250 likes | 760 Views
Pengantar Sastra. Produksi dan Reporduksi Sastra. Konsep. Karya sastra tidak diciptakan dalam konteks budaya tertentu Unsur produksi dan reproduksi sastra: 1. Pengarang 2. Penerbit 3. Kritikus/pembaca. Puisi. Ekspresi Puitis: Ungkapan
E N D
Pengantar Sastra Produksi dan Reporduksi Sastra
Konsep • Karya sastra tidak diciptakan dalam konteks budaya tertentu • Unsur produksi dan reproduksi sastra: 1. Pengarang 2. Penerbit 3. Kritikus/pembaca
Puisi Ekspresi Puitis: • Ungkapan Lintah darat, mata keranjang, kembang desa, tangan panjang • Lirik lagu • Iklan: how low can you go? • Ekspresi cinta • Slogan propaganda: Amerika kita setrika, Inggris kita linggis!
Pembacaan Puisi • Mengapa puisi tersebut dipilih? • Suasana atau nuansa apa yang muncul ketika membaca puisi tersebut? • Bagaimana dan melalui apa nuansa tersebut dimunculkan?
Puisi • Puisi (dari bahasa Yunani kuno: ποιέω/ποιῶ (poiéo/poió) = I create) adalah seni tertulis di mana bahasa digunakan untuk kualitas estetiknya untuk tambahan, atau selain arti semantiknya. • Penekanan pada segi estetik: pengulangan, meter dan rima adalah yang membedakan puisi dari prosa. • puisi sebagai jenis sebagai perwujudan imajinasi manusia, yang menjadi sumber segala kreativitas. • Baris-baris pada prosa dapat berbentuk apa saja (melingkar, zigzag, dll). Hal tersebut merupakan salah satu cara penulis untuk menunjukkan pemikirannnya. • Puisi terkadang juga hanya berisi satu kata/suku kata yang terus diulang-ulang. Penulis selalu memiliki alasan untuk segala 'keanehan' yang diciptakannya. Tak ada yang membatasi keinginan penulis dalam menciptakan sebuah puisi.
Definisi puisi • Horatius: 2 hal dalam puisi yaitu puisi harus indah dan menghibur (dulce) dan pada saat yang bersamaan puisi juga harus berguna dan mengajarkan sesuatu (utile) • Wellek dan Warren: fungsi puisi adalah setia pada dirinya sendiri (fidelity to its own nature)
Aneka ragam puisi Mantra: mantra (Devanāgarī मन्त्र) Sanskrit mantra- (m. मन्त्रः, मन्त्रं) pengulangan bunyi fungsi magis
Mantra bagi perempuan yang Mau Bersalin (dibacakan pada air putih kemudian diminum) Aku membaca ajiku si belut putih melancar lekas Galir gelugur merojol-rojol atas iradat Tuhan Senyampang terlenggang terlenggang Terlenggang terlenggang Terbuka terang sekonyong-konyong
Pantun • Pantun merupakan salah satu jenis puisi lama yang sangat luas dikenal dalam bahasa-bahasa Nusantara. Dalam bahasa Jawa, misalnya, dikenal sebagai parikan. Lazimnya pantun terdiri atas empat larik (atau empat baris bila dituliskan), bersajak akhir dengan pola a-b-a-b (tidak boleh a-a-a-a, a-a-b-b, atau a-b-b-a). Pantun pada mulanya merupakan sastra lisan namun sekarang dijumpai juga pantun yang tertulis. • Semua bentuk pantun terdiri atas dua bagian: sampiran dan isi • Sampiran adalah dua baris pertama, kerap kali berkaitan dengan alam (mencirikan budaya agraris masyarakat pendukungnya), dan biasanya tak punya hubungan dengan bagian kedua yang menyampaikan maksud selain untuk mengantarkan rima/sajak. Dua baris terakhir merupakan isi, yang merupakan tujuan dari pantun tersebut. • Karmina dan talibun merupakan bentuk kembangan pantun, dalam artian memiliki bagian sampiran dan isi. Karmina merupakan pantun "versi pendek" (hanya dua baris), sedangkan talibun adalah "versi panjang" (enam baris atau lebih).
Pantun Air dalam bertambah dalam Hujan di hulu belum lagi teduh Hati dendam bertambah dendam Dendam dahulu belum lagi sembuh
Pantun adat Menanam kelapa di pulau BukumTinggi sedepa sudah berbuahAdat bermula dengan hukumHukum bersandar di Kitabullah Ikan berenang didalam lubuk Ikan belida dadanya panjang Adat pinang pulang ke tampuk Adat sirih pulang ke gagang
Pantun agama Banyak bulan perkara bulan Tidak semulia bulan puasa Banyak tuhan perkara tuhan Tidak semulia Tuhan Yang Esa Daun terap diatas dulang Anak udang mati dituba Dalam kitab ada terlarang Yang haram jangan dicoba
Pantun jenaka Dimana kuang hendak bertelur Diatas lata dirongga batu Dimana tuan hendak tidur Diatas dada dirongga susu Elok berjalan kota tua Kiri kanan berbatang sepat Elok berbini orang tua Perut kenyang ajaran dapat
Pantun nasihat Kemuning ditengah balai Bertumbuh terus semakin tinggi Berunding dengan orang tak pandai Bagaikan alu pencungkil duri
Pantun cinta Coba-coba menanam mumbang Moga-moga tumbuh kelapa Coba-coba bertanam sayang Moga-moga menjadi cinta
Kalau tuan pergi ke Tanjung • Kirim saya sehelai baju • Kalau tuan menjadi burung • Sahaya menjadi ranting kayu. • Kalau tuan pergi ke Tanjung • Belikan sahaya pisau lipat • Kalau tuan menjadi burung • Sahaya menjadi benang pengikat • Kalau tuan mencari buah • Sahaya pun mencari pandan • Jikalau tuan menjadi nyawa • Sahaya pun menjadi badan.
Pantun peribahasa Kehulu memotong pagar Jangan terpotong batang durian Cari guru tempat belajar Jangan jadi sesal kemudian Kerat kerat kayu diladang Hendak dibuat hulu cangkul Berapa berat mata memandang Barat lagi bahu memikul
Pantun perpisahan Bunga Cina bunga karangan Tanamlah rapat tepi perigi Adik dimana abang gerangan Bilalah dapat bertemu lagi Kalau ada sumur di ladang Bolehlah kita menumpang mandi Kalau ada umurku panjang Bolehlah kita bertemu lagi
Pantun teka-teki Beras ladang sulung tahun Malam malam memasak nasi Dalam batang ada daun Dalam daun ada isi Tugal padi jangan bertangguh Kunyit kebun siapa galinya Kalau tuan cerdik sungguh Langit tergantung mana talinya ?
Gurindam Dua Belas • Gurindam I • Ini gurindam pasal yang pertama: • Barang siapa tiada memegang agama,sekali-kali tiada boleh dibilangkan nama.Barang siapa mengenal yang empat,maka ia itulah orang yang ma'rifatBarang siapa mengenal Allah,suruh dan tegahnya tiada ia menyalah.Barang siapa mengenal diri,maka telah mengenal akan Tuhan yang bahri.Barang siapa mengenal dunia,tahulah ia barang yang teperdaya.Barang siapa mengenal akhirat,tahulah Ia dunia mudarat. • Gurindam II • Ini gurindam pasal yang kedua: • Barang siapa mengenal yang tersebut,tahulah ia makna takut.Barang siapa meninggalkan sembahyang,seperti rumah tiada bertiang.Barang siapa meninggalkan puasa,tidaklah mendapat dua termasa.Barang siapa meninggalkan zakat,tiadalah hartanya beroleh berkat.Barang siapa meninggalkan haji,tiadalah ia menyempurnakan janji.
Segi Ungkapan: • Epik • Lirik • Sajak naratif
Gaya bahasa dalam puisi • Metafora • Simile • Personifikasi • Metonimi Bentuk-----sebagai pembangun puisi
TAPI aku bawakan bunga padamu tapi kau bilang masih aku bawakan resahku padamu tapi kau bilang hanya aku bawakan darahku padamu tapi kau bilang cuma aku bawakan mimpiku padamu tapi kau bilang meski aku bawakan dukaku padamu tapi kau bilang tapi aku bawakan mayatku padamu tapi kau bilang hampir aku bawakan arwahku padamu tapi kau bilang kalau tanpa apa aku datang padamu wah! 1976 Sutardji Calzoum Bachri, O AMUK KAPAK ,1981
SAJAK SEORANG TUA UNTUK ISTERINYA Aku tulis sajak iniuntuk menghibur hatimuSementara kau kenangkan encokmukenangkanlah pula masa remaja kita yang gemilangDan juga masa depan kitayang hampir rampungdan dengan lega akan kita lunaskan. Kita tidaklah sendiridan terasing dengan nasib kitaKerna soalnya adalah hukum sejarah kehidupan.Suka duka kita bukanlah istimewakerna setiap orang mengalaminya. Hidup tidaklah untuk mengeluh dan mengaduhHidup adalah untuk mengolah hidupbekerja membalik tanahmemasuki rahasia langit dan samodra,serta mencipta dan mengukir dunia.Kita menyandang tugas,kerna tugas adalah tugas.Bukannya demi sorga atau neraka.Tetapi demi kehormatan seorang manusia. Kerna sesungguhnyalah kita bukan debumeski kita telah reyot, tua renta dan kelabu.Kita adalah kepribadiandan harga kita adalah kehormatan kita.Tolehlah lagi ke belakangke masa silam yang tak seorangpun kuasa menghapusnya. Lihatlah betapa tahun-tahun kita penuh warna.Sembilan puluh tahun yang dibelai napas kita.Sembilan puluh tahun yang selalu bangkitmelewatkan tahun-tahun lama yang porak poranda.Dan kenangkanlah pulabagaimana kita dahulu tersenyum senantiasamenghadapi langit dan bumi, dan juga nasib kita. Kita tersenyum bukanlah kerna bersandiwara.Bukan kerna senyuman adalah suatu kedok.Tetapi kerna senyuman adalah suatu sikap.Sikap kita untuk Tuhan, manusia sesama,nasib, dan kehidupan. Lihatlah! Sembilan puluh tahun penuh warnaKenangkanlah bahwa kita telah selalu menolak menjadi koma.Kita menjadi goyah dan bongkokkerna usia nampaknya lebih kuat dari kitatetapi bukan kerna kita telah terkalahkan. Aku tulis sajak iniuntuk menghibur hatimuSementara kaukenangkan encokmukenangkanlah pulabahwa kita ditantang seratus dewa. WS. Rendra, Sajak-sajak sepatu tua,1972