140 likes | 463 Views
Kebudayaan Bali Baru (Seniman Pendatang) Pertemuan 4. Matakuliah : U0032/Sejarah SR & Kebudayaan Indonesia II Tahun : 2006. Seniman Pendatang.
E N D
Kebudayaan Bali Baru(Seniman Pendatang)Pertemuan 4 Matakuliah : U0032/Sejarah SR & Kebudayaan Indonesia II Tahun : 2006
Seniman Pendatang Kehadiran beberapa pelukis asing ke Bali membawa perubahan yang cukup berarti dalam perkembanan seni rupa di Bali. Diawali oleh Rudolf Bonnet dan Walter Spies, dua seniman yang menaruh perhatian sangat besar pada perkembangan seni lukis di Bali. Keduanya kemudian bekerja sama dengan Tjokorde Gde Agung Sukawati, penguasa di Ubud pada waktu itu, membentuklah kelompok pelukis dengan nama Pita Maha. Di wadah yang bernama Pita Maha ini pelukis tradisional Bali digembleng oleh Rudolf Bonnet dan Walter Spies.
Seniman Pendatang Diperkenalkan dengan konsep-konsep seni lukis Barat (modern), di mana komposisi, warna, dan bentuk menjadi suatu hal yang sangat penting dalam sebuah lukisan. Di sini mereka diperkenalkan dengan anatomi plastis tubuh manusia, warna buatan pabrik, dan perspektif dengan menggunakan titik mata. Yang lebih menarik lagi adalah mereka mulai diarahkan untuk menjadi seniman yang individualis. Sejak saat itu mereka mulai berani menuliskan nama mereka pada lukisan yang dibuat.
Seniman Pendatang Lainnya adalah soal tema lukisan. Kalau sebelumnya yang menjadi tema lukisan mereka selalu berkisar tentang cerita Ramayana, Sutasoma, Mahabharata, ataupun cerita rakyat, namun sekarang mulai ada pergeseran, mereka sudah mulai berani melukis dengan tema kehidupan masyarakat Bali sehari-hari. Oleh karena itu para pelukis tradisional Bali yang dahulunya tidak pernah melukis pemandangan alam secara khusus, mulai melakukan penyekatan di alam bebas secara langsung. Mereka mulai memandang alam dengan lebih serius dan menyeketnya di kertas untuk kemudian dipindahkan ke bidang kanvas masing-masing
Seniman Pendatang Kelompok Pita Maha
Pita Maha Para pelukis barat yang bekerja di Bali di awal tahun 1930. Mendirikan perkumpulan seni yang dinamakan Pita Maha. Perkumpulan ini didirikan oleh: Cokorda Gede Raska Sukawati, Walter Spies dan R. Bonnet. Pita Maha artinya “great grandfather” berasal dari bahasa Jawa Kuno atau Kawi. Merajuk pada arti “the ideas of creation”.
PitaMaha Di Ubud, Gianyar, Bali, para pelukis barat ini banyak mengembangkan seni kepada pemuda-pemuda di Bali. Pelukis muda ini diajarkan untuk mengenal kaidah-kaidah dan elemen seni. Pada masa itu di Bali melukis lebih ditujukan kepada hal-hal yang berhubungan dengan keagamaan. Setelah didik oleh kedua pelukis tersebut mereka lebih mengenal perspektif, gelap dan terang obyek lukisan. Semenjak lahirnya Pita Maha, karya-karya baru mulai bermunculan dengan nama-nama seniman: Anak Agung Gede Sobrat, Ida Bagus Made, Ida Bagus Nyana (bergaya figuratif), Cokot (bergaya ekspresif). Selain itu seorang maestro juga lahir, ia bernama Nyoman Lempad selain melukis ia juga berprofesi sebagai arsitek dan pematung.
PitaMaha Teknik Lukis dari Sekolah Batuan(The Batuan School) • Nyawi – membuat garis-garis tipis halus-dan memasukkan unsur cerita • Ngucek – memperjelas bagian-bagian tertentu • Nyawi 2 dan Manyunan – menggunakan tinta memperjelas pola dan motif
PitaMaha 4. Ngabur – membuat highlight dengan warna hitam dan putih 5. Tampilan menyeluruh dari sebuah lukisan 6. Ngewarna – memberi warna dengan cat acrylic
PitaMaha Teknik Lukis dari Sekolah Ubud(The Ubud School) • Ngorten – cerita digambarkan dengan sketsa • Nyawi – membuat garis pinggir (Outline) dengan tinta hitam • Ngabur – memberikan warna hitam namun dengan tarikan garis yang lebih ekspresif • Nguap – (tergantung dengan 2 teknik sebelumnya)- memberikan “depth” dengan cara yang berbeda-di sederhanakan • Nyenter – memberi highlight pada beberapa bagian tertentu dengan warna.
PitaMaha Hasil karya Nyoman Lempad
PitaMaha Nyoman Lempad memberikan kontribusinya yang luar biasa pada seni di Bali terlebih karena hidupnya yang berumur panjang (hingga 116 tahun). Pada seni arsitektur hampie rancangannya memiliki ciri khas khusus terutama pada rancangan pintu gerbang yang dipahat secara tidak selesai dan berdasarkan bentuk yang masih masif. Pada umur 60 tahun, dasar menggambar yang dikuasainya mulai ia tekuni dan menghasilkan karya yang bersih, tarikan garis yang jelas, dan juga mentransformasikan gaya wayang dalam ilustrasinya. Gaya yang ia ciptakan ini menjadi salah satu “gaya/style” pembaruan di masa-nya.
PitaMaha Kesimpulannya dari berdirinya Pita Maha, Bali menjadi semakin terkenal di mancanegara. Karena perkumpulan ini juga secara rutin melakukan pameran-pameran di luar negeri. Sampai saat ini juga pengaruh gaya Pita Maha masih exist” di Bali.