E N D
Menerima Pengakuan Ratu Yuliana Di masa-masa sulit ini, sewaktu Bung Karno dan Bung Hatta diasingkan, masing-masing ke Prapat dan Bangka, keluarga yang ditinggalkan tetap memegang prinsip mempertahankan Indonesia. Beberapa kali Belanda datang membujuk, menawarkan kehidupan yang lebih enak, tetapi kami tidak dapat dibeli dengan apa pun. Selama periode Yogya ini, boleh dikatakan tidak banyak waktu yang dapat diluangkan oleh Nak Hatta bagi anak-istri dan keluarga lainnya, karena ia sibuk sekali menghadapi soal-soal negara. Tetapi dalam kesedikitan waktu itu, suasana di depan meja makan. Beberapa catatan tentang riwayat Nak Hatta selama di Yogya ini saya catat dan tetap saya kenang di dalam hati. Yogya diserang pada tahun 1948, Bung Karno dan Bung Hatta diasingkan ke Menumbing, Bangka. Beberapa waktu setelah pengasingan itu, kami mengalami adanya sebuah perundingan Komisi Tiga Negara (KTN) di Kaliurang, di mana Critchley datang mewakili Australia dan Cochran mewakili Amerika. Pada bulan Juli 1949, terjadi kemenangan Cochran dalam menyelesaikan perundingan Indonesia. Pada tahun itu juga terjadi perundingan penting, Konperensi Meja Bundar. Maka pada tanggal 27 Desember 1949, kedaulatan negara Indonesia kita miliki untuk selama-lamanya. Ratu Juliana memberikan tanda pengakuan negerinya atas kedaulatan negara Indonesia kepada Mohammad Hatta, yang bertindak sebagai Ketua Delegasi Republik Indonesia. Pada awal tahun 1950, Nak Hatta sekeluarga, kembali ke Jakarta dan untuk selanjutnya kami tinggal di Jalan Medan Merdeka Selatan 13 Jakarta. “Ny. H. S. S. A. Rachim, Pribadi Manusia Hatta, Seri 1, Yayasan Hatta, Juli 2002″