1 / 47

PENEGAKAN HUKUM keperdataan

Mas Achmad Santosa Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) / FAKULTAS HUKUM UI. PENEGAKAN HUKUM keperdataan. PUBLIC INTEREST (CIVIL) LITIGATION GUGATAN PUBLIK KEPERDATAAN.

aleda
Download Presentation

PENEGAKAN HUKUM keperdataan

An Image/Link below is provided (as is) to download presentation Download Policy: Content on the Website is provided to you AS IS for your information and personal use and may not be sold / licensed / shared on other websites without getting consent from its author. Content is provided to you AS IS for your information and personal use only. Download presentation by click this link. While downloading, if for some reason you are not able to download a presentation, the publisher may have deleted the file from their server. During download, if you can't get a presentation, the file might be deleted by the publisher.

E N D

Presentation Transcript


  1. Mas Achmad Santosa Indonesian Center for Environmental Law (ICEL)/ FAKULTAS HUKUM UI PENEGAKAN HUKUM keperdataan

  2. PUBLIC INTEREST (CIVIL) LITIGATIONGUGATAN PUBLIK KEPERDATAAN • Public Interest: “something in which the public, the community at large, has some pecuniary interest, or some interest by which their legal rights or liabilities are affected”. • ..........Interest shared by citizens generally in affairs of local, state or national government.... (Black’s Law Dictionary, 6th Edition)

  3. Karakteristik PICIL • Berkaitan dengan hajat hidup orang banyak (lingkungan hidup/sumber daya alam, pertanahan/kepemilikan masyarakat, perlindungan konsumen, hak-ha sipil dan politik dan ekosob); • Jumlah penggugatnya banyak (mass plaintiffs) atau mengatasnamakan banyak orang (joinder atau CA); • Menggunakan cara-cara yang kreatif misalnya intervensi dengan penggunaan “amicus curiae” (friends of the court) • Jumlah penggugat tidak terlalu banyak namun berdampak terhadap kebijakan publik (misalnya gugatan konstitusional ke MK atau judicial review ke MA)

  4. PERBEDAAN FUNGSI PENEGAKAN HUKUM PERDATA, PIDANA DAN ADMINISTRATIF

  5. PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN KEPERDATAAN (UU 32/2009) • Penyelesain Sengketa Lingkungan di Luar Pengadilan (84-86) • Perbuatan Melawan Hukum (87) • Pertanggungjawaban Mutlak/SL (88) • Kadaluwarsa Gugatan dan Pengecualian (89) • Hak Gugat Pemerintah/Pemda (90) • Class Actions (91) • Hak Gugat LSM (Pasal 92)

  6. LEGAL STANDING • The right of a plaintiff to be considered an appropriate party to instigate the particular proceedings. In rulling on the issue of standing the court makes no decision as to whether the rights, duties or obligation being asserted in the proceedings exist in law, whether the fact alleged are true....The court merely address the issue whether the legal remedy should be denied to the plaintiff on the sole ground that he or she is not an appropriate party to have commenced the proceeding (The Australian Law Reform Commission/ALRC). • Standing to sue means that party has sufficient stake in an otherwise justiciable controversy to obtain judicial resolution of the controversy (Sierra Club Vs Morton, 1972)

  7. LATARBELAKANG FILOSOFIS, YURIDIS, SOSIOLOGIS • Should Trees Have Standing?: Toward Legal Rights for Natural Objects (Stone, 1972) • Access to Justice (Access to Appropriate Forum untuk melindungi hak masyarakat) • Kecenderungan (trend) dalam Sistem dan Praktek Hukum di Negara-Negara dengan sistem Hukum Anglo Saxon (Amerika, Australia) maupun Civil Law (Belanda) perlunya liberalisasi hak gugat

  8. HAK GUGAT BERDASARKAN SISTEM HUKUM NASIONAL • UU No. 32/2009 tentang Pengelolaan & Perlindungan Lingkungan Hidup • UU No.41/1999 tentang Kehutanan • UU No. 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen • UU No. 18/2008 tentang Pengelolaan Sampah

  9. HAK GUGAT LSM • Persyaratan (full legal capacity, by laws dan bonafide) • Ruang lingkup tuntutan (tindakan-tindakan tertentu yang bersifat bukan kompensasi finansial, dan out of pocket expenses)

  10. Hak Gugat Organisasi PersampahanPasal 37 UU 18/2008 tentang Pengelolaan Sampah • Organisasi persampahan berhak mengajukan gugatan untuk kepentingan pengelolaansampah yang aman bagi kesehatan masyarakat dan lingkungan. • Hak mengajukan gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terbatas pada tuntutanuntuk melakukan tindakan tertentu, kecuali biaya atau pengeluaran riil. • Organisasi persampahan yang berhak mengajukan gugatan sebagaimana dimaksudpada ayat (1) harus memenuhi persyaratan: • berbentuk badan hukum; • mempunyai anggaran dasar di bidang pengelolaan sampah; dan • telah melakukan kegiatan nyata paling sedikit 1 (satu) tahun sesuai dengan anggarandasarnya.

  11. Penjelasan Pasal 37: • Ayat (1)Organisasi persampahan merupakan kelompok orang yang terbentuk atas kehendakdan keinginan sendiri di tengah masyarakat yang tujuan dan kegiatannya meliputibidang pengelolaan sampah. • Ayat (2)Yang dimaksud dengan biaya atau pengeluaran riil adalah biaya yang secara nyatadapat dibuktikan telah dikeluarkan oleh organisasi persampahan. • Ayat (3)Cukup jelas

  12. HAK GUGAT BERDASARKAN SISTEM HUKUM BELANDA • UU GROEP ACTIE (Staatsbad 1994, 269) Pasal 3: 305A & 305B KUH PERDATA BELANDA • Persyaratan • Formal Association/ Badan Hukum (Foundation/Stichting) • Kepentingan yang diperjuangkan melalui gugatan harus terdapat dalam wilayah yang ditentukan secara spesifik dalam anggaran dasar • Kewajiban konsultasi/ pembicaraan dengan calon tergugat (Prior talks/ consultation) • Gugatan harus termasuk wilayah kepentingan publik • Monetary damages tidak dapat dituntut

  13. HAK GUGAT & PUTUSAN PENGADILAN INDONESIA • WALHI vs PT IIU dan 5 Instansi Pemerintah (PN Pusat) • Kasus Pra Peradilan WALHI Dkk Vs Kejaksaan Negeri Mojokerto (PN Mojokerto) • WALHI Dkk Vs Presiden RI (Dana Reboisasi), PTUN Jakarta • Rommy Fibri (AJI) Vs Gubernur DKI Jakarta (PN Pusat)

  14. CLASS ACTIONS (GUGATAN PERWAKILAN KELOMPOK) • Prosedur beracara dalam persidangan perdata yang memberikan hak prosedural terhadap satu atau sejumlah kecil orang untuk bertindak sebagai penggugat mengatasnamakan mereka sendiri, sekaligus mengatasnamakan kepentingan puluhan, ratusan, ribuan, ratusan ribu bahkan jutaan orang lainnya yang mengalami penderitaan dan kerugian yang sama dengan yang mewakilinya • Satu atau sejumlah kecil orang yang tampil sebagai penggugat disebut sebagai wakil kelas (class representatives). Sedangkan jumlah orang banyak yang diwakilinya bertindak sebagai penggugat absentee yang disebut sebagai anggota kelas (class members).

  15. CLASS ACTIONS (GUGATAN PERWAKILAN KELOMPOK) • Gugatan perwakilan memiliki legitimasi penggunaannya dalam suatu kondisi dimana upaya hukum (gugatan perdata) yang diajukan melibatkan jumlah korban (yang mengalami kerugian) sangatlah banyak sehingga tidak efisien dan praktis apabila diajukan secara individual, terpisah-pisah, berulang-ulang atau diajukan secara gabungan (mass joinder) dalam satu gugatan berdasarkan hukum prosedur konvensional.

  16. Wakil Kelas (Penggugat aktif) 1,2 or 5 Kuasa Hk/Lawyer OPT OUT (setelah notifikasi) Anggota Kelas (Penggugat Pasif) Perkiraan jumlah korban identified unidentified Surat Kuasa KORBAN Tdk ada surat kuasa Harus memenuhi syarat Adequacy of Representation (kelayakan wakil) Kualitas , Bonafiditas & Integritas

  17. Surat Kuasa khusus Wakil Kelas (Penggugat aktif) 1,2 or 5 Kuasa Hk/Lawyer • Ganti Kerugian (monetary damages) • Individual • Kolektif • tindakan-tindakan untuk mencegah atau menaggulangi (injunction)

  18. MANFAAT CLASS ACTION

  19. DASAR HUKUM PENGGUNAAN CA • Prinsip • UU No. 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman Pasal 2 ayat 4 (Bab II Azas Penyelenggaraan Kekuasaan Kehakiman) : “ …Peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat dan biaya ringan” • Acara - Perma No. 1/2002 tentang Acara Gugatan Perwakilan Kelompok

  20. KETENTUAN UMUM YANG MEMBOLEHKAN CA UU Nomor32tahun2009tentangPengelolaan& Perlindungan LingkunganHidup • Pasal91: • “Masyarakat berhak mengajukan gugatan perwakilan kelompok untuk kepentingan dirinya sendiri dan/atau untuk kepentingan masyarakat apabila mengalamai kerugian akibat pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup” • Gugatan dapat diajukan apabila terdapat kesamaaan fakta atau peristiwa, dasar hukum, serta jenis tuntutan di antara wakil kelompok dan anggota kelompoknya • Ketentuan mengani hak gugat masyarakat dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan

  21. KETENTUAN UMUM YANG MEMBOLEHKAN CA UU Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen • Pasal 46 ayat 1: “Gugatan atas pelanggaran pelaku usaha dapat dilakukan oleh: • ……………. • Sekelompok konsumen yang mempunyai kepentingan yang sama “ • Penjelasan: “….Undang-undang ini mengakui gugatan kelompok atau class action. Gugatan kelompok atau class action harus diajukan oleh konsumen yang benar-benar dirugikan dan dapat dibuktikan secara hukum , salah satu diantaranya adalah adanya bukti transaksi…”

  22. KETENTUAN UMUM YANG MEMBOLEHKAN CA UU No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan • Pasal 71 ayat 1: “Masyarakat berhak mengajukan gugatan perwakilan ke pengadilan dan atau melaporkan ke penegak hukum terhadap kerusakan hutan yang merugikan kehidupan masyarakat” • Pasal 71 ayat 2: “ Hak mengajukan gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terbatas pada tuntutan terhadap pengelolaan hutan yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku”

  23. KETENTUAN UMUM YANG MEMBOLEHKAN CA UU No 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah (Pasal 36) • Masyarakat yang dirugikan akibat perbuatan melawan hukum di bidang pengelolaan sampahberhak mengajukan gugatan melalui perwakilan kelompok. Penjelasan: • Gugatan perwakilan kelompok dilakukan melalui pengajuan gugatan oleh satu orang ataulebih yang mewakili diri sendiri atau mewakili kelompok.

  24. Praktek Class Actions • Pra Pengakuan UU • Pasca Pengakuan UU

  25. KASUS-KASUS YANG MENGGUNAKAN PROSEDUR GUGATAN PERWAKILAN PraPengakuan Class Action • Kasus Mukhtar Pakpahan Vs. Gubernur DKI Jakarta & Kakanwil Kesehatan DKI(1988) (Kasus endemi demam berdarah) • KasusRO Tambunan Vs BentoelRemaja, PerusahaanIklan, dan Radio SwastaNiagaPrambors (1987) • Kasus 9 orang buruh PT.Patal Senayan (mewakili 1200 orang buruh lainnya) Vs. PT. IndustriSandang I (tahun1992di PN. Jakarta Selatan) • Kasus YLKI Vs PT.PLN Persero (No. 134/PDT.G/1997/PN.Jkt Sel) • (kasuspemadamanlistrik se Jawa-Bali)

  26. KASUS-KASUS YANG MENGGUNAKAN PROSEDUR GUGATAN PERWAKILAN Pasca Pengakuan Class Action • Gugatan 27 nelayan mewakili 1.145 KK Vs. 3 perusahaan badan hukum di Metro Lampung (Perkara No. 134/PDT.G/1997/PN.Jkt Sel); • Gugatan Yulika Erika Sipayung mewakili 1.016. 929 penduduk Kabupaten Tuban Vs. Komisi A DPRD Tuban (Perkara No.55/PDT.G/2000/PN.Tuban); • Gugatan Yayasan LBH Riau (Firdaus Basyir) Vs. 4 Perusahaan Perkebunan di Riau (kasus asap akibat kebakaran hutan & lahan) (No. 32/PDT/G/2000/PN/PBR).

  27. KASUS-KASUS YANG MENGGUNAKAN PROSEDUR GUGATAN PERWAKILAN Pasca Pengakuan Class Action • 139 orang penarik Becak mewakili juga 5000 orang penarik becak di DKI Jakarta Vs. Pemerintah RI c.q. Menteri Dalam Negeri c.q. Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta (Perkara No. 50/PDT.G./2000/PN. JKT.PST) • Gugatan 37 warga Deli Serdang Vs DPRD Kabupaten Deli Serdang dan Bupati Deli Serdang (Perkara No. 134/PDT.G/2001/PN.LP); • Gugatan Ali Sugondo Cs (10 orang) mewakili 34 juta penduduk Jawa Timur Vs. 18 anggota Komisi B DPRD Propinsi Jawa Timur (kasus perjalanan studi banding para anggota DPRD Jawa Timur) (perkara No.593/pdt.G/2000/PN.SBY;

  28. KASUS-KASUS YANG MENGGUNAKAN PROSEDUR GUGATAN PERWAKILAN Pasca Pengakuan Class Action • Gugatan Didik Hadiyanto Cs (26 orang) Vs. Saleh Ismail Mukadar SH (anggota DPRD Jawa Timur) dalam kasus “Pernyataan Surabaya Kota Pelacur, Kota Sampah, dan Kota Banjir” (Perkara No. 210/Pdt.G/2001/P.N. SBY)

  29. PEMBELAJARAN PRAKTEK CA DI INDONESIA •  Penggugat, tergugat maupun pengadilan masih terjebak pada pemikiran bahwa class action identik dengan gugatan organisasi (public interest organization); • Format gugatan seringkali tidak menjelaskan karakteristik sebagai sebuah gugatan CA (tidak mendefinisikan kelas, letak kesamaan antara wakil kelas dan anggota kelas, dan tuntutan yang diajukan serta cara pendistribusiannya) • Pada masa pra pengakuan CA, pada umumnya gugatan CA ditolak dengan alasan hukum acara belum mengatur, atau menganggap CA hanya relevan pada sistem hukum tertentu (anglo saxon);

  30. PEMBELAJARAN PRAKTEK CA DI INDONESIA • Penggugat class action beranggapan bahwa penentuan wakil kelas dalam jumlah yang besar akan lebih menguntungkan secara politis (menimbulkan efek tekanan publik) dibandingkan dengan jumlah yang kecil. Dengan perkataan lain, penggugat tipe ini lebih mementingkan “gaung politis” dibandingkan dengan mengajukan prosiding dengan cara yang praktis (tidak memikirkan konsekuensi dalam menanggung beban pembuktian) • Penentuan diterima/tidak diterimanya class action dilakukan pada timing yang berbeda-beda: • Pada saat sebelum persidangan/pre proceeding • Diakhir persidangan bersamaan dengan putusan pokok perkara

  31. PEMBELAJARAN PRAKTEK CA DI INDONESIA • Mekanisme penentuan kelas dipahami secara berbeda-beda: opt in, opt out atau kedua-duanya sehingga membingungkan ; • Beberapa pengadilan telah menerapkan mekanisme pemberitahuan, akan tetapi apa (isi pemberitahuan), bagaimana pemberitahuan dilakukan (cara pemberitahuan), siapa yang melakukan pemberitahuan, serta bilamana pemberitahuan harus dilakukan – dipahami oleh penggugat, tergugat maupun pengadilan secara bervariasi dan seringkali dianggap elemen yang tidak menentukan keabsahan proses;

  32. PEMBELAJARAN PRAKTEK CA DI INDONESIA • Pengumuman, kalaupun dipahami perlu ada, seringkali dipersepsikan sebagai pengumuman yang harus dilakukan lewat media masa cetak (implikasi pembiayaan); • Penggugat, andaikatapun terdapat perintah pengadilan untuk mengumumkan, tidak bersedia mengumumkan di media masa dikarenakan persoalan biaya pengumuman; • Penerapan mekanisme pelaksanaan putusan sudah mulai diterapkan dengan memperkenalkan pembentukan Tim/Panel (independen) untuk melakukan verifikasi dan pendistribusian ganti kerugian (putusan ini masih dalam tahap banding sehingga belum dapat dilaksanakan);

  33. TAHAPAN (IDEAL) PROSIDING CA • TahapPersiapan (antara lain memilihwakilkelas, perencanaanbagaimanamengelolakelas) • TahapPenentuanKelayakanGugatansebagai Class Action • TahapPenetapanpertanggungjawaban (pascapengakuan) • Unsurkesalahan • Unsurkerugian • Unsurkausalitas • TahapPenentuanGantikerugian (pascapengakuan) • (Jenis, bentukdanbesarnya) • TahapAdministrasiPenyelesaiangantikerugian (disbursement)

  34. PENGATURAN (IDEAL) GUGATAN CA • Kriteria Class Action (CA) • Persyaratan surat gugatan • Timing Pemeriksaan • Ada/tidaknya permohonan khusus CA • Opt-in atau Opt out • Pengaturan tentang duplikasi gugatan • Pemberitahuan (Notifikasi) • Beban Biaya Pemberitahuan • Bentuk keputusan diterima/ tidak diterimanya CA • Sisa ganti kerugian • Administrasi pelaksanaan ganti kerugian

  35. PERTANGGUNG JAWABAN KEPERDATAAN (LIABILITY)

  36. LIABILITY (PERTANGGUNG JAWABAN) • Liability based on fault (PMH) Pertanggung jawaban berdasarkan kesalahan (liability based on fault/ perbuatan melawan hukum) • Liability without fault (Strict liability) Pertanggungjawabantanpakesalahan (liability without fault/ strict liability) sebagaipengecualian

  37. DEFINISI STRICT LIABILITY • (Rylands Vs Fletcher (1868), Keputusan Court of Exchequer Chamber Kegiatan atau (1) aktivitas yang mengandung bahaya atau resiko, apabila mengakibatkan kerugian bagi orang lain (2) tidak memerlukan pembuktian apakah seseorang yang mengakibatkan kerugian tersebut memenuhi unsur kesalahan atau tidak. Penanggung jawab kegiatan yang berbahaya dan berisiko tersebut hanya dapat dibebaskan dari pertanggung jawaban apabila ia (3)dapat membuktikan bahwa kerugian yang timbul adalah akibat dari kesalahan penggugat sendiri atau akibat bencana alam

  38. DEFINISI STRICT LIABILITY CONT… • EC GREEN PAPER ON REMEDYING ENVIRONMENTAL DAMAGE (1993) “..strict liability, or liability without fault, eases the burden of establishing liability because fault need not be established. However the injured party must still prove that damage was caused by some one’s act…” “…pertanggung jawaban ketat atau pertanggung jawaban tanpa kesalahan meringankan beban dalam menetapkan pertanggung jawaban sebab kesalahan tidak perlu dibuktikan. Akan tetapi, pihak yang dirugikan masih harus membuktikan bahwa kerugian disebabkan oleh perbuatan seseorang…”

  39. UNSUR-UNSUR YANG HARUS DIBUKTIKAN ANTARA DUA JENIS LIABILITY

  40. BANDINGKAN PASAL 35 UU PLH (23/1997) DAN PASAL 88 UUPPLH (32/2009) • Alasan Pelepasan Tanggung Jawab (Defences): Bencana Alam atau peperangan, keadaan terpaksa diluar kemampuan manusia, adanya tindakan pihak ketiga yang menyebabkan terjadinya pencemaran/perusakan (pasal 35 ayat 2) • Pasal 88 UUPPLH tidak mengandung alasan pengecualian • Apakah Hakim tetap dapat menerapkan defences untuk bencana alam? • Apakah pasal 88 Strict atau absolute Libality ?

  41. Absolute atau Strict Liability? • Di Finlandia dan Swedia tidak ada defences (Pengecualian pertanggung jawaban), akan tetapi menurut Hinteregger, pengadilan tetap akan mempertimbangkan pengeculian tersebut mengingat pengecualian ini telah dianggap sebagai bagian dari aturan/prinsip hukum (tanpa perlu aturan tertulis) • Absolute Libaility dapat mengandung 2 (dua) pengertian: (1) SL tanpa defense; (2) tanpa batas pertanggung jawaban (tanpa financial cap); • SL Tanpa Defense : (1) 1972 Conv on International Liability for Damage Caused by Space Objects; (2) Pendapat Bonine and Mc Garity: “......SL under CERCLA, however, is not absolute there are defences for causation solely by an act of God, an act of war, or acts or omissions of a third party.......”

  42. PERBEDAAN STRICT LIABILITY DENGAN PEMBUKTIAN TERBALIK • Pasal 28 UU Nomor 8/1999 Pembuktian terhadap ada atau tidaknya unsur kesalahan dalam gugatan ganti rugi merupakan beban dan tanggung jawab pelaku usaha

  43. BEBAN PEMBUKTIAN (BURDEN OF PROOF) • Konvensional (163 HIR dan 1865 BW) • “setiap orang yang mengaku mempunyai suatu hak, atau menunjuk suatu peristiwa untuk meneguhkan haknya itu atau untuk membantah suatu hak orang lain, wajib membuktikan adanya hak itu atau kejadian yang dikemukakan itu” • Beban pembuktian terbalik (kewajiban penggugat sebatas mengajukan bukti awal/pendahuluan atau prima facie evidence dan tidak perlu legal evidence)

  44. Amicus Curiae(friend of the Court) • A person with strong interest in or views on the subject matter of an action, but not the party to the action, may petition the court for permission to file a brief, ostensibly on behalf of a party but actually to suggest a rationale consistent with its own views. Such Amicus Curiae briefs are commonly filed in appeals cocerning matters of a broad public interest; e.g civil rights cases (Black’s Law Dictionary) • Hukum Acara Perdata di Indonesia ? • Mungkinkan orang yang tidak memiliki propietary interest mengajukan intervensi?

  45. PERMASALAHAN KRUSIAL • MetodaPenentuanSaksiAhli • Reliability (CV & JejakRekam), • Independen (mencegahbiases) • TIdakMenerapkanPersyaratanbirokratis Mispersepsitentang azas “ In Dubio Pro Reo” (DalamKeraguanMakaPertimbangan Yang MenguntungkanTerdakwa Yang Diperhatikan yang didasarkan pada persepsi apabila terdapatperbedaanduaketeranganahli yang berbeda ) • In Dubiis, benigniorapraeferendaSunt(In doubdtful cases, the more favourable views are to be preferred; the more liberal interpretation is to be followed)

  46. PERMASALAHAN KRUSIAL • In Dubiis, Magis dignum est accipiendum (In doubtful cases, the more worthy is to be accepted) • In dubio , sequendum quod tutius est (in doubt, the safer course is to be adopted) • In dubio, pars mitior est sequenda (in doubt, the milder course is to be followed)  (Black’s Law Dictionary, Sixth Edition/Centennial Edition, 1891-1991, Halaman 775)

  47. AGENDA PERBAIKAN (REFORMASI UU, MINDSET HAKIM, PENGEMBANGAN KAPASITAS)   • Kebijakan mengenai saksi ahli (obyektifitas, independensi dan dijauhkan dari sekat-sekat birokrasi) • Administrasi penyelesaian melalui gugatan class actions (Revisi Perma 1/2002 tentang Acara Gugatan Perwakilan Kelompok) • Pembuktian Terbalik (Omkering van bewijslast) • Akses informasi bagi hakim dan penegak hukum lainnya untuk mendorong proaktifisme • Upaya yang terus menerus merealisasikan independensi peradilan sebagaimana terangkum dalam prinsip-prinsip UU Kekuasaan Kehakiman • Independensi mendorong proaktifisme dan lahirnya preseden yang memberikaninspirasi

More Related