEDESTRIANISASI • Densifikasi atau pemampatan dapat dilakukan untuk mengurangi kebutuhan transportasi. Dari keterkaitan antara jarak, tempat kerja, waktu tempuh dan moda yang digunakan, maka terlihat bahwa, penghuni kawasan Banyumanik bekerja tidak jauh dari tempat tinggal dan cenderung menggunakan moda jalan kaki sebagai penunjang aktivitas mereka. • Melakukan perjalanan dengan jalan kaki masih banyak dilakukan dalam kegiatan sehari - hari. Sebagai salah satu faktor penentu penurunan emisi, sangat disayangkan bahwa hal ini tidak ditunjang oleh penyediaan fasilitas pedestrian yang dapat mengakomodasi aktivitas jalan kaki khususnya di kawasan ini. Penyediaan sarana pedestrian pada umumnya di Indonesia, memang belum diperhatikan. • Penataan dengan fungsi beragam dalan satu tatanan kawasan (mixed use) di kawasan Banyumanik cenderung berhasil baik, disamping itu kebiasaan penduduk untuk menggunakan mass transportasi ikut mendukung penurunan emisi CO2.
D. REDUKSI KONSUMSI ENERGI • Dari hasil survey dan perhitungan konsumsi energi, terlihat bahwa pola penggunaan energi bahan bakar rumah tangga memperlihatkan bahwa kebiasaan penggunaan tergantung dari pola tatanan bangunan khususnya pencapaian. • Faktor kebiasaan sehari-hari penggunaan energi gas untuk memasak, belanja setiap hari dan memasak setiap hari, masih merupakan pola umum saat ini dan ditemui pada hampir seluruh kawasan yang disurvey. Penggunaan listrik untuk masak listrik belum diminati, padahal penggunaan bahan bakar listrik jauh lebih baik daripada gas terlebih lagi dibandingkan dengan bahan bakar minyak tanah. Kebiasaan memasak setiap hari dengan mengkonsumsi bahan bakar yang diakibatkan oleh transportasi dan energi untuk memasak juga masih merupakan faktor penentu besarnya emisi rumah tangga dalam skala local. Kebiasaan mengurangi masak dengan berbelanja makanan matang seperti ke warung atau kantin masih belum menjadi pola hidup. Hal ini terlihat dari frekwensi ke pasar yang dilakukan setiap hari.
Penutup • Besaran emisi CO2 di lingkungan perumahan dalam kaitan dengan tata ruang perumahan perkotaan, sangat erat kaitannya dengan penentuan jarak capai, moda yang digunakan dan frekuensi. Meminjam data jarak capai, waktu tempuh dan jenis moda, terlihat bahwa faktor kebiasaan dan perilaku cukup berperan. (Hal ini terlihat dari jarak tempuh yang sama akan menghasilkan penggunaan moda yang berbeda).