1.57k likes | 3.62k Views
KOMPILASI HUKUM ISLAM. Rancangan Kompilasi Hukum Islam yang terdiri dari tiga buku yaitu Buku I tentang Hukum Perkawinan Buku II tentang Hukum Kewarisan, dan Buku III tentang Hukum Perwakafan
E N D
KOMPILASI HUKUM ISLAM Rancangan Kompilasi Hukum Islam yang terdiri dari tiga buku yaitu Buku I tentang Hukum Perkawinan Buku II tentang Hukum Kewarisan, dan Buku III tentang Hukum Perwakafan Selaras dengan wewenang utama Peradilan Agama, yang telah diterima baik oleh para ulama dan sarjana hukum Islam seluruh Indonesia dalam lokakarya yang diselenggarakan di Jakarta tanggal 2 sampai 5 Februari 1988, melalui Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tanggal 10 Juni 1991 telah ditentukan sebagai pedoman bagi instansi pemerintah dan masyarakat yang memerlukannya dalam menyelesaikan masalah-masalah di ketiga bidang hukum tersebut.
Surat Keputusan Menteri Agama No. 154 Tahun 1991 tanggal 22 Juli 1991 meminta kepada : Seluruh instansi Departemen Agama termasuk Peradilan Agama, Instansi Pemerintah agar menyebarluaskan Kompilasi Hukum Islam. Sebelum lahirnya KHI, Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama dalam Surat Edaran No. 8/I/735 Tahun 1958 menentukan 13 Kitab Fiqih yang menjadi pegangan hakim agama dalam menyelesaikan sengketa yang diajukan kepadanya.
Untuk memenuhi harapan mengumpulkan dan merancang KHI itu, Panitia menempuh empat jalur dalam melaksanakan kegiatannya. Jalur pertama adalah jalur pengkajian kitab-kitab fiqih; Jalur kedua adalah jalur pendapat ulama, khususnya ulama fiqih di tanah air kita; Jalur ketiga adalah jalur jurisprudensi yang terhimpun dalam putusan-putusan Pengadilan Agama; Jalur keempat adalah studi perbandingan mengenai pelaksanaan dan penegakan hukum Islam di negara-negara Muslim.
Kompilasi Hukum Islam (diharapkan) dapat menyatukan wawasan hakim-hakim Peradilan Agama di Indonesia dalam memecahkan berbagai masalah yang dimajukan kepada mereka. Kompilasi Hukum Islam (KHI), yakni kumpulan atau himpunan kaidah-kaidah hukum Islam yang disusun secara sistematis terdiri dari tiga (3)buku dengan sistematika sebagai berikut : Buku I Hukum Perkawinan terdiri dari 19 bab dengan 170 pasal. Dalam Pasal 1 dirumuskan arti: Peminangan, wali hakim, akad nikah, mahar, taklik talak, harta kekayaan dalam perkawinan atau harta bersama, pemeliharaan anak, perwalian, khuluk dan mut’ah
Bab II Dasar-dasar Perkawinan (Pasal 2 sampai 10). Pasal 3 menyebut tujuan perkawinan. Pasal 4 disebut sahnya perkawinan bila dilakukan menurut hukum Islam. Pasal 5 ditegaskan bahwa setiap perkawinan harus dicatat oleh Pegawai Pencatat Nikah. Pasal 6 dinyatakan bahwa setiap perkawinan harus dilangsungkan di hadapan dan di bawah pengawasan Pengawai Pencatat Nikah. Pasal 7 disebutkan bahwa perkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh Pegawai Pencatat Nikah.
Bab III Peminangan (Pasal 11 sampai Pasal 13). Pasal 11 disebut tata cara peminangan. Pasal 12 disebut wanita yang dapat atau boleh dipinang. Bab IV (Pasal 14 sampai Pasal 29). Rukun dan Syarat Perkawinan. Pasal 19 menyebut tentang wali nikah. Pasal 20 menyebut siapa yang berhak menjadi wali nikah yaitu wali nasab dan wali hakim. Pasal 21 diatur susunan keutamaan kekerabatan wali nasab. Pasal 22 tentang pergeseran wali nasab, apabila ayah wali nasab yang paling berhak berhalangan menjadi wali nikah. Pasal 23 menyebut wali hakim. Pasal 24 menyebut tentang saksi.
Pasal 25 tentang syarat orang yang dapat menjadi saksi (Muslim, adil, akil baliq, waras dan tidak tuli). Di pasal 26 dinyatakan bahwa saksi harus hadir menyaksikan langsung akad nikah serta menandatangani Akta Nikah pada waktu dan di tempat akad nikah dilangsungkan. Pasal 27 menyatakan bahwa ijab kabul antara wali dan calon mempelai pria harus jelas beruntun, tidak berselang waktu. Pasal 28 dinyatakan bahwa akad nikah dilaksanakan sendiri secara pribadi oleh wali nikah, tetapi wali nikah dapat mewakilkannya kepada orang lain.
Karena pertalian darah (nasab) • Karena pertalian perkawinan (kerabat, semenda) • Karena pertalian sesusuan • Pasal 40 dilarang perkawinan seorang pria dengan seorang wanita karena keadaan tertentu. • Pasal 41 (1) seorang pria dilarang memadu istrinya dengan wanita yang mempunyai hubungan pertalian darah / susuan dengan istrinya. Bab V mengenai mahar (Pasal 30 sampai Pasal 38) Bab VI mengenai larangan kawin (Pasal 39 sampai Pasal 44)
Wanita bekas istri yang telah ditalak 3 kali • Wanita bekas istri yang dili’an • Pada pasal 43 (2) larangan tersebut pada huruf a gugur apabila mantan istri telah kawin dengan pria lain dan bercerai lagi dari pria lain. • Pasal 44 seorang wanita Islam dilarang melangsungkan perkawinan dengan pria yang tidak beragama Islam. Larangan bagi seorang pria melangsungkan perkawinan dengan seorang wanita apabila pria tersebut sedang terikat tali perkawinan dengan lebih dari seorang istri. Pasal 43. Seorang pria dilarang kawin dengan :
Bab VII. Perjanjian Perkawinan, Pasal 45 s/d 52 Bab VIII. Kawin Hamil, Pasal 53 s/d 54 Bab IX. Beristri lebih dari 1 orang, Pasal 55 s/d 59 Bab X. Pencegahan Perkawinan, Pasal 60 s/d 69 Bab XI. Batalnya Perkawinan, Pasal 70 s/d 76 Bab XII. Hak dan Kewajiban suami istri, Pasal 77 s/d 84 Bab XIII. Harta Kekayaan Dalam Perkawinan, Pasal 85 s/d 97 Bab XIV. Pemeliharaan Anak, Pasal 98 s/d 106
Bab XV. Perwalian, Pasal 107 s/d 112 Bab XVI. Putusnya Perkawinan, Pasal 113 s/d 148 Bab XVII. Akibat Putusnya Perkawinan, Pasal 149 s/d 162 Bab XIX. Masa Berkabung, Pasal 170 Bab-bab terakhir yaitu Bab XV s/d Bab XIX HARAP PARA MAHASISWA MEMBACA DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM (KHI).
Buku II Hukum Kewarisan terdiri dari 6 bab dengan 44 pasal (dari Pasal 171 sampai dengan Pasal 214). Bab I adalah Ketentuan Umum (Pasal 171). Bab II tentang Ahli Waris (Pasal 172 s/d Pasal 175). Bab III Besarnya Bagian (Pasal 176 sampai Pasal 191). Bab IV Aul dan Rad (Pasal 192 sampai Pasal 193). Bab V Wasiat (Pasal 194 sampai Pasal 209). Bab VI Hibah (Pasal 210 sampai Pasal 214). Beberapa hal (unsur-unsur) penting yang sifatnya mendasar tentang kewarisan adalah (1) pewaris, (2) harta warisan atau harta peninggalan, (3) ahli waris.
Asas-Asas Kewarisan Islam dalam Kompilasi Hukum Islam Asas (i) ijbari, terlihat pada Pasal 187 ayat (2). Mengenai siapa-siapa yang menjadi ahli waris disebutkan dalam Bab II Pasal 174 ayat (1) dan (2). Asas (ii) bilateral. Pasal 174 ayat (1) yaitu ayah, anak laki-laki, saudara laki-laki, dst. Prof. Hazairin dalam bukunya Hukum Kewarisan Bilateral menurut al-Qur’an, menyatakan bahwa Qur’an adalah anti kepada masyarakat yang unilateral.
Asas (iii) individual. Dalam Pasal 176 s/d Pasal 180 khusus bagi ahli waris yang memperoleh harta warisan sebelum ia dewasa atau tidak mampu bertindak melaksanakan hak dan kewajibannya atas harta yang diperolehnya dari kewarisan, baginya diangkat wali berdasarkan putusan hakim atas usul anggota keluarganya. Asas (iv) keadilan berimbang. Terdapat pasal-pasal mengenai besarnya bagian dalam Pasal 176 dan Pasal 180. dalam asas keadilan yang berimbang ini dapat dimasukkan soal ahli waris pengganti yang dirumuskan dalam Pasal 185.
Asas (v) kewarisan ada kalau ada yang meninggal dunia. Kompilasi Hukum Islam dan Fikih Mawaris Garis-garis hukum yang dihimpun dalam KHI hanyalah pedoman dalam menyelesaikan perkara-perkara dibidang hukum perkawinan, kewarisan dan perwakafan. Pengembangannya diserahkan kepada hakim agama dengan memperhatikan nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat, sehingga putusannya sesuai dengan rasa keadilan (Pasal 229 KHI).
Catatan : Pertama, garis-garis hukum kewarisan sudah ditentukan dalam al-Qur’an, rumusan kompilasi mengikuti saja rumusan yang terdapat dalam al-Qur’an, tidak ada perbedaan antara KHI dengan Fiqhul Mawaris. Kedua, kedudukan anak angkat tetap diletakkan di luar ahli waris. Pasal 171 ketentuan umum, terhadap anak angkat yang tidak menerima wasiat diberi wasiat wajibah sebanyak-banyaknya 1/3 harta warisan orang tua angkatnya (Pasal 209 ayat 2).
Ketiga, Warisan yang diperoleh anak yang belum dewasa dan karena itu belum atau tidak mampu mengurus hartanya sendiri, Pasal 184, bahwa untuk menjamin terpeliharanya harta warisan anak yang belum dewasa diangkat wali berdasarkan keputusan hakim. Pasal 107 perwalian mengenai diri dan harta kekayaan akan berlangsung sampai anak itu berumur 21 tahun. Walinya sedapat mungkin dari keluarga. Wali bertanggung jawab terhadap harta anak yang dibawah perwaliannya, dilarang mengikat, membebani dan mengasingkan harta anak yang berada di bawah perwaliannya, serta wajib mempertanggungjawabkan perwalian.
Buku ke III. Hukum Perwakafan terdiri dari 5 Bab, dengan 14 Pasal (Pasal 215 s/d 228). Bab I. Ketentuan Umum. Memuat penjelasan singkat tentang kata-kata penting yang dimuat dalam buku III. Bab II mengatur Fungsi Unsur-unsur dan Syarat-syarat Wakaf (Pasal 216 s/d Pasal 222). Bab III Tata Cara Perwakafan dan Pendaftaran Benda Wakaf (Pasal 223 s/d Pasal 224).
Kesimpulan Sumber penyusunan Hukum Islam dalam KHI : Wahyu yang terdapat dalam al-Qur’an Sunnah Rasulullah yang terdapat dalam kitab-kitab hadist. Ra’yu (akal pikiran) melalui ijtihad yang tercermin dalam : (i) Kitab fiqih (ii) Pendapat para ulama (iii) Yurisprudensi Peradilan Agama (iv) Hasil Studi Perbandingan dgn negara-negara lain (v) Peraturan Perundang-undangan mengenai perkawinan & perwakafan tanah milik di Indonesia.
UU RI NOMOR 38 TAHUN 1999TENTANG PENGELOLAAN ZAKATDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESARESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : • Bahwa Republik Indonesia menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk beribadat menurut agamanya masing-masing; • Bahwa penunaian zakat merupakan kewajiban umat Islam Indonesia yang mampu dan hasil pengumpulan zakat merupakan sumber dana yang potensial bagi upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat;
Bahwa zakat merupakan pranata keagamaan untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dengan memperhatikan masyarakat yang kurang mampu; • Bahwa upaya penyempurnaan sistem pengelolaan zakat perlu terus ditingkatkan agar pelaksanaan zakat lebih berhasil guna dan berdaya guna. Mengingat : Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1989 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3400);
BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 • Dalam UU ini yang dimaksud dengan; • Pengelolaan zakat adalah kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan terhadap pengumpulan dan pendistribusian serta pendayagunaan zakat. • Zakat adalah harta yang wajib disisihkan oleh seorang muslim atau badan yang dimiliki oleh orang muslim sesuai dengan ketentuan agama untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya;
Muzakki adalah orang atau badan yang dimiliki oleh orang Muslim yang berkewajiban menunaikan zakat. • Mustahiq adalah orang atau badan yang berhak menerima zakat. • Agama adalah Agama Islam. • Menteri adalah menteri yang ruang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi bidang agama. Pasal 8 Mengumpulkan, mendistribusikan dan mendayagunakan zakat sesuai dengan ketentuan agama.
BAB IV PENGUMPULAN ZAKAT Pasal 11 • Zakat terdiri atas zakat mal dan zakat fitrah • Harta yang dikenai zakat adalah : a. Emas, perak dan uang b. Perdagangan dan perusahaan c. Hasil pertanian, perkebunan, perikanan d. Hasil pertambangan e. Hasil peternakan f. Hasil pendapatan dan jasa g. Rikaz
Penghitungan zakat mal menurut nisab, kadar dan waktunya ditetapkan berdasarkan hukum agama. Pasal 12 • Pengumpulan zakat dilakukan oleh badan amil zakat; • Badan amil zakat dapat bekerja sama dengan bank dalam pengumpulan zakat harta muzakki Pasal 13 BAZ dapat menerima harta selain zakat, seperti infaq, shadaqah, hibah, waris dan kafarat.
BAB V PENDAYAGUNAAN ZAKAT BAB VI PENGAWASAN Pasal 18 s/d Pasal 20
BAB VII SANKSI Pasal 21 • Setiap pengelola zakat yang karena kelalaiannya tidak mencatat atau mencatat dengan tidak benar harta zakat, infaq, shadaqah, hibah, wasiat, waris dan kafarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 12 dan Pasal 13 dalam undang-undang ini diancam dengan hukuman kurungan selama-lamanya tiga bulan dan/atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 30.000.000 (tiga puluh juta rupiah); • Tindak pidana yang dimaksud pada ayat (1) merupakan pelanggaran;
Setiap petugas badan amil zakat dan petugas lembaga amil zakat yang melakukan tindak pidana kejahatan dikenai sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. BAB VIII KETENTUAN-KETENTUAN LAIN Pasal 22 Dalam hal muzakki berada atau menetap di luar negeri, pengumpulan zakatnya dilakukan oleh unit pengumpul zakat pada perwakilan Republik Indonesia yang selanjutnya diteruskan kepada badan amil zakat Nasional.
Pasal 23 Pemerintah wajib membantu biaya operasional badan amil zakat. BAB IX KETENTUAN PERALIHAN BAB X KETENTUAN PENUTUP
Penjelasan Pasal 11 Ayat (1) Zakat mal adalah bagian harta yang disisihkan oleh seorang muslim atau badan yang dimiliki oleh orang muslim sesuai dengan ketentuan agama untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya. Zakat fitrah adalah sejumah bahan makanan pokok yang dikeluarkan pada Bulan Ramadhan oleh setiap orang muslim bagi dirinya dan bagi orang yang ditanggungnya yang memiliki kelebihan makanan pokok untuk sehari pada hari Raya Idul Fitri.
Penjelasan Pasal 11 Ayat (3) Nishab adalah jumlah minimal harta kekayaan yang wajib dikeluarkan zakatnya. Kadar zakat adalah besarnya penghitungan atau presentase zakat yang harus dikeluarkan. Waktu zakat dapat terdiri atas haul atau masa pemilikan harta kekayaan selama dua belas bulan Qomariah, tahun Qomariah, panen atau pada saat menemukan rikaz.
Penjelasan Pasal 13 Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan : Infaq adalah harta yang dikeluarkan oleh seseorang atau badan, diluar zakat untuk kemaslahatan umum; Shadaqah adalah harta yang dikeluarkan seorang muslim atau badan yang dimiliki oleh orang muslim di luar zakat untuk kemaslahatan umum; Hibah adalah pemberian uang atau barang oleh seorang atau oleh badan yang dilaksanakan pada waktu orang itu hidup kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat;
Penjelasan Pasal 13 Wasiat adalah pesan untuk memberikan suatu barang kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat; pesan itu baru dilaksanakan sesudah pemberi wasiat meninggal dunia dan sesudah diselesaikan penguburannya dan pelunasan utang-utangnya, jika ada; Waris adalah harta tinggalan seorang yang beragama Islam yang diserahkan kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku;
Penjelasan Pasal 13 Kafarat adalah denda wajib yang dibayar kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat oleh orang yang melanggar ketentuan agama. Pasal 16 Mustahiq delapan ashnaf ialah fakir, miskin, amil, muallaf, riqab, gharim, sabilillah, dan ibnusabil yang di dalam aplikasinya dapat meliputi orang-orang yang paling tidak berdaya secara ekonomi seperti anak yatim, orang jompo, penyandang cacat, orang yang menuntut ilmu, pondok pesantren, anak terlantar, orang yang terlilit utang, pengungsi yang terlantar, dan korban bencana alam.
Penjelasan Pasal 24 Ayat (1) Selama ini ketentuan tentang pengelolaan zakat diatur dengan keputusan dan instruksi menteri. Keputusan tersebut adalah Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia dan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 29 dan 47 Tahun 1991 tentang Pembinaan Badan Amil Zakat, Infaq dan Shadaqah diikuti dengan Instruksi Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1991 tentang Pembinaan Teknis Badan Amil Zakat, Infaq dan Shadaqah dan Instruksi Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1998 tentang Pembinaan Umum Badan Amil Zakat, Infaq dan Shadaqah.
UU RI NOMOR 41 TAHUN 2004TENTANG WAKAFDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESARESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : • Bahwa lembaga wakaf sebagai pranata keagamaan yg memiliki potensi dan manfaat ekonomi perlu dikelola secara efektif dan efisien untuk kepentingan ibadah dan untuk memajukan kesejahteraan umum; • Bahwa wakaf merupakan perbuatan hukum yg telah lama hidup dan dilaksanakan dalam masyarakat, yg pengaturannya belum lengkap serta masih tersebar dalam berbagai pengaturan perundang-undangan;
Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, dipandang perlu membentuk Undang-Undang tentang Wakaf. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan : • Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadan dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah.
Wakif adalah pihak yang mewakafkan harta benda miliknya. • Ikrar Wakaf adalah pernyataan kehendak wakif yang diucapkan secara lisan dan/atau tulisan kepada Nazhir untuk mewakafkan harta benda miliknya. • Nazhir adalah pihak yang menerima harta benda wakaf dari Wakif untuk dikelola dan dikembangkan sesuai dengan peruntukannya. • Harta benda wakaf adalah harta benda yang memiliki daya tahan lama dan/atau manfaat jangka panjang serta mempunyai nilai ekonomi menurut syariah yang diwakafkan oleh Wakif.
Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf selanjutnya disingkat PPAIW adalah pejabat berwenang yang ditetapkan oleh Menteri untuk membuat akta ikrar wakaf. • Badan Wakaf Indonesia adalah adalah lembaga independen untuk mengembangkan perwakafan di Indonesia. • Pemerintah adalah perangkat Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri atas Presiden beserta para menteri. • Menteri adalah menteri yang bertanggung jawab di bidang agama.
BAB II DASAR-DASAR WAKAF Bagian Pertama Umum Pasal 2 s/d Pasal 5 Bagian Ketiga Unsur Wakaf Pasal 6 Wakaf dilaksanakan dengan memenuhi unsur wakaf sebagai berikut : a. Wakif; d. Ikrar Wakaf; b. Nazhir; e. Peruntukan hrta benda wkf c. Harta benda Wakaf f. Jangka waktu wakaf
Bagian Keempat Wakif Pasal 7 dan Pasal 8 Bagian Kelima Nazhir Pasal 9 s/d Pasal 14 Pasal 9 Nazhir meliputi : • Perseorangan • Organisasi; atau • Badan hukum
Bagian Keenam Harta Benda Wakaf Pasal 15 Harta benda wakaf hanya dapat diwakafkan apabila dimiliki dan dikuasai oleh Wakif secara sah. Pasal 16 1. Harta benda wakaf terdiri dari : a. Benda tidak bergerak; dan b. Benda bergerak.
Bagian Ketujuh Ikrar Wakaf Pasal 17 dan Pasal 21 Bagian Kedelapan Peruntukan Harta Benda Wakaf Pasal 22 s/d Pasal 23 Bagian Kesembilan Wakaf dengan Wasiat Pasal 24 s/d Pasal 27 Bagian Kesepuluh Wakaf Benda Bergerak Berupa Uang Pasal 28 s/d Pasal 31
BAB III PENDAFTARAN DAN PENGUMUMAN HARTA BENDA WAKAF Pasal 32 s/d Pasal 39 BAB IV PERUBAHAN STATUS HARTA BENDA WAKAF Pasal 40 dan Pasal 41 BAB V PENGELOLAAN DAN PENGEMBANGAN HARTA BENDA WAKAF Pasal 42 s/d Pasal 45
BAB VI BADAN WAKAF INDONESIA Bagian Pertama Kedudukan dan Tugas Pasal 47 s/d Pasal 50 Bagian Kedua Organisasi Pasal 51 s/d Pasal 52 Bagian Ketiga Anggota Pasal 53 dan Pasal 54
Bagian Keempat Pengangkatan dan Pemberhentian Pasal 55 s/d Pasal 58 Bagian Kelima Pembiayaan Pasal 59 Bagian Keenam Ketentuan Pelaksanaan Pasal 60
Bagian Ketujuh Pertanggungjawaban Pasal 61 • Pertanggungjawaban pelaksanaan tugas Badan Wakaf Indonesia dilakukan melalui laporan tahunan yang diaudit oleh lembaga audit independen dan disampaikan kepada Menteri. • Laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diumumkan kepada masyarakat.
BAB VII PENYELESAIAN SENGKETA Pasal 62 BAB VIII PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 63, Pasal 64, Pasal 65 BAB IX KETENTUAN PIDANA DAN SANKSI ADMINISTRATIF Bagian Pertama Ketentuan Pidana Pasal 67
Bagian Kedua Sanksi Administratif Pasal 68 BAB X KETENTUAN PERALIHAN Pasal 69 dan Pasal 70 BAB XI KETENTUAN PENUTUP Pasal 71
Peraturan Daerah Propinsi Daerah Istimewa Aceh Nomor 5 Tahun 2000 tentang Pelaksanaan Syariat Islam. Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 10 Tahun 2002 tentang Peradilan Syariat Islam Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 11 Tahun 2002 tentang Pelaksanaan Syariat Islam bidang Aqidah, Ibadah dan Syi’ar Islam. Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 12 Tahun 2003 tentang Minuman Khamr dan sejenisnya. Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 13 Tahun 2003 tentang Maisir (Perjudian) Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 14 Tahun 2003 tentang khalwat (Mesum)