260 likes | 729 Views
RESENSI NOVEL. YANTI PERMANASARI 0607257/ 43 BAHASA-B. : Anak Perawan Disarang Penyamun. Sutan Takdir Alisjahbana. 1940; Cetakan XVI 1997 112 HALAMAN. Dian Rakyat-Jakarta. Anak Perawan Di Sarang Penyamun Novel Penuh Romantik, Perjuangan, dan Cinta. Tema
E N D
RESENSI NOVEL YANTI PERMANASARI0607257/ 43BAHASA-B
: Anak Perawan Disarang Penyamun Sutan Takdir Alisjahbana 1940; Cetakan XVI 1997 112 HALAMAN Dian Rakyat-Jakarta
Anak Perawan Di Sarang Penyamun Novel Penuh Romantik, Perjuangan, dan Cinta
Tema • Novel karya Sutan takdir Alisjahbana ini, • mengusung tema • “Insyafnya Sang Penyamun”. • Tema • Novel karya Sutan takdir Alisjahbana ini, • mengusung tema “Insyafnya Sang Penyamun”.
TOKOH PASANGAN SUAMI ISTRI KAWANAN PENYAMUN MEDASING HAJI SAHAK NYI HAJI ANDUN K A K A K AMAT SOHAN SAYU SIMA SAMAD A N A K TUSIN SANIP BEDUL ISTRI BEDUL MINAM AMING
Medasing terpaksa keluar dari persembunyiannya ketika kobaran api mulai membakar habis rumahnya. Sekawanan penyamun tidak hanya menjarah harta benda • dan membunuh penduduk yang tidak berdosa, • tetapi juga membumihanguskan pemukiman di • desa terpencil itu. Diantara teriakan penduduk • yang melarikan diri dan mayat yang bergelimpa • ngan itulah, bocah itu menangis. Tidak tahu apa • yang harus diperbuat. ALUR
Kawanan penyamun itu lalu membawa si bocah bersama hasil jarahannya, • masuk hutan kembali ke sarangnya. Salah seorang • di antara penyamun itu, lalu mengasuh • dan membesarkan Medasing. • Tumbuhlah ia sebagai bagian • dari kehidupan penyamun • dan berbagai ilmu bela diri • ia pelajari. Setelah ayah • angkatnya itu meninggal dunia, • Medasing yang karena • kesaktiannya dipercayakan • untuk menjadi kepala penyamun. • Medasing adalah kepala penyamun • dari Amat, Sohan, Tusin, dan Sanip • yang kebal, tahan besi, • serta mempunyai ilmu halimun untuk melenyapkan diri.
Demikianlah sosok Medasing yang kini merencanakan penjarahan rumah Haji Sahak, saudagar kaya raya di Pagar Alam yang hendak pulang • bersama anak dan istrinya setelah haji itu baru saja menjual kerbaunya di Palembang. Persiapan pun dilakukan.
Di kegelapan malam, kelima penyamun itu Amat, Sohan, Tusin, • Sanip, dan Medasing, sang pemimpin mulai beraksi. Namun, perlawanan yang diberikan Haji Sahak dan pengiringnya menyebabkan Sohan • tewas, Tusin dan Amat luka parah. • Haji Sahak sendiri, tewas. Istrinya • pingsan, dan para pengiringnya • melarikan diri. Tinggallah kini Sayu, • anak perawan haji itu yang selamat. • Namun, kemudian Medasing • membawa anak perawan itu ke • sarangnya bersamaan dengan • hasil jarahannya.
Kehadiran seorang gadis di tengah para penyamun itu ternyata • ikut pula mempengaruhi pikiran mereka. Diantaranya Samad, • salah seorang penyamun yang bertugas sebagai mata-mata, • bermaksud • hendak • membawa • kabur gadis itu • sekaligus • membinasakan • keempat kawanan • penyamun.
Setelah beberapa hari Samad tidak • sempat melaksanakan niatnya, • tibalah saat yang dinantikannya. Ketika itu, • mereka bermaksud melakukan • aksi perampokan pada seorang orang • kaya yang akan pulang ke Pasemah • dan dikawal oleh tentara dengan • persenjataan lengkap. Namun belum • sempat mereka beraksi, secara • tidak sengaja Medasing menginjak • ranting yang mengakibat kan kehadiran mereka diketahui para pengawal calon korbannya. Akibatnya, Tusin tewas tertembak. Samad yang kemudian dicurigai mempunyai niat busuk, melarikan diri entah ke mana.
Kawanan penyamun • itu kini tinggal berdua. • Amat sendiri • mati akibat luka-luka • nya ketika menjarah • di rumah Haji Sahak. • Jadi, di sarang • penyamun itu • tinggal Medasing, • Sanip, dan Sayu. • Belakangan, arena • perbekalan mereka makin berkurang, kedua penyamun itu pergi berburu.Sarang mereka hanya ditunggui Sayu, si perawan cantik yang sudah mulai terbiasa dengan kehidupan para penyamun itu. Perburuan Medasing dan Sanip rupanya mendatangkan kesialan, keduanya terjerumus ke jurang, tanpa sengaja Sanip tertusuk tombaknya sendiri, sedangkan Medasing hanya mengalami patah tulang.
Sementara itu, istri almarhum Haji Sahak yang ternyata selamat dan kembali ke rumahnya, masih terus diliputi kesedihan. Suaminya meninggal, • dan anak gadisnya • Sayu dibawa kabur • para penyamun. • Dengan demikian, • ia harus tetap mengurus • kebutuhannya sehari-hari. • Belum lagi tagihan dari pemilik • kerbau yang tempo hari menitipkan kerbaunya untuk dijual. • Bedul, kakak Nyi haji Andun akhirnya menyarankan agar • janda Haji Sahak itu menjual rumahnya, lalu pindah ke • pinggiran kampung, dekat hutan.
Medasing yang tulang sikunya patah, • dengan susah payah akhirnya sampai • juga di markasnya di tengah hutan. • Dalam keadaan demikian, penyamun • itu hanya dapat menerima perawatan • Sayu. Rupanya gadis itu merasa iba • melihat keadaan Medasing yang • tergeletak tak berdaya. Berhari-hari • Sayu merawat Medasing. • Lama-kelamaan timbul juga rasa • khawatir perawan itu mengingat • persediaan makanan sudah sangat • tipis. Ia lalu mengusulkan agar • mereka secepatnya meninggalkan • hutan dan kembali ke kampungnya, • Pagar Alam.
Menyadari bahwa • dalam • keadaan • demikian • mereka • akan mati • kelaparan, • Medasing • tidak • menolak • usul Sayu • tersebut. Kemudian, pergilah mereka meninggalkan hutan menuju Pagar Alam.
Betapa terkejutnya Sayu ketika ia bersama Medasing sampai di kampung halamannya. Kini, rumah orang tuanya itu sudah menjadi milik orang lain. Menurut penghuni baru itu, Nyi Haji Andun sekarang • tinggal di pinggiran • desa. • Berdasarkan • informasi tersebut, • keduanya pun • melanjutkan perjalanan, • mencari tempat tinggal • Nyi Haji Andun.
Saat itu, Nyi Haji Andun sedang sakit. Ia selalu • mengigau tentang anak gadisnya yang dibawa kabur • penyamun. Pada saat yang demikian itulah, tiba-tiba • saja Medasing dan Sayu sampai di sana. Kini, anak • gadisnya yang selama ini ia rindukan, mendadak • muncul di hadapannya. Akhirnya tumpah sudah • kerinduan ibu dan anak itu. Namun, beberapa saat • kemudian, karena keadaan Nyi Haji Andun memang • sudah begitu parah, ia pun meninggal di depan • putrinya tersayang.
Pemandangan itu seketika mampu mengubah • pikiran Medasing. Ia sadar akan perbuatannya • selama ini. Maka, saat itu juga bulatlah sudah • tekadnya untuk meninggalkan Sayu. • Lima belas tahun berlalu, penduduk Pagar Alam kini ramai hendak menyambut kedatangan Haji Karim beserta istrinya yang baru saja menunaikan ibadah haji. Kedua suami-istri itu sudah dikenal baik oleh masyarakat Pagar Alam sebagai hartawan yang baik budi dan suka menolong penduduk yang kekurangan. Jadi, wajar saja jika kedatangan suami-istri itu disambut dengan sukacita.
Malam harinya, Haji Karim yang dermawan itu, termenung sendiri. Ia teringat masa lalunya. Pada saat demikian, tiba- tiba seseorang mendekatinya. Betapa terkejutnya haji itu, sebab tanpa diduga orang yang tampak begitu miskin itu tidak lain adalah Samad, salah seorang penyamun yang bertugas sebagai mata-mata beberapa waktu lalu. Haji Karim tentu saja masih mengenalnya karena orang itu bekas anak buahnya sendiri. Haji Karim kemudian mengajak Samad sekeluarga tinggal bersamanya. Namun, pagi harinya Samad yang dalam erjalanan hidupnya tidak pernah jauh dari penderitaan, memutuskan untuk pergi dari rumah Haji Karim dan istinya. Haji Karim itu sendiri tidak lain adalah bekas pemimpinnya, Medasing. Sedangkan istri Haji Karim tidak lain adalah Sayu, anak Haji Sahak yang dulu hendak ia larikan.
Medasing dan Sayu atau • Haji Karim dan istrinya, hidup bahagia bersama kedua anaknya, sementara Samad • tetap hina miskin sebatang kara menuju harapan yang sama sekali tidak dapat diharapkan.
“Maka pada tengah malam yang sunyi senyap itu, laki-laki yang kuat dan besar itu meniarap mencium kedua anaknya berganti-ganti dan sebelum ia merebahkan dirinya akan memicingkan mata, ia menengadah ke atas, mendoa sejurus, mengucapkan syukur atas tuntunan Ilahi yang berkah dan rahim atas hidupnya” (halaman 110). KUTIPAN
Latar • Rumah Haji Sahak • Hutan • Pagar Alam
SUDUT PANDANG • Cara pengarang menggambarkan tokoh-tokoh dalam cerita ini berlainan dengan cara yang dipakai pengarang lain. Tokoh utama pria bernama Medasing, digambarkan sebagai seorang penyamun yang tidak kenal belas kasihan. Namun, pada akhirnya sadar akan perbuatannya dan lalu bertobat. Kemudian, tokoh Sayu digambarkan sebagai seorang wanita yang lemah lembut, penyayang, dan penuh perhatian sekalipun ia disandera oleh penyamun. Pada akhirnya Medasing dan Sayu pun menikah dan hidup bahagia. Sudut pandang penulis dalam novel ini adalah orang pertama.
GAYA PENULISAN Gaya penulisan yang digunakan pengarang dalam novel ini adalah dengan menggunakan gaya bahasa Melayu. Sehingga, agak menyulitkan para pembaca untuk memahami maknanya. Akan tetapi cerita ini tetap menarik untuk dibaca.
AMANAT Amanat yang terkandung dalam novel “Anak Perawan Disarang Penyamun”, adalah jangan sampai kita melakukan suatu kejahatan karena siapa saja yang berbuat jahat, maka akan menanggung akibatnya sendiri (hidupnya tidak akan tentram) dan sebaliknya jika kita dijahati maka kita harus tetap bersabar.