2.83k likes | 7.41k Views
TEORI PERUNDANG-UNDANGAN. 1. Lies Ariany, SH.,MH http://liesahukum.edublogs.org. PROSES. Ilmu Perundang-undangan (Epistemologi/Normatif). METODA. TEKNIK. Teori Perundang-undangan (Ontologi/Kognitif). ILMU PENGETAHUAN PERUNDANG-UNDANGAN. Orientasi: - menjelaskan - memahamkan.
E N D
TEORI PERUNDANG-UNDANGAN 1 Lies Ariany, SH.,MH http://liesahukum.edublogs.org
PROSES Ilmu Perundang-undangan (Epistemologi/Normatif) METODA TEKNIK Teori Perundang-undangan (Ontologi/Kognitif) ILMU PENGETAHUAN PERUNDANG-UNDANGAN Orientasi: - menjelaskan - memahamkan : melakukan perbuatan/ pengaturan (Aksiologi/Kemanfaatan) 2
Pengertian Ilmu Pengetahuan Perundangan-undangan • Menurut Burkhardt KremsIlmu Pengetahuan Perundangan-undangan (Gesetzgebungswissenschaft) merupakan ilmu interdisipliner yang berhubungan dengan ilmu politik dan sosiologi. • Secara garis besar ilmu ini dapat dibagi dua, yaitu: • Teori Perundang-undangan (Gesetzgebungs theorie) dan • Ilmu Perundang-undangan (Gesetzsgebungslehre). • Proses Perundang-undangan (Gesetzgebungsverfahren) • Metode Perundang-undangan (Gesetzgebungsmethode), dan • Teknik Perundang-undangan (Gesetzgebungs technik) 3
Jenis Norma: • Norma Susila • Norma Sosial • Norma Agama • Norma Hukum 4
5 Teori Perundang-undangan –Lies A
Jenis Norma Hukum Norma Hukum Umum dan Norma Hukum Individual. Norma hukum dapat dibedakan dari segi alamat yang dituju (addressat) atau siapa yang dituju. Norma hukum umum ditujukan kepada orang banyak, sedangkan norma hukum individual ditujukan kepada seseorang, beberapa orang, atau banyak orang yang tertentu. Norma Hukum Abstrak dan Norma Hukum Konkrit. Norma hukum dapat dibedakan berdasarkan hal atau perbuatan yang diatur menjadi norma hukum abstrak dan norma konkrit. Norma hukum abstrak merumuskan suatu perbuatan secara abstrak, sedangkan norma hukum konkrit merumuskan perbuatan secara nyata. 6
Norma Hukum Einmahlig dan Norma Hukum Dauerhaftig. Norma hukum einmahlig adalah norma yang berlaku sekali selesai, sedangkan norma hukum dauerhaftig adalah norma hukum yang berlaku terus-menerus. Norma Hukum Tunggal dan Norma Hukum Berpasangan. Norma hukum tunggal adalah norma hukum yang berdiri sendiri atau suatu norma hukum yang tidak diikuti norma hukum lain. Isi norma hukum ini hanya merupakan suatu suruhan (das Sollen) untuk bertindak atau bertingkah laku, sedangkan norma hukum berpasangan terdiri dari beberapa norma, norma hukum primer dan norma hukum sekunder. Norma hukum sekunder merupakan cara penanggulangan kalau norma hukum primer ternyata tidak dilaksanakan. 7
Primer Sekunder Menentukan Sikap/ Hubungan Antar Pribadi; - Jangan mencuri - Membayar pajak Norma Hukum Rumusan Sanksi Dalam rumusan Norma Hukum Primer & Sekunder, sering disatukan. Jadi norma hukum selalu mencerminkan dua norma (Primer & Sekunder) 8
Tertulis & berlaku umum: a. Peraturan Perundang-undangan b. Peraturan Kebijakan - Lingkup Administrasi Negara - Lingkup Mahkamah Agung - Lingkup Legislatif Tertulis & berlaku khusus: beschikking (Ketetapan/Keputusan) Ruang Lingkup Hukum Positif Tidak Tertulis: a. Hukum Adat b. Hukum Keagamaan c. Hukum Yurispudensi d. Hukum Kebiasaan. 9
Arti Penting Peraturan Perundang-undangan Bagi Administrasi Negara: Peraturan Perundang-undangan memberikan landasan/dasar bertindak, sekaligus jaminan bahwa perbuatan administrasi negara itu tidak akan dituntut oleh masyarakat. Bagi Warga Negara: Peraturan Perundang-undangan berfungsi memberi perlindungan akan hak-hak dari tindakan tidak sewenang-wenang oleh administrasi negara. 10
Fungsi Peraturan Perundang-undangan bagi Administrasi Negara • Sarana membatasi kekuasaan (fungsi normatif) • Sarana untuk menggunakan kekuasaan (fungsi instrumental) • Sarana perlindungan hukum bagi masyarakat (fungsi jaminan) 11
Tujuan Peraturan Perundang-undangan Primer: mengedepankan nilai dan norma yang ada dalam masyarakat (kodifikasi) Sekunder: memberi arah kepada perubahan dalam masyarakat (modifikasi). • Nilai : - Sesuatu yang dianggap berguna/tidak berguna. - Sesuatu yang dianggap baik/tidak baik. - Sesuatu yang dianggap menyenangkan/tidak menyenangkan - Sesuatu yang dianggap adil/tidak adil. • Norma: aturan yang berisi perintah dan/atau larangan misal: jangan membunuh, jangan mencuri. 12
SUMBER HUKUM HIERARKI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN • Sumber HukumTertulis - Naskah Proklamasi - Pancasila • Sumber Hukum Tidak Tertulis: - Konvensi - Yurisprudensi - Nilai-nilai Hukum yang hidup dalam masyarakat UUD 1945 UU/PERPU PP PERPRES PERDA (Prov, Kab, Kota) Peraturan Desa/ Peraturan lain yang setingkat Hierarki Peraturan Perundang-undangan RI UU No. 10/2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan 13
Asas Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan 14 • pengayoman; • kemanusiaan; • kebangsaan; • kekeluargaan; • kenusantaraan; • bhinneka tunggal ika; • keadilan; • kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan; • ketertiban dan kepastian hukum; dan/atau • keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.
Asas Pengayoman Yang dimaksud dengan “asas pengayoman” adalah bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus berfungsi memberikan pelindungan untuk menciptakan ketentraman masyarakat. • Asas Kemanusiaan Dengan “asas kemanusiaan”, maka setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan pelindungan dan penghormatan hak asasi manusia serta harkat dan martabat setiap warga negara dan penduduk Indonesia secara proporsional.
Asas Kebangsaan Yang dimaksud dengan “asas kebangsaan” adalah bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan sifat dan watak bangsa Indonesia yang majemuk dengan tetap menjaga prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia. • Asas Kekeluargaan Yang dimaksud dengan “asas kekeluargaan” adalah bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan musyawarah untuk mencapai mufakat dalam setiap pengambilan keputusan.
Asas Kenusantaraan Dengan “asas kenusantaraan”, bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan senantiasa memperhatikan kepentingan seluruh wilayah Indonesia dan materi muatan peraturan perundang-undangan yang dibuat di daerah merupakan bagian dari sistem hukum nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. • Asas Bhinneka Tunggal Ika (Unity in Diversity) Yang dimaksud dengan “asas bhinneka tunggal ika” adalah bahwa materi muatan peraturan perundang-undangan harus memperhatikan keragaman penduduk, agama, suku dan golongan, kondisi khusus daerah serta budaya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Asas Keadilan (Justice, Gerechtigheid) Yang dimaksud dengan “asas keadilan” adalah bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warga negara. • Asas Kesamaan Kedudukan dalam Hukum dan Pemerintahan Yang dimaksud dengan “asas kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan” adalah bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan tidak boleh memuat hal yang bersifat membedakan berdasarkan latar belakang, antara lain, agama, suku, ras, golongan, gender, atau status sosial.
Asas Ketertiban dan Kepastian Hukum (Rechtsorde en rechrs zekerheid) Yang dimaksud dengan “asas ketertiban dan kepastian hukum” adalah bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus dapat mewujudkan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan kepastian hukum. • Asas Keseimbangan, Keserasian, dan Keselarasan. Yang dimaksud dengan “asas keseimbangan, keserasian, dan keselarasan” adalah bahwa setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan keseimbangan, keserasian, dan keselarasan, antara kepentingan individu, masyarakat dan kepentingan bangsa dan negara.
Pentingnya asas-asas hukum dalam pembentukan perundang-undangan adalah untuk dapat melihat “benang merah” dari sistem hukum positif yang ditelusuri dan di teliti. Asas-asas hukum ini dapat dijadikan sebagai patokan bagi pembentukan undang-undang agar tidak melenceng dari cita hukum (rechtsidee) yang telah disepakati bersama. Namun secara teoritis asas-asas hukum bukanlah aturan hukum (rechtsregel), sebab asas-asas hukum tidak dapat diterapkan secara langsung terhadap suatu peristiwa konkrit dengan menganggapnya sebagai bagian dari norma hukum. Namun demikian, asas-asas hukum tetap diperlukan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan karena hukum tidak akan dapat dimengerti tanpa asas-asas hukum.
Asas Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (yang Baik): Tujuan yang jelas Organ/lembaga yang tepat Perlunya peraturan Dapat dilaksanakan Kesesuaian antara jenis dan materi muatan Kedayagunaan dan kehasilgunaan Kejelasan rumusan Keterbukaan Konsensus FORMAL • ASAS PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG BAIK Terminologi/sistematika yang benar Tentang dapat dikenali Perlakuan yang sama dalam hukum Kepastian Hukum Pelaksanaan hukum sesuai dengan keadaan MATERIIL 21
Pertimbangan Filosofis Pertimbangan Yuridis Pertimbangan Politis Pertimbangan Sosiologis Pertimbangan Ekologis Pertimbangan Ekonomis Pertimbangan Kultural • SYARAT PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG BAIK • TEKNIK PERANCANGAN PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG BAIK Ketepatan Struktur Ketepatan Pertimbangan Ketepatan Dasar Hukum Ketepatan Bahasa Hukum 22
Kewenangan Berlaku Ke Depan/Tdk Berlaku Surut Peraturan Baru Kesampingkan yang Lama Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan Persamaan & Tidak Memihak Kepastian, Kepatutan, & Keadilan Kepentingan Umum • ASAS TERTIB PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG BAIK 23
PERSYARATAN PEMBENTUKAN PERDA • Syarat Materiil, antara lain: • Sesuai kewenangan Daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. • Tidak bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi. • Sesuai dengan aspirasi masyarakat yang sedang berkembang. • Tidak bertentangan dengan peraturan lain yang sederajat. • Tidak bertentangan dengan kepentingan umum. • Syarat formal, antara lain: • Dibuat oleh Pejabat yang berwenang. • Mengikuti prosedur dan tata cara yang berlaku. • Bentuk dan jenisnya sesuai dengan pedoman yang ditetapkan 24
RAPERDA PERDA Perencanaan Evaluasi Perancangan /Perumusan Sosialisasi Pembahasan Pengundangan Penetapan Tahapan Pembentukan Peraturan Perundang-undangan 25
Metode/Tahapan Pembentukan PERDA 26 • Prakarsa Eksekutif Daerah • Tahapan Perencanaan; • Diawali Penyusunan Program Legislasi Daerah. • Didukung Program Penelitian/Riset Unggulan “Model Pembuatan Perda Berbasis Riset”. • Kerjasama dgn expert group untuk membuat Naskah Akademik (NA).
27 • Lanjutan; • Pemrakarsa adalah Perangkat Daerah sesuai bidang tugasnya. • Pengumpulan data oleh Pemrakarsa bersama Biro Hukum. • Persetujuan Prinsip dari Kepala Daerah, berisi: • Latar belakang dan tujuan penyusunan • Sasaran yang ingin diwujudkan • Pokok-pokok pikiran, lingkup, dan objek yang diatur • Jangkauan dan arah pengaturan.
28 3. Tahap Perancangan/Perumusan; a. Perumusan; • Draf Naskah Akademik yang akan disulkan. • Hasil Naskah Akademik sebagai bahan pembahasan dan Rapat Konsultasi. • Pemantapan konsepsi (perspektif yang holistik). b. Pembentukan Tim asistensi; • Menitikberatkan pembahasan pada materi. • Melaporkan perkembangan penyusunan Raperda dan permasalahannya kepada Kepala Daerah. c. Konsultasi Raperda dengan pihak-pihak yang terkait. d. Persetujuan Raperda oleh Kepala Daerah.
5. Tahap Penetapan; • Penetapan dan Persetujuan Raperda menjadi Perda oleh DPRD dalam bentuk Keputusan DPRD. • Penandatanganan Perda dilakukan oleh Kepala Daerah. • Istilah “disahkan” pada PERDA oleh Pejabat tingkat lebih atasnya, tidak dikenal lagi sejak UU No. 22 Tahun 1999. • Sambutan Kepala Daerah. 29
6. Tahap Pengundangan; • Pengundangan via Lembaran Daerah oleh Sekretaris Daerah (Paling lambat 7 hari setelah Perda Ditetapkan, kemudian dikirim ke Pemerintah paling lambat 15 hari setelah tanggal penetapan Risalah Rapat Pembahasan Perda. • Penjelasan Perda dicatat dalam tambahan Lembaran Daerah (oleh Sekretaris Daerah) 30
7. Tahap Pengumuman (Sosialisasi); • Pengumuman via Berita Daerah (oleh Kabiro. Hukum Provinsi dan Kabag. Hukum Kabupaten/Kota). • Sosialisasi oleh Biro/Bagian Hukum dan Unit Kerja Pemrakarsa. • Sosialisasi melalui Semiloka. • Lewat E-Parliament. 31
Prakarsa Legislatif Daerah (DPRD) 32 • Tata Cara Penyampaian Usul Inisiatif DPRD; • Sekurang-kurangnya 5 Anggota DPRD yang tidak hanya terdiri dari 1 Fraksi, berhak mengajukan Raperda sebagai usul inisiatif. • Usul inisiatif disampaikan kepada Pimpinan DPRD dalam bentuk Raperda disertai penjelasan yg tertulis. • Usul inisiatif tersebut oleh Pimpinan DPRD disampaikan pada Rapat Paripurna DPRD. • Dalam Rapat Paripurna, pengusul diberikan kesempatan memberikan penjelasan. • Pembicaraan dilakukan dengan memberikan kesempatan pada; a. Anggota DPRD lainnya memberikan pandangan. b. Pengusul untuk memberikan jawaban atas pandangan DPRD. • Pembicaraan diakhiri dengan Keputusan DPRD yang menerima atau menolak usul prakarsa menjadi inisiatif DPRD. • Selama usul inisiatif belum diputuskan menjadi inisiatif DPRD, pengusul berhak mengajukan perubahan atau menariknya kembali.
Penyusunan Raperda; • Penyusunan Naskah Akademik • Penyusunan Rancagan peraturan daerah, dan seterusnya. 33
Materi Muatan Undang-Undang Dasar 34 Struktur lembaga negara Kewenangan lembaga negara Hubungan antara lembaga negara dengan warga negara Hubungan antara warga negara dengan warga negara Hak asasi manusia Batas/wilayah negara Hubungan antar negara
Materi muatan Undang-Undang: • Mengatur lebih lanjut ketentuan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang meliputi: • hak-hak asasi manusia; • hak dan kewajiban warga negara; • pelaksanaan dan penegakan kedaulatan negara serta pembagian kekuasaan negara; • wilayah negara dan pembagian daerah; • kewarganegaraan dan kependudukan; • keuangan negara. • diperintahkan oleh suatu Undang-Undang untuk diatur dengan Undang-Undang. 35
Materi muatan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang sama dengan materi muatan Undang-Undang. Materi muatan Peraturan Pemerintah berisi materi untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya. Materi muatan Peraturan Presiden berisi materi yang diperintahkan oleh Undang-Undang atau materi untuk melaksanakan Peraturan Pemerintah. 36
Materi muatan Peraturan Daerah adalah seluruh materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan, dan menampung kondisi khusus daerah serta penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi. Materi muatan Peraturan Desa/yang setingkat adalah seluruh materi dalam rangka penyelenggaraan urusan desa atau yang setingkat serta penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi. 37
Landasan Pembentukan Peraturan Perundang-undangan: Landasan Filosofis: - Pemikiran terdalam yang harus terkandung dalam peraturan perundang-undangan. - Pandangan hidup yang mengarahkan pembuatan peraturan perundang-undangan, yaitu nilai-nilai Proklamasi dan Pancasila. Landasan Yuridis: - Ketentuan hukum yang harus diacu dalam pembuatan peraturan perundang-undangan yang dibedakan menjadi: 41
a. Landasan Yuridis formal yaitu ketentuan yang menunjuk kewenangan pembuatan. b. Landasan Yuridis Material yaitu ketentuan hukum yang menentukan isi peraturan perundang-undangan. Contoh: Pasal 18 UUD’45 : Pemerintahan Daerah Pasal 23 (2) UUD’45 : Pajak Pasal 28 UUD’45 : Berserikat, berkumpul, mengeluarkan pikiran, dsb 42
Landasan Politis: Keputusan-keputusan politik yang berisi arahan-arahan/kebijakan-kebijakan pembangunan. Misalnya: Kebijakan debirokratisasi, liberalisasi, moneter, dsb. • Landasan Sosiologis: Situasi dan kondisi masyarakat di mana peraturan perundang-undangan itu akan ditetapkan. Landasan ini berkatian dengan efektivitas pelaksanaannya. Jadi landasan yang dipikirkan untuk pelaksanaan peraturan perundang-undangan setelah dibuat. • Landasan Ekologis: Pertimbangan keselamatan dan kelestarian lingkungan hidup dan ekosistemnya. • Landasan Ekonomis: Pertimbangan ekonomi mikro dan makro. • Dan sebagainya (sesuai dengan materi peraturan yg diaturnya). 43
Bentuk Bagian Dalam dan Ragam Bahasa Peraturan Perundang-undangan • Bentuk Dalam, meliputi: • - Pilihan Sistematika yang baku bagi penuangan ketentuan-ketentuan; • - Adanya definisi (pengertian umum) • - Menghindari penggunaan kata-kata yang mengandung arti ganda. • - Pilihan untuk memasukkan hal-hal yang erat berkaitan dengan satu Bab, satu Pasal, satu Paragraf, atau satu Bagian. • Ragam Bahasa, meliputi: • Perlunya penggunaan bahasa hukum yang sudah baku (baik pada struktur kalimat, peristilahan, dan tanda baca). 44
Bentuk Bagian Luar Peraturan Perundang-undangan • A. Bagian Judul, berisi: • Keterangan mengenai jenis, nomor, tahun pengundangan atau penetapan, dan nama Peraturan Peraturan perundang- undangan. • Nama Peraturan Perundang-undangan dibuat secara singkat dan mencerminkan isinya. • Judul ditulis seluruhnya dengan huruf kapital, di tengah marjin, dan tanpa diakhiri tanda baca. • Pada bagian judul Peraturan Perundang-undangan Perubahan, ditamba frase Perubahan Atas… atau Pencabutan….. 45
B. Bagian Pembukaan, berisi: • Frase Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa (huruf Kapital). • Jabatan Pembentuk Peraturan Perundang-undangan (huruf Kapital). • Konsiderans: Menimbang, berisi uraian mengenai pokok pikiran yang melatarbelakangi pembuatan Peraturan perundang-undangan (Filosofis, sosiologis, politis, dll). • Diawali kata; bahwa, dan diakhiri titik koma (;) • Dasar hukum: Mengingat, berisi dasar yuridisformaldan material (pakai huruf Arab; 1, 2, 3, dst). • Diktum; sebelum kata MEMUTUSKAN:, dicantumkan frase Dengan Persetujuan Bersama DPR RI dan PRESIDEN RIsetelah itu baru Menetapkan: diikuti Nama UU. • Nama Peraturan;……. (dengan huruf Kapital). 46
C. Bagian Batang Tubuh, berisi: • Semua substansi Peraturan Perundang-undangan yang dirumuskan dalam pasal-pasal • Secara umum terdiri dari; Ketentuan Umum, Materi Pokok yang diatur, Ketentuan Pidana (jika diperlukan), Ketentuan Peralihan (jika diperlukan), dan Ketentuan Penutup. • Ketentuan Umum, berisibatasan pengertian, singkatan, akronim. • Materi Pokok yang diatur diletakkan setelah Ketentuan Umum. • Ketentuan Pidana, memuat:rumusan yang menyatakan penjatuhan pidana atas pelanggaran terhadap ketentuan yang berisi norma larangan atau perintah. Rumusan Ketentuan Pidana harus tegas apakah bersifat: kumulatif, alternatif, atau kumulatif alternatif (dan, atau, dan/atau). 47
Penyusunan Naskah Akademik: • N.A.: Naskah/Uraian yang berisi penjelasan tentang: • Perlunya sebuah peraturan harus dibuat. • Tujuan dan kegunaan dari peraturan yang akan dibuat. • Materi-materi yang harus diatur peraturan tersebut. • Aspek-aspek teknis penyusunan. Bentuk Naskah Akademik • Tidak ada bentuk baku dari suatu naskah akademik, namun pada umumnya naskah akademik disusun secara sitematis dalam bab-bab. • Disarankan membuat naskah akademik ke dalam sistematika bab berikut: 48
NASKAH AKADEMIK BAB I. PENDAHULUAN Berisi: uraian terperinci dasar pemikiran tentang pentingnya mengatur masalah (tertentu) dalam suatu UU, PP, PERPRES, PERDA, dsb. Misalnya dalam N.A. PP tentang Otonomi Daerah. • Pentingnya pelaksanaan otonomi untuk mendayagunakan potensi daerah. • Otonomi sangat menentukan peran serta masyarakat dalam pembangunan. 49
BAB II. PERTIMBANGAN DASAR PENGATURAN DALAM …..(UU, PP, PERPRES, PERDA, dst.) Banyak pertimbangan dasar yang dapat dikemukakan untuk suatu peraturan misalnya: • Pertimbangan yuridis: pengaturannya belum jelas. • Pertimbangan operasional: Tidak bisa dilaksanakan karena belum ada PP-nya, dst. Seperti kasus otonomi daerah pada Kabupaten/Kota. 50